09. Salah paham

5K 530 24
                                    

Sasa cukup menikmati peran barunya sebagai istri. Ya, walaupun ia dan Arya sebenarnya hanya sedang menipu dunia. Namun, entahlah. Ada hal menyenangkan dari pernikahan yang belum dipahami Sasa. Ia senang saat membuat sarapan untuk Arya yang menyukai sarapan berat. Tak cukup sekedar roti dan susu. Ia juga tak pernah keberatan dengan kerepotan pagi hari seperti ini. Rasanya menyenangkan ada seseorang yang menikmati masakannya, meskipun masakan itu sebenarnya biasa saja. Dan tentu saja bukan yang paling nikmat. Karena masakan restoran tempat Arya biasa mengadakan pertemuan, pasti lebih enak.

"Masak apa?" Arya yang sudah berpakaian rapi, menghampiri Sasa yang masih mengaduk-aduk masakannya.

"Nasi goreng. Tunggu sebentar, ya. Aku tadi kesiangan," jawab Sasa sambil menoleh ke arah Arya, tetapi tangannya tidak berhenti mengaduk nasi yang sudah dicampur dengan bumbu, bakso, udang, dan sayuran di penggorengan.

"Duduk dulu aja, ini tinggal sebentar, kok," tambah Sasa lagi.

Arya duduk. Matanya memerhatikan Sasa yang sibuk dengan nasi gorengnya. Menunggu Sasa memasak untuk sarapan tiba-tiba menjadi sesuatu yang ia nantikan setiap pagi. Dari sarapan itu, ia seperti mendapatkan energi untuk bekerja seharian. Ia bersemangat. Hidupnya terasa lebih menyenangkan setelah menyantap masakan istrinya. Aneh sekali, pikir Arya.

Laki-laki yang memakai kemeja biru itu tersenyum. Seharusnya ia mengucapkan terima kasih kepada kakeknya yang telah memaksanya menikahi wanita itu. Mempunyai teman hidup membuat hatinya terasa tenang. Meskipun pernikahannya tidak bisa dibilang normal, tetapi ia merasa semua sudah cukup. Bahkan akhir-akhir ini rasanya ia sudah tidak merasa mual saat memikirkan dirinya terikat dengan seseorang. Ataukah karena ia cukup memahami bahwa ikatannya dengan Sasa hanya sebuah ikatan yang rapuh?

Arya mendesah. Dengan terus memerhatikan istrinya, pikirannya malah terbang kemana-mana. Netranya tiba-tiba dengan kurang ajar menjelajahi tubuh istrinya yang masih menggunakan baby doll. Bukan pakaian seksi, tetapi tetap terasa intim. Karena ia tidak pernah melihat perempuan memakai pakaian rumahan seperti itu.

"Sial!" umpatnya tanpa sadar.

"Apa Mas?" tanya Sasa yang mendengar umpatan pelan Arya.

"Bukan apa-apa. Ini lagi baca WA Ryan." Arya mengacungkan ponselnya, mencoba beralasan. Segera ia menepiskan pikiran nakal yang sempat mampir di otaknya. Tidak boleh berpikir yang aneh-aneh, ia mengingatkan diri sendiri.

Tetapi pikirannya berkhianat. Ketika Sasa kembali melihat ke arah masakannya, diam-diam matanya melirik lagi. Arya bertanya-tanya, jika sekarang ia memeluk istrinya dari belakang, apa yang akan terjadi? Apa Sasa akan menyambutnya? Atau menendangnya?

"Sial!" Satu umpatan lolos lagi dari bibir Arya.

"Ryan kenapa lagi?" tanya Sasa heran.

"Eh, bukan apa-apa," jawab Arya dengan kikuk.

Nasi goreng yang telah matang, dipindahkan Sasa di atas dua piring. Untuknya dan Arya.

"Aku nanti ada janji sama teman di rumah makan dekat kantormu," kata Sasa di sela-sela sarapannya dengan Arya.

"Rumah makan yang mana?" tanya Arya dan menghentikan makannya sejenak, saat melihat kepada istrinya.

"Yang di lantai bawah. Satu gedung sama kantormu," jawab Sasa. Ia tahu kantor Arya, meskipun tidak tahu dimana ruangannya.

"Oh ... jam berapa?" tanya Arya.

"Habis asar, temanku bisanya jam segitu. Riset soal kerjaan peneliti. Anhar itu dulu temanku kuliah, sekarang kerja di LIPI," jawab Sasa lebih detail.

"Anhar itu cowok?" Ada nada tidak suka dari pertanyaan Arya. Sasa mengangguk. Tidak menyadari raut muka Arya yang masam.

Arya sudah menyelesaikan makannya dan mengusap mulutnya dengan serbet. Setelah itu bertanya kepada Sasa, "Naik apa nanti?"

I LOVE YOU -- Terbit -- Lotus Publisher Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang