Dua Puluh

13 0 0
                                    


Memulai hal baru, melangkah melewati setiap batas ketakutan

------

Clara dengan ragu melangkah masuk ke dalam rumah Rico yang besar tapi tampak sepi seperti biasanya. Rico yang melihat kedatangan Clara yang tiba-tiba tampak terkejut. Ada apa Clara ke sini?

"Hai," sapa Clara dengan canggung.

"Hai," balas Rico, tidak seperti biasanya.

"Lu ngapain."

"Gue pikir lu sakit."

Rico hanya mengangguk kecil, sakit tapi gak terlihat.

"Gue mau ngomong sesuatu sama lu," ujar Clara.

"Apa?"

Tiba-tiba jantung Rico berdetak lebih cepat. Apa Jackson dan Kevin berhasil membujuk Clara? Apa ini pertanda baik atau mimpi buruk lainnya yang harus ia hadapi?

"Oh iya. Gue lupa ngasih tahu lu. Rooftop gue sekarang udah lebih bagus. Mau liat?"

Rico mengajak Clara naik ke lantai teratas di rumahnya. Cantik dan rapi, Rico menatanya dengan baik. Beberapa kursi santai dan terlihat nyaman ada di sana. Ada sebuah meja berukuran persegi panjang yang ada di sana. Rico pasti sengaja membuatnya agar ia bisa berkumpul bersama teman-temannya, untuk menghangatkan suasana rumah ini.

"Bagus," ujar Clara singkat.

"Lumayan kan buat ngumpul di sini. Rumah ini butuh suasana yang berbeda biar gak kayak sarang hantu," canda Rico.

"Ric."

"Apa?"

"Tampaknya lu bekerjasama dengan baik sama kak Jackson. Congrats juga akhirnya lu bisa ngobrol akrab sama kak Kevin."

Apa Clara marah?

"Gue gak maksud."

"Tapi gue rasa itu sedikit berhasil."

Mata Rico membesar. Apa yang baru saja ia dengar?

"Gue mau mencoba."

"Mencoba apa?"

"Mencoba untuk melangkah keluar dari ketakutan itu."

Rico berjalan mendekat ke arah Clara dengan senyumnya yang lebar.

"Tapi gue butuh elu."

"Clar, are you serious?"

"Lu tahu kalo gue gak suka mengulang hal yang sama? Gue juga gak suka mengulang kata-kata yang sama."

"Oke, oke. Fine, sekali aja cukup."

Rico memeluk Clara dengan erat dan tertawa keras.

"I LOVE YOU CLARA!"

------

"Jadi?"

"Jadi apa?"

Rico tersenyum malu-malu. Ia menggenggam tangan Clara sedari tadi dan tidak ingin melepaskannya bahkan meski mereka sekarang sudah tiba di depan rumah Clara.

"Day 1."

Clara tertawa kecil.

"Seseneng itu lu?"

ImperfectWhere stories live. Discover now