Punishment

1.7K 198 37
                                    

"Blummmm, ngeeeeng..., pit pit."

Boby yang sedang berbaring di karpet sedikit menggeser tubuhnya ketika Arsen menabrak-nabrakkan mainannya ke lengannya sambil menirukan suara klakson. Ia sedang fokus menonton pertandingan bola yang disiarkan salah satu stasiun tivi swasta.

Plak!

"Aww!"

Shania meletakkan katalog tas branded yang sedang di bacanya di sofa dan segera menghampiri Boby yang baru saja memekik.

"Kamu gak papa?" Tanyanya, ia menarik tangan Boby yang memegangi mata kanannya.

"Awas!" Boby menggeser bahu Shania agar bisa menatap Arsen, ia mengambil remote tivi yang Arsen pakai untuk memukulnya. "Arsen kenapa mukul Babah?"

Arsen diam, ia menunduk.

"Babah tanya, kenapa Arsen mukul Babah?"

"By," Shania mengelus lengan Boby agar suaminya itu tenang. Ia bisa melihat kalau Boby sedang emosi.

"Gak papa," Ujar Boby tanpa melepas tatapannya pada Arsen yang menunduk takut. Boby mengusap wajahnya dengan telapak tangan, mencoba meredam emosinya sendiri. "Arsen ikut Babah."

Ia berdiri dengan Arsen dalam gendongannya, membawa Arsen ke sudut ruangan lalu mendudukkannya di kursi kecil yang ada di sana. Ia mensejajarkan wajahnya dengan Arsen yang masih menunduk, mata putranya itu sudah berkaca-kaca.

"Arsen tau gak kenapa Arsen duduk di sini?" Tanyanya yang dijawab anggukan oleh Arsen. "Pinter."

Boby meninggalkan Arsen dan mendekati Shania yang masih tidak beranjak dari duduknya.

"Coba aku liat." Shania menarik wajah Boby untuk menghadapnya. "Agak merah."

"Gak papa."

Keduanya lantas melihat Arsen yang duduk diam di kursi yang sengaja diletakkan di sudut ruangan yang diberi nama punishment corner oleh mereka. Sesekali tangan kecil Arsen bergerak di tembok di depannya, posisi kursi memang sengaja menghadap ke tembok.

"Aku liatnya lucu, tapi kasihan juga." Ujar Shania

"Lucu karna bukan kamu kena pukul. Ini masih nyut-nyutan." Dengus Boby.

Cup!

"Masih nyut-nyutan gak?"

Boby menggeleng, "Nyut-nyutannya pindah ke bibir aku kayaknya."

"Yee, dasar!" Shania menoyor kepala Boby. "Udah kelamaan, tuh."

Boby melihat jam di ponselnya. "Eh, iya."

Ia berdiri, menghampiri Arsen dan duduk di depannya.

"Arsen suka duduk di sini gak?"

Arsen menggeleng.

"Arsen mau duduk di sini lagi?" Tanya Boby.

Arsen menggeleng lagi.

"Ngomong."

"Ndak," Air mata Arsen mulai menetes.

"Kalau habis bikin salah ngomong apa?"

"Maafin Alshen, babah. Hiks, hiks." Ujar Arsen sesenggukan.

"Peluk babah sini." Boby merentangkan tangannya, membawa Arsen ke dekapannya. "Arsen gak boleh lagi ya mukul-mukul orang."

***

"Bee warnanya apa?" Tanya Boby iseng.

"Tuning."

"Baju Babah?"

"Tuning."

"Masa kuning, ini warna hitam."

"Hitam?"

"Iya, liat. Warna Bee sama baju babah gak sama kan?" Boby menunjuk mobil-mobilan Arsen dan bajunya secara bergantian.

Arsen mengangguk.

"Bee kuning, baju babah hitam." Boby menunjuk baju Arsen. "Kalau baju Arsen warna putih."

"Putih!"

"Iya." Boby kembali menunjuk bajunya. "Baju babah warna apa?"

"Hitam!"

"Bee?"

"Hitam."

"Baju Arsen?"

"Hitam!"

"Kok hitam semua? Kamu buta warna ya?"

Plak!

"Kalau ngomong suka sembarangan." Omel Shania, sedang Boby memegang bibirnya yang baru saja di pukul Shania.

"Bunda ndak boleh putul-putul." Ujar Arsen, ia menatap sang Bunda dengan wajah galak. "Nanti dudu di tulshi ishmen."

Boby terkikik geli. "Tuh, dengerin."

"Diem kamu!"

"Bunda!"

"Iya, iya. Bunda minta maaf."

"Ishmen."

"Ishmen siapa, sayang?"

Arsen berdecak ia menarik tangan Shania dan membawanya ke kursi dimana tadi Boby mendudukkannya.

"Bunda dudu shini."

"Bunda gak muat duduk di sini, tuh kan." Shania mencoba duduk tapi benar tidak cukup karena kursi itu memanglah kursi berukuran kecil.

"Pake kursi ini, pasti muat." Boby muncul membawa kursi kerjanya dan menukarnya. "Gak usah banyak alasan, ayo duduk!"

"Kamu kok ngeselin, sih?"

"Harus ngasih contoh ke anaknya. Kata pepatah, guru kencing berdiri, murid kencing berlari."

"Gak nyambung."

"Disambungin. Ayo duduk."

"Ck, kok aku ngerasa didzolimi." Dumel Shania namun tetap duduk.

"Nah, gitu kan bagus. Nurut."

"Awas kamu ya." Ancam Shania kepada Boby yang justru memeletkan lidahnya.



🏃🏻🏃🏻🏃🏻🏃🏻

Little PieceWhere stories live. Discover now