22

73.9K 3.5K 236
                                    

Yoga menyandarkan kepalanya pada headboard, kakinya menjulang lurus di atas ranjang. Matanya terpejam, bayangan wajah Fera terlintas di otaknya.

Entahlah, gadis itu selalu ada di pikirannya sejak pertama kali dijodohkan saat itu. Rupanya gadis itu mampu membuat gejolak di hatinya. Ya, dia lah Fera. Gadis yang pertama kali memenuhi ruang hatinya, membuatnya menjadi gila ketika tak disapa gadis itu.

Bahkan sudah seminggu ini Fera masih saja sangat cuek pada Yoga. Buktinya tadi siang waktu pulang sekolah, Yoga bertemu Fera yang sama-sama melewati koridor, namun siapa sangka gadis itu pura-pura tidak melihatnya.

"Ini semua salahku, kalau aku percaya padanya, tidak akan seperti ini jadinya," gumam Yoga merutuki dirinya sendiri.

"Kalau perjodohannya dibatalin aku gimana ya? Masa mama mau cari jodoh lagi, udah kayak ajang pencarian jodoh aja. Pokoknya aku gak mau nikah kalau gak sama Fera," lanjutnya langsung turun dari ranjang dan membasuh muka di wastafel kamar mandi.

Yoga menatap pantulan wajahnya di kaca. "Kenapa aku seperti orang gila gini?" ucapnya sambari menatap jerawat yang tumbuh di wajahnya.

"Yogaa..." panggil Rina di balik pintu kamar sambil mengetuknya berulang kali.

"Iya Ma, bentar" sahut Yoga, langsung keluar dari kamar mandi dan membuka pintu kamarnya.

"Kenapa gak turun? Ini udah waktunya makan malam,” tanya Rina menatap Yoga dengan seksama.

"Kepalaku pusing Ma,” ucap Yoga sembari memijat pelipisnya pelan.

"Ayo makan dulu, nanti minum obat!" ajak Rina, berjalan terlebih dahulu ke bawah.

Banyak makanan tersaji di meja makan, Yoga menatapnya tidak selera. Rasa mual tiba-tiba muncul, segera ia pergi ke wastafel dekat dapur, lalu memuntahkan isi perutnya.

Rina langsung berlari menghampiri anaknya itu lalu memijat tengkuknya. Setelah tidak muntah lagi, Rina menggiring anaknya untuk duduk di kursi.

"Mama buat teh hangat dulu,"ujarnya, lalu membuatkan teh hangat itu dengan cepat.

"Ini kamu minum.” Rina kembali dan menyodorkan tehnya di hadapan Yoga.

"Kamu kayak lagi hamil aja Ga,” celetuk Darma sambil menatap anaknya.

"Yoga lagi sakit Pa, masa cowok hamil. Gimana sih?" timpal Rina.

"Kamu makan dulu, nanti baru minum obat." Kini perhatian Rina tertuju pada Yoga.

Yoga menggeleng cepat, "Gak nafsu Ma," tolaknya.

"Nanti kamu tambah sakit, kamu harus makan,"cibir Rina, mengambil piring kosong lalu diisi nasi sedikit beserta lauk yang disukai Yoga.

“Ayo dimakan, biar sehat.” Rina meletakkan makan malam untuk Yoga.

Dengan terpaksa, Yoga memakannya sedikit, hanya beberapa suap lalu meminum obat yang diambilkan mamanya. Rasanya kepalanya itu mau pecah. Ia sangat pusing, badannya sedikit lemas gara-gara muntah tadi.

Rina memapah Yoga menuju kamar, menyuruhnya baring di ranjang. Tapi Yoga tidak mau berbaring, dia memilih duduk. Karena setelah makan tidak baik jika langsung tidur.

"Kamu istirahat aja, jangan banyak pikiran. Kalau belum sembuh jangan kerja dulu. Nanti langsung tidur, kalau ada sesuatu kamu bisa panggil Mama," ucap Rina sambil mengelus pundak Yoga pelan.

Yoga hanya mengangguk dan menatap mamanya keluar dari kamar.

"Fera, aku kangen sama kamu," gumam Yoga sembari memejamkan matanya. Berharap, di saat sakit seperti ini Fera lah yang merawatnya. Andai saja.

My Husband Is A Math Teacher Tahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon