10. Jodoh dan Kutukan

5.4K 500 33
                                    

Hasan, sekretaris Haribawa, mengintip dari balik rimbun bunga-bunga. Dari balik kacamata plusnya, ia bisa melihat Arya yang telah menaiki Corolla Altisnya. Ia melirik jam tangannya yang menunjukkan pukul setengah delapan. Seperti kebiasaannya, cucu atasannya itu selalu berangkat ke kantor pada jam ini. Ia menunggu sampai Satpam membukakan pintu gerbang, lalu mobil Arya menghilang ditelan ramainya jalanan pagi.

Mata Hasan beralih ke rumah Arya yang berada paling dekat dengan gerbang rumah keluarga besar Janied. Darmi, asisten rumah tangga yang hanya datang dari jam tujuh pagi sampai jam empat sore, sedang menyapu teras. Sedangkan Sasa baru saja masuk ke dalam rumah setelah berbicara kepada Darmi, yang dibalas dengan anggukan oleh perempuan gemuk empat puluh tahunan itu.

Ini waktu yang tepat menemui istri Arya, Hasan membatin. Kemudian ia melangkah menuju rumah Arya.

"Pagi, Bu Darmi. Bu Sasa ada?" tanya Hasan dengan ramah.

"Oh, Pak Hasan. Ada, Pak. Barusan masuk rumah," jawab Darmi memberikan informasi yang sudah diketahui Hasan.

"Saya bisa ketemu, Bu?" tanya Hasan lagi.

"Bisa, Pak. Mari saya antar," jawab Darmi seraya mempersilakan Hasan masuk ke rumah dengan sopan.

Lelaki yang sudah bekerja dengan Haribawa lebih dari dua puluh lima tahun itu mengangguk dan mengikuti Darmi. Melewati ruang tamu, mereka akhirnya sampai di ruangan yang dituju. Ruangan yang tersambung dengan dapur itu terdapat televisi besar di hadapannya. Televisi itu menyala, meskipun Sasa serius mengetik di laptop hitamnya. Sasa menengok ketika mendengar namanya dipanggil oleh asisten rumah tangganya.

"Pak Hasan ingin ketemu, Bu," Darmi memberitahu.

Hasan menganggukkan kepala dengan takzim.

"Ada apa, Pak Hasan?" tanya Sasa setelah Darmi undur diri untuk melanjutkan pekerjaannya.

"Pak Hari meminta Bu Sasa ke rumah utama sekarang," ucap Hasan yang terdengar memaksa.

Sasa mengernyit. "Ada apa ya, Pak?" tanyanya heran.

"Saya tidak tahu, tapi sepertinya penting. Pak Hari ingin bicara khusus dengan Bu Sasa," jelas Hasan.

"Oh. Ada apa ya?" gumam Sasa.

"Ehm, pesan Pak Hari, saya diminta menunggu Bu Sasa. Harus sekarang," imbuh Hasan serius.

Sasa mengernyit heran, namun tidak mengatakan apa-apa. Ia pikir nanti setelah bertemu Haribawa, pasti ia tahu jawabannya.

"Baik. Saya ganti baju dulu, Pak," kata Sasa, lantas ke kamar untuk mengganti kaosnya dengan tunik, agar lebih pantas bertemu dengan orang yang dihormatinya.

Kemudian Sasa mengikuti Hasan menuju rumah utama. Hasan yang serius, tampaknya memang tidak suka berbasa-basi. Sasa pun sibuk berpikir, apa gerangan yang membuat Haribawa sengaja mengundangnya saat tidak ada Arya. Tak ada yang berbicara, hanya langkah kaki mereka yang terdengar.

Anjani yang sedang duduk di teras rumahnya sambil membaca majalah fashion mengernyit, saat melihat mereka berdua melewati koridor di depan rumahnya.

Sementara itu, Haribawa Janied sedang berada di ruang kerjanya yang berada di lantai dua rumah utama. Ruangan itu besar dengan meja kerja, lemari-lemari berukuran besar yang berisi dokumen-dokumen, dan seperangkat meja kursi tamu. Kakek Arya itu memegang tongkat kebesarannya seperti biasa. Berdiri di dekat jendela sambil memandang ke tengah halaman kompleks rumah mereka. Dari tempat itu, ia bisa melihat siapa saja yang keluar-masuk kompleks rumah keluarga Janied.

"Pak Hari, Bu Sasa sudah di sini," suara Hasan membuat Haribawa menoleh.

Haribawa tersenyum kepada cucu mantunya, lalu berjalan mendekati Sasa sambil mengentakkan tongkat.

I LOVE YOU -- Terbit -- Lotus Publisher Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang