Sepuluh

13 0 0
                                    

Katanya, kenangan buruk membuat seseorang takut melangkah karena ia terlalu takut mengulang kembali perasaan menyakitkan karena kenangan buruk itu.

-----

Rico, benarkah ia punya perasaan lain seperti yang dikatakan Kevin? Benarkah ia menyayangi Clara lebih dari seorang sahabat? Memikirkannya membuat Clara tidak tenang.

"Gua gak suka hal ini," ujar Clara pada Riska.

Setidaknya meski gadis itu tampak kekanak-kanakan, tapi Riska bisa menjadi pendengar yang baik. Terkadang, saran yang ia ajukan tampak sederhana tapi seringkali luput dari pikiran Clara. Saat ini, rasanya hanya pada Riska Clara dapat bercerita.

"Maksud lu? Gak suka sama sikap Rico akhir-akhir ini? Gue ngerti, siapapun bakal risih lama-lama. Apalagi, gue tahu elu selalu memikirkan pendapat orang lain, Clar."

"Bukan itu."

"Trus?"
"Gimana kalo perasaan itu bener-bener ada? Lu tahu, gue gak suka ada perasaan cinta di antara persahabatan."

Clara tertunduk. Baginya, hubungan itu adalah yang paling sulit ia dapatkan. Sulit menemukan orang-orang yang tetap ada di sisinya apapun yang terjadi. Sulit menemukan orang yang tulus. Ia tidak ingin jatuh cinta lalu patah hati merusak segalanya.

"Tidak akan ada kejadian yang sama persis di dunia ini Clar. Rico berbeda dengan yang sebelumnya. Kalo ternyata Rico benar punya perasaan sama lu, ya udah. Perasaan itu gak pernah bisa kita cegah untuk hadir, Clar."

Clara terdiam. Kata-kata Riska itu sama menusuknya seperti kata-kata Kevin tadi siang. Nyatanya ia belum siap.

"Yang penting bukan perasaan Rico. Sebenernya, perasaan lu gimana?"

Jangan tanyakan itu, tolong.

"Setidaknya Rico masih tampak seperti teman baik yang hangat buat gue."

"Lalu apa yang harus lu takutkan kalo lu udah seyakin itu sama perasaan lu sendiri?"

Entahlah, seperti yang lu bilang, perasaan itu gak pernah bisa kita cegah untuk hadir. Sekarang, rasanya gue takut. Takut dan gak siap kalo seandainya perasaan yang sekarang ada tumbuh menjadi bentuk yang lain.

-----

"Gue minta maaf soal kemarin Lu dimarahin kakak lu?" Tanya Rico dari rumahnya, lewat sambungan telepon dengan Clara.

"Enggak kok. Gue janji kalo lu gak bakal kayak gitu lagi."

"Iya, iya. Gue janji."

"Awas lupa."

"Nggak akan lupa."

"Gue gak diasingkan dari elu kan?"

"Ya enggaklah. Ya mungkin iya sih kalo tadi gue gagal meyakinkan kakak gue kalo elu gak bakal ngerangkul apalagi meluk gue lagi di sekolah."

"Gue gak apa-apa asalkan jangan jauh dari elu."

"Kenapa? Lu butuh perbaikan nilai?" Jawab Clara sambil tertawa kecil.

"Gue bisa sesak kalo lu gak ada."

Clara tertawa lebih keras di seberang telepon. Kapan Clara bisa menganggap semua ini bukan sekedar candaan?

"Jadi sekarang gue adalah seluruh oksigen di dunia ini maksud lu?"

"Yes for me."

ImperfectWhere stories live. Discover now