04. Pertemuan yang Mendebarkan

5.5K 507 19
                                    

Dunia boleh terus berjalan dan berubah. Namun, itu tidak akan melemaskan sifat keras kepala Haribawa Janied. CEO sekaligus pendiri perusahaan PT. Janied Utama Tbk itu menahan geram kepada cucu kesayangannya yang belum menunjukkan tanda-tanda mendekati gadis yang ditunjuknya. Kali ini berbeda, sangat berbeda. Ada ikatan dari masa lalu di antara mereka. Perjodohan kali ini bukan lagi tentang bisnis.

"Panggil Arya ke sini!" perintah Haribawa pada Hasan, sekretaris setianya yang telah berusia lima puluh tahun.

Dengan takzim, Hasan mengangguk, lantas memanggil Arya langsung ke ruang CMO. Jika hanya melalui telepon, pasti tidak akan mempan. Dengan berbagai alasan, cucu bosnya itu pasti akan menghindar.

"Masih belum kamu hubungi?" todong Haribawa begitu Arya memasuki ruang CEO dengan enggan. Ia sudah bisa menebak setiap kata yang akan diucapkan oleh kakeknya.

"Nomornya sudah kamu simpan, kan? Kamu hubungi sekarang," perintah Haribawa.

"Nanti saja, Kek. Kenapa harus cepat-cepat?" protes Arya.

Haribawa menatap kesal pada cucunya. "Telepon sekarang! Atau kamu tidak pernah Kakek akui sebagai cucu," tegas Haribawa.

Arya mendesah. Memang susah kalau melawan orang tua. Mereka pasti menggunakan ketuaannya sebagai ancaman. Sebagai satu-satunya orang kesayangan yang tersisa, tidak mungkin Arya membantah terlalu keras kepada kakeknya. Dengan setengah hati akhirnya Arya menghubungi nomor yang sudah diberikan kakeknya sejak tiga hari yang lalu.

"Asalamualaikum," sapa gadis di seberang telepon.

"Waalaikum salam, saya Aryasatya. Anda Xavera ...." Arya belum selesai berbicara ketika gadis itu memotong, "Panggil Sasa saja."

"Oh, oke." Jadi panggilannya Sasa, batin Arya.

Diam sesaat.

"Seperti yang Anda tahu, kita ...." Arya ragu mengatakannya. Rasanya kikuk. Sudah lama sekali dirinya tidak mengajak kencan seorang gadis. Hei, kencan? Ini hanya perjodohan bodoh seperti perjodohan-perjodohan sebelumnya.

"Saya tahu. Saya siap bertemu Anda. Seperti keinginan para orang tua," kata Sasa lugas, tanpa basa-basi.

"Jam makan siang besok?" tanya Arya.

"Baik," Sasa mengiyakan.

"Anda saja yang menentukan tempatnya," balas Arya.

"Cozy Cafe?" usul Sasa setengah bertanya.

"Yang mana tempatnya?" tanya Arya.

"Jalan Kramat Raya, dekat Rumah Sakit. Tempatnya agak menjorok ke dalam, kecil tapi enak buat nongkrong," terang Sasa.

Arya tampak berpikir sebentar, mengira-ngira keberadaan tempat itu. "Oke, sepertinya saya tahu tempat itu," ucapnya menyetujui usul Sasa.

Arya menutup teleponnya setelah mengucap salam. "Sudah. Kakek puas, kan?"

Haribawa terkekeh. "Bagus. Lebih dari biasanya, Kakek harap kali ini kamu benar-benar menikah," kata Haribawa seraya menepuk pundak Arya, lalu berjalan menuju meja kerjanya.

Arya termangu di tempatnya. Hatinya diliputi ketakutan lagi.

**

Keesokan harinya pada jam makan siang.

Memasuki halaman Cozy Cafe, Arya menilai tempat ini memang nyaman. Darpada kafe-kafe yang pernah dikunjunginya, kafe ini terbilang kecil. Rasa heran sedikit menyusupi hatinya. Gadis bernama Xavera Zachira yang meminta dipanggil Sasa itu, kenapa mengajaknya di tempat sederhana seperti ini? Bukankah ia tahu Arya adalah orang kaya? Perlukah Arya waspada kali ini?

I LOVE YOU -- Terbit -- Lotus Publisher Where stories live. Discover now