Babah Bilang

1.9K 216 47
                                    

Arsen duduk anteng memainkan mainannya di tengah ruangan, tidak mempedulikan hiruk pikuk orang-orang di sekitarnya. Hari ini, untuk kesekian kalinya ia ikut ke lokasi pemotretan Shania, jadi anak laki-laki itu sudah terbiasa dengan kesibukan yang terjadi di sekitarnya.

"Wey, ada jagoannya Shania, nih." Ujar Kinan, ia berjongkok di depan Arsen. Tangan kanannya terangkat, bermaksud mengajak Arsen bertos tapi anak lelaki itu malah menarik tangannya dan menyaliminya.

"Lah?" Kinan terkekeh, ia mengacak puncak kepala Arsen. "Pinter banget, sih."

"Babah bilan, shalim."

"Iya dah iya." Kinan mengangguk malas. "Eh, Arsen udah minta adek belum ke Babah?"

Arsen menggeleng. "Babah bilan, minta ade te Tuhan butan shama Babah."

"Ih, sama Babah sama Bunda lah."

"No no no." Arsen mengangkat jari telunjuknya. "Shama Tuhan!"

"Pas tau gue pemotretan bareng lu, Boby ngajarin itu." Shania yang melihat interaksi keduanya melalui cermin menyahut.

"Pantes." Kinan bangkit, mengambil tempat duduk di samping Shania.

"Babah bilang apalagi tadi?" Pancing Shania, ada pertanyaan yang belum Arsen lontarkan kepada Kinan. Sebuah pertanyaan yang diajarkan oleh Boby sejak Arsen bangun sampai ia berangkat kerja.

"Apaan?" Tanya Kinan penasaran.

"Tunggu aja, mungkin dia lupa."

"Om Tinan!" Panggil Arsen setelah terdiam beberapa menit.

"Iya, apa?"

"Babah bilan, Tera tapan punya ade?" Tanya Arsen dengan wajah polosnya.

"Eh?"

"Nah, itu!" Shania tertawa sembari bertepuk tangan.

***

Boby tidak bisa menghentikan tawanya semenjak Shania menceritakan apa yang Arsen katakan kepada Kinan tadi siang. Tidak sia-sia ia terus mengulang pertanyaan itu kepada Arsen.

"Pinternya anak Babah." Ia mencubit pipi Arsen yang sedang berbaring di sebelahnya sambil meminum susu.

"Shatit." Arsen menepis tangan Boby.

Bukannya berhenti, Boby malah semakin mencubiti pipi Arsen yang semakin berisi.

"Babah!"

"Aduduh, gembul!" Boby mencubit pipi Arsen untuk yang terakhir kalinya sebelum benar-benar melepaskannya.

Plak!

"Itu anaknya sakit!" Shania memukul telapak tangan Boby. "Coba sini pipi kamu aku yang cubit." Shania menggapai pipi Boby dan mencubitnya

"Aaa, sakit, Nju." Boby menarik tangan Shania dari pipinya.

"Itu yang Arsen rasain."

"Tapi aku cubitnya gak sekeras itu. Kamu cubitnya penuh dendam, pake hati."

"Pake tangan."

"Iyalah, semerdeka kamu aja." Balas Boby malas.

"Abish." Arsen memberikan botol susunya kepada Shania.

"Lagi gak?"

Arsen menggeleng, "Nonton Bee."

"Pake hp Babah." Ujar Shania, ia beranjak menuju dapur.

Boby memberikan ponselnya ke Arsen, membiarkannya memilih video apa yang akan ia tonton.

"Itu terlalu dekat, jauh-jauh." Tegur Boby karena Arsen terlalu dekat dengan ponselnya. "Babah bilang jauh-jauh." Tegurnya lagi karena Arsen tidak mengubah posisinya.

"Arsen."

Arsen meletakkan ponsel Boby dan merangkak mundur hingga mentok di dinding. "Jau-jau."

"Nah, di situ aja. Jangan maju lagi." Ujar Boby menahan tawanya.

"Lah, kalau disitu nonton apaan? Gak keliatan, dong." Shania yang baru kembali dari dapur tertawa.

"Babah bilan, jau-jau."

"Iya, jauh-jauh. Arsen jangan maju lagi."

Shania menepuk paha Boby. "Sini, sayang. Deketan, sama Bunda."

Arsen menggeleng. "Jau-jau."

"Ih, ngambek. Kecil-kecil udah pinter ngambek." Ledek Boby.

"Boby!" Shania menepuk paha Boby. Ia bisa melihat mata Arsen mulai berkaca-kaca. "Bentar lagi nangis, tuh."

Boby tertawa, ia berdiri dan membawa Arsen ke gendongannya. Tidak butuh waktu lama untuk tangis Arsen pecah. Ia memeluk leher Boby dengan erat.

"Yah, kok nangis?" Boby meletakkan Arsen di sofa lalu berjongkok mensejajarkan wajahnya.

"Kalau nontonnya terlalu dekat sama hp, mata Arsen nanti sakit trus gak bisa melihat. Kalau Arsen gak bisa liat, Arsen gak bisa nonton Bee lagi. Arsen gak mau nonton Bee lagi?"

Arsen menggeleng.

"Nah, karna Arsen masih mau nonton Bee. Arsen gak boleh deket-deket nontonnya. Iya?"

Arsen mengangguk. "Iya."

"Pinter. Sekarang udahan nangisnya." Boby kembali menggendong Arsen, menimang-nimangnya sampai tangisnya berhenti dan tertidur.

***

"Kamu pinter ngajarin Arsen kalau matanya bakalan rusak kalau terlalu dekat sama layar. Tapi kamu sendiri gitu."

"Hmm?" Boby yang sedang serius dengan laptopnya menatap Shania bingung, membuat Shania jengah.

"Itu kamu natap layar laptopnya terlalu dekat, udah kayak natap cewek telanjang. Gak ngedip."

"Heh!" Boby melotot. "Yaiya dong, rejeki tuh namanya."

Srek!

Boby menerima satu tarikan di rambutnya.

"Aduh, sakit!"

"Kalau ngomong sembarangan."

"Yang mulai kamu padahal." Boby menggaruk kepalanya.

"Mau lagi?"

"Enggak, sayang."




Hai hai hai 😀😀😀
Mohon maaf baru bisa update sekarang 🙏🙏 selama puasa ini ngerasa gak ada waktu buat ngehalu 😅😅

Gak berasa ya, besok udah lebaran.

Minal aidzin walfaidzin, mohon maaf lahir dan batin semuanya.






Little PieceWhere stories live. Discover now