17

83K 3.4K 34
                                    

"Fer, gue boleh bareng gak?" tanya Nadia dengan menenteng tasnya, menghampiri Fera. Saat ini keadaan kelas kosong, hanya tinggal mereka di kelas.

Fera terdiam sejenak, binggung dengan keadaan seperti ini. Bagaimana mungkin ia mengajak Nadia pulang bareng Yoga. Yang ada nanti bakal kebongkar semua rahasianya.

"Fer, lo gak mau ya?" tanya Nadia saat Fera diam tak bergeming.

"Haduh gue gimana nih? Kalo gak diiyain pasti dia bakal curiga."

Fera menatap Nadia dengan tersenyum meski agak terpaksa. “Mau," jawabnya.

"Bentar ya, gue chat kakak gue dulu" lanjut Fera dengan beralasan demikian untuk membohongi Nadia.

Maaf banget ya Pak, hari ini Fera bakal pulang sama Nadia.

Send

Setelah pesan terkirim, Fera mengajak Nadia pulang. Sebenarnya ia merasa berat hati untuk tidak pulang bersama Yoga, tapi mau bagaimana lagi. Kali ini harus mengeluarkan uang lima ribu untuk pulang. Biasanya kan gratis numpang pulang bareng Yoga.

"Tadi lo chat apa?" Nadia diselimuti rasa ingin tahu, ia berjalan di sebelah Fera sambil menuruni anak tangga.

"Gue nyuruh kakak gue buat beli tepung."

Nadia mengernyitkan dahinya,"Buat apaan?"

"Buat mandi, eh canda deng. Gue sama kakak gue suka bikin kue bareng. Seru pokoknya," jelas Fera, tersenyum simpul.

Nadia hanya mengangguk, lalu mereka berjalan sampai parkiran.

"Oh iya Nad, gue gak bawa mobil. Mau kan pulang naik angkutan umum?" tanya Fera memastikan apa Nadia mau ikut dengannya atau tidak.

"Naik taksi aja Fer, gue gak mau naik angkutan. Pasti dempet-dempetan duduknya, bau apek, panas lagi."

Fera terkekeh mendengar celotehannya. "Seru tau naik angkutan, bayarnya lebih murah lagi."

"Pokoknya gue gak mau."

"Ehm--gue tetap mau naik angkutan. Biar irit, gak mau buang duit banyak, lagian gue mesti nabung buat beli keperluan mendadak. Misalnya, beli barang kebutuhan pribadi gue sendiri."

"Lo kan bisa minta orangtua lo," celetuk Nadia.

Fera melanjutkan langkahnya keluar gerbang diikuti Nadia. "Selagi gue bisa nyisihin duit jajan, kenapa enggak ya kan?"

"Kalau lo gak mau. Lo bisa naik taksi," lanjutnya, bukannya ia tak mau naik taksi. Lagi pula, ia melakukannya supaya Nadia kapok. Sehingga tidak meminta untuk pulang bareng lagi suatu saat.

"Ehhh, gue ikut" seru Nadia berlari ke arah Fera yang sudah jauh di depannya.

"Emang rumah lo searah rumah gue ya?" tanya Fera. Ia tidak tahu menahu soal rumah Nadia, karena ia belum mengetahui secara detail tentang seluk beluknya.

"Iy--ya , searah lah" jawabnya terbata.

Fera menatap Nadia sebentar lalu menatap jalanan. Ia menghembuskan nafas lega saat angkutan yang biasa ia tumpangi sudah terlihat wujudnya.

"Kesana yuk, itu udah ada angkutan" ajak Fera berjalan mendahului Nadia.

Nadia hanya mengangguk saja dan mengikuti Fera. Baru kali ini ia menaiki angkutan, karena terpaksa.

Setelah menyetop angkutan yang lumayan agak penuh, Fera dan Nadia masuk. Fera memilih duduk pinggir dekat pintu angkutan. Sedangkan Nadia duduk di sebelah bapak-bapak.

Sesekali Fera melirik Nadia, ia terkikik geli saat melihat Nadia menutup hidungnya. Fera yakin setelah ini dia bakalan kapok.

Fera ingin tertawa lepas, ketika bapak-bapak di sebelah Nadia menoleh kearahnya dengan tersenyum menampakkan gigi ompongnya. Nadia langsung membuang muka, menahan hasratnya untuk segera turun.

Hanya 15 menit perjalanan ke arah rumah Fera. Ia turun di jalan dekat gang masuk kompleknya.

"Nad, gue duluan ya. Lo hati-hati," ucapnya sebelum turun dari angkutan.

Nadia mengangguk. Fera segera turun dari angkutan dan berjalan menuju arah rumahnya. Tapi ada perasaan ganjil yang ia rasakan. Ia kembali berjalan ke tempatnya diturunkan tadi. Fera menyembunyikan dirinya di belakang pohon besar, disana ia melihat Nadia.

Rasa penasaran muncul dibenak Fera, ia tak ingin menghampiri Nadia langsung. Cukup mengamati gerak-geriknya dulu.

Fera tak bisa mendengar apa yang di katakan Nadia saat menelepon seseorang.

"Nadia kenapa ya?" gumam Fera.

Fera terkejut dan langsung menurunkan badannya ketika Nadia sempat menoleh ke belakang. Untung saja, Nadia tidak melihatnya.

"Kampret lo Nad, bikin gue kaget. Untung gak masuk ke got," lirih Fera sebal.

Hanya berselang 10 menit, sebuah mobil hitam berhenti tepat di depan Nadia. Fera tidak tahu siapa yang ada di dalam mobil itu. Tatapannya terhenti ketika Nadia masuk ke dalam mobil dan mobil itu langsung melaju cepat begitu saja.

Fera tak ingin berprasangka buruk tentang Nadia, ia malah berfikir bahwa Nadia tadi menelfon supir pribadinya untuk menjemput. Tapi yang membuatnya binggung kenapa mobil yang ditumpangi Nadia berbalik arah dari jalan.

"Mungkin dia punya rumah banyak."

Fera menggaruk lengannya yang gatal sampai merah, tanpa ia sadari ada serangga di pohon itu. Fera langsung keluar dari tenpat persembunyian dan berjalan pulang dengan masih menggaruk lengannya pelan.

"Tanganmu kenapa sayang?" tanya Mila ketika mendapati Fera masuk ke dalam rumah dengan melihat tangan Fera yang memerah.

"Digigit nyamuk kayaknya," jawabnya, mana mungkin ia bilang kalau tadi habis mengintai temannya.

"Kok bisa? Kamu dari mana aja?"

Fera menatap lamat mamanya. "Fera kan baru pulang dari sekolah."

"Yaudah mandi sana! Tangan Mama jadi gatal kan gara-gara ngeliat kamu." Mila menggaruk-garuk tangannya dan melenggang pergi.

Fera terheran dengan mamanya itu, bukannya ngasih salep atau apa gitu buat nyembuhin gatal. Eh malah disalahin.

_____

"Kamu seriuskan mau menikah sama Fera?"

"Kalau aku gak serius mana mungkin waktu itu aku nerima perjodohannya Ma. Yoga tahu Ma, mana perempuan yang baik untuk menjadi pendamping Yoga seumur hidup. Meski nanti menikah tanpa dasar cinta, Yoga yakin suatu saat nanti ada waktunya. Yoga dan Fera saling mencintai, menyayangi satu sama lain."

"Ternyata anak Mama yang dulu masih suka ngompol udah gede ya sekarang" kekeh Rina sambil mengelus kepala Yoga dengan lembut.

"Wajarlah Ma, masih ngompol waktu bayi" cibir Yoga.

"Kamu lupa? Mau berangkat ke SD waktu kelas dua masih ngompol terus."

"Udah Ma jangan diungkit lagi." Yoga memasang wajah masamnya.

"Tau gak? Mama kemarin sore ketemu Nadia," ucap Rina mencoba mengalihkan pembicaraan untuk memberitahu Yoga perihal ia bertemu dengan Nadia.

"Dia ngomong apa sama Mama? Gak ngelakuin apa-apa kan?" tanya Yoga untuk memastikan bahwa Nadia tidak melakukan hal di luar dugaannya.

"Dia udah tau hari pernikahan kamu."

"Mama yang kasih tau?" Yoga menatap lekat mamanya.

Rina menggidikkan bahunya, "kayaknya dia tau sendiri."

"Mama minta maaf ya. Gara-gara Mama, kamu jadi kenal wanita itu. Mama gak tau kenapa dia seperti itu, padahal dulunya Mama kira dia orang baik, penurut dan lugu seperti yang Mama lihat dulu," lanjutnya.

"Jangan ngomongin wanita itu Ma, aku gak nyangka dia bakal muncul lagi di kehidupan kita. Sekarang kita harus lebih berhati-hati."

My Husband Is A Math Teacher Where stories live. Discover now