02: Masa Lalu yang Tak Ingin Dilupakan

6.1K 523 16
                                    

Di dalam kamarnya, Sasa membuka sebuah kotak. Baju pengantin berwarna putih dengan sentuhan brokat, peep toe heels dengan hiasan mutiara, dan cincin emas putih ada di dalamnya. Ia menyentuh barang-barang itu sepenuh perasaan. Kemudian ia mengeluarkan foto dari dalam kotak yang sama. Foto dirinya bersama seorang pemuda bergandengan tangan dengan latar belakang perkebunan teh. Mereka berdua tertawa lebar, bahagia. Lama sekali Sasa memandangi foto itu. Setetes air lolos begitu saja dari mata besarnya.

"Bisakah aku bertemu laki-laki lain selain kamu?" lirihnya.

"Seperti kata orang-orang, aku harus merelakanmu. Sudah kulakukan. Tetapi, menggantimu dengan yang lain? Apa aku bisa?" tanyanya lagi. Foto di tangannya tentu saja tak memberinya jawaban. Ingatannya melayang pada kejadian empat tahun yang lalu.

**

Matahari bersinar cerah. Awan putih berarak, terlihat seolah tepat berada di balik tanaman teh di atas bukit jika di lihat dari bawah. Bukan di langit yang tinggi. Hawa sejuk perkebunan teh terasa segar dan menenangkan. Di sebuah rumah yang berada di bawah perkebunan teh, telah terpasang tenda dengan warna dominan putih dan merah marun. Kursi-kursi. Meja-meja prasmanan. Panggung dengan dekorasi bunga-bunga. Sound system. Tak ada yang menyangkal bahwa persiapan pernikahan itu memancarkan kehangatan.

"Sound system, sudah beres?" tanya seorang laki-laki, yang dijawab acungan jempol oleh orang di atas panggung.

"Makanan dan minuman?" tanya laki-laki yang tampaknya pimpinan event organizer acara pagi ini.

"Siap, Bos," jawab laki-laki dengan seragam koki.

Sekali lagi laki-laki itu menyisir tiap detail tempat itu, memastikan semua hal dan semua orang berada di tempat yang benar. Senyum puas tampak dari raut wajahnya.

Sementara itu di kamar, seorang MUA berusia empat puluh tahunan sedang memberikan sentuhan akhir pada riasan Sasa. Kemudian ia memasang mahkota kecil di rambut calon pengantin yang telah disanggul.

"Cantiknya anak Mama ...," puji Shara dari belakang penata rias yang terlihat piawai mendandani Sasa hingga tampak seperti putri dari negeri dongeng.

Sasa tersenyum. Dia melihat kepada perempuan yang memujinya dari kaca di hadapannya. "Makasih, Ma," kata Sasa bahagia.

"Aslinya memang sudah cantik. Jadi mau dirias gimana aja juga tetep cantik," kata sang MUA seraya menatap puas pada hasil karyanya.

"Tante bisa aja." Sasa tersipu malu.

"Nggak nyangka ya, kamu yang dulu ketika dibawa kesini masih kecil banget, hari ini udah mau nikah," kata Shara seraya mengecup kening Sasa.

Shara yang dipanggil Mama oleh Sasa, sebenarnya adalah adik dari ibu Sasa. Setelah kepergian ibunya, Dahlan mengizinkan Shara mengasuh Sasa. Kebetulan pula, Shara dan Hadi, suaminya, tak kunjung dikaruniai anak sampai usia pernikahan yang kelima. Hingga saat ini pun, Sasa masih satu-satunya anak bagi mereka.

Penata rias meminta Sasa berdiri. Gaun pengantin berwarna putih dengan sentuhan brokat menjuntai hingga mata kaki. Sebuah mahkota kecil yang dipasang di rambut Sasa, membuat gadis itu makin bersinar. Sang MUA merapikan penampilan Sasa. Sementara Shara terus tersenyum menatap keponakannya.

Dahlan masuk ke kamar Sasa, dan menatap anaknya. Hampir berkaca-kaca. "Cantiknya anak Ayah," kata Dahlan serak. "Kamu mirip sekali dengan ibumu. Kalau saja ibumu masih ada ...," lanjutnya menggantung.

"Mbak Dina pasti bahagia di sana, Mas," timpal Shara. Dahlan mengangguk, lalu mencium kening Sasa.

Semua sempurna. Ayah dan pasangan Shara-Hadi sudah sangat siap untuk mengantar Sasa--yang merupakan kesayangan mereka--menikah. Tinggal menunggu kedatangan pengantin laki-laki.

I LOVE YOU -- Terbit -- Lotus Publisher Where stories live. Discover now