11

13.8K 777 7
                                    

11

Vivian melambaikan tangannya pada Karin. Tidak lama kemudian mobil sport Freddy berlalu.

Dengan langkah lesu, Vivian menyusuri halaman rumah orangtuanya. Sepanjang siang ia harus bekerja keras untuk meredakan debar halus yang menyapa hatinya. Entah mengapa, Freddy begitu memesona, menyihirnya dengan tatapan matanya yang lembut dan hangat.

Apa arti debar ini? Semoga saja debar ini tidak berkembang lebih jauh, karena ia tidak mau mengkhianati sahabatnya sendiri.

Baru saja kaki Vivian menyentuh lantai teras, sebuah mobilsport yang tak kalah mewah, berhenti di depan rumah orangtuanya. Terlihat satpam mem-bukakan pintu pagar, lalu mobil itu masuk dengan mulus ke halaman rumah.

Dada Vivian kembali berdebar saat melihat sosok yang keluar dari mobil itu. Debar yang berbeda dengan yang ia rasakan pada Freddy. Bila pada Freddy ia merasakan sebuah debar yang halus dan nyaman, maka pada pria ini ia merasakan debar yang tidak menentu. Debar yang membuat seluruh darahnya berdesir dan jantungnya berdegup berkali-kali lebih cepat dari biasanya.

Pria ini begitu dingin tapi sangat memesona. Vivian yakin, tidak ada wanita yang tidak terpesona olehnya. Di depan pria ini, ia selalu merasa gugup. Tatapannya yang dingin menusuk, membuat Vivian tak berkutik.

“Apakah aku mengganggumu?” tanya Samuel datar.

Vivian terpaku. Ia menatap Samuel dengan bibir setengah terbuka, seolah Samuel adalah mimpinya di siang bolong.

“Apa aku begitu memesona hingga kamu harus terpaku seperti itu?” tanya Samuel geli. Namun begitu, nada suaranya tetap dingin.

Vivian tersadar. Seketika wajahnya terasa memanas menahan malu.

“Eh, iya... eh, maksudku tidak,” jawab Vivian gugup. Wajahnya terasa makin memanas. Debar di da-

danya juga semakin menjadi-jadi.

Apa yang salah dengan dirinya? Bagaimana mungkin hatinya bisa berdebar pada dua pria berbeda di hari yang sama?

“Ehm!” Samuel berdehem untuk mencairkan suasana yang kaku, ia berusaha tidak menanggapi kegugupan Vivian. “Tidak ingin menyuruhku masuk dan duduk? Minimal di teras,” kata Samuel sambil melirik kursi santai yang ada di teras rumah.

Wajah Vivian merona. Bagaimana bisa pria ini membuatnya salah tingkah seperti gadis remaja?

“Ah ya, maaf, silakan duduk,” kata Vivian akhir-nya. “Aku akan mengambilkan minuman untukmu,” kata Vivian sambil beranjak meninggalkan Samuel.

“Tidak perlu,” sahut Samuel cepat. “Sebenarnya jika kamu tidak ada acara, aku ingin mengajakmu jalan,” lanjutnya lagi, masih dengan nada yang sama dinginnya.

Vivian berbalik dan menatap ragu pada Samuel. Ia memang tidak ada acara apa pun hari ini, tapi berduaan dengan Samuel bukanlah pilihan bijak. Ia takut sepanjang siang ini ia akan menunjukkan sikap bodohnya di depan Samuel dengan terus melamun dan bersikap tidak menentu hanya karena sibuk menenangkan debar di dada.

“Diam berarti iya, aku ingin bertemu orangtuamu dan berpamitan.”

Vivian terpaku melihat sikap Samuel. Tidak menyangka pria muda ini begitu dominan, mengontrol semuanya sesukanya.

***

Bersambung...

Evathink

Heart is Never Wrong [Tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang