Sembilan

12 0 0
                                    


Saat cinta membuat seseorang menjadi takut kehilangan

-----

Pagi ini, Riska datang sedikit lebih terlambat dari biasanya. Ia melangkah pelan menuju kelas. Baru kali ini ia bangun kesiangan karena semalaman belajar mempersiapkan tes pagi ini. Melelahkan, kapan masa SMA ini akan berakhir? Ia biasanya tidak akan terlalu mempedulikan tes, tidak akan belajar dengan giat. Ya semua ini berawal dari hasil raport tengah semester Riska yang memburuk hingga membuat ia harus diceramahi mama papa. Kali ini, mama sudah mewanti-wanti akan memotong uang jajan Riska jika nilainya turun lagi. Riska harus bekerja super ekstra. Jika ibarat mesin, ia mungkin salah satu dari mesin lama yang jarang terpakai sehingga harus bekerja lebih keras di saat ada orang yang ingin memakainya. Riska melihat Rico yang sedang berjalan menuju tempat duduknya, di sebelah Clara yang masih kosong. Riska seharusnya duduk di sana, tapi terlambat. Rico sudah meletakkan tasnya dan duduk dengan nyaman sambil tersenyum pada Clara.

"Kok lu di sini sih, Ric?"

"Bangkunya kosong kok," jawab Rico santai sambil mengeluarkan buku-bukunya.

"Gue gak mau duduk di belakang," gerutu Riska sebal pada Rico.

Rico beranjak dari tempat duduknya. Ia beralih ke belakang, memundurkan kursi kosong di belakangnya dan mempersilakan Riska untuk duduk sambil tersenyum lebar.

"Have a nice day, ya Ris."

Riska masih nampak kesal sehingga Clara menenangkannya dengan membisikkan padanya "hanya untuk hari ini" agar Riska benar-benar mengikhlaskan tempat duduknya hari ini untuk Rico. Riska tahu, manusia bernama Rico itu sudah sejak lama ingin duduk di sebelah Clara.

"Ngalah aja daripada berantem. Lu berdua selalu ribut pagi-pagi," ujar Clara pada Riska.

"Gue gak bikin ribut. Ni anak ni yang suka cari gara-gara sama gue."

"Dasar, malah cewek yang ngalah sama elu," ujar Riska pada Rico yang masih tersenyum mengejeknya di belakang.

"Padahal gue gak bisa fokus kalo duduknya di belakang," gerutu Riska.

"Hari ini ada mata pelajaran penting dalam hidup gue. Sejarah. Jadi gue harus bisa fokus. Hari ini aja atau khusus setiap hari Kamis mungkin. Nilai gue butuh banget perbaikan kan? Jadi sebagai teman, gue minta tolong pengertian lu, Ris."

"Teman mana yang mengorbankan temannya sendiri untuk kepentingan dia. Elu itu cuma modus, dasar."

Clara hanya bisa menggeleng ketika dua temannya sudah mulai berdebat. Ia kembali menghadap depan ketika guru Matematika mereka dengan setumpuk kertas kosong untuk tes sudah datang. Rico masih tersenyum kecil seakan hari ini ia memenangkan hadiah terbesar dalam hidupnya.

"Kenapa elu senyum-senyum terus?"

"Gak apa-apa. Gue seneng aja hari ini akhirnya bisa duduk bareng sama elu."

"Ya ampun, lu lebay banget deh seriusan."

Rico hanya tersenyum sembari berpura-pura fokus memperhatikan guru yang di depan sedang memberikan instruksi awal sebelum tes dimulai. Clara yakin Rico hanya pura-pura, cowok itu bilang buku adalah musuh terbesarnya.

"Mood lu kayaknya udah membaik. Kenapa? Jangan-jangan elu abis chat sama gebetan lu ya."

"Gebetan yang mana?"

"Pura-pura lupa kan sekarang."

"Nanti elu juga tahu sendiri kalo udah saatnya," jawab Rico penuh rahasia.

ImperfectWhere stories live. Discover now