19

610 40 38
                                    

Gadis itu hanya bisa menangis saat melihat teman nya di pukul oleh beberapa orang. Temannya seorang diri melawan pentolan sekolah lain yang menculik gadis itu.

Darah keluar dari sudut bibir dan hidung lelaki tersebut karena tak bisa mengelak dari serangan para lawan. Ia hanya bisa menangis sambil menahan sakit di sekitaran tubuhnya yang sempat di pukul juga oleh beberapa wanita dari lawan tawuran sekolah nya.

Lelaki itu sudah terlungkup karena lemas, sedangkan lawannya tersenyum sinis.

"Matakna tong sok pahlawan jadi jelma. Sok-sok an datang kadieu, deuk caper nyak?" Kata lawan dari temannya itu.

"Isuk-isuk tong sok kuat nyak" katanya lagi yang disusul dengan tendangan kuat ke temannya sehingga terdengar suara retak di area rahang pria itu.

BUGH

"PANJIIIII"

Vinia terbangun, nafas nya tak teratur dengan mata membola. Keringat membanjiri wajah dan sekitaran tubuh nya.

Mimpi itu lagi, lagi dan lagi menjadi bunga tidur nya. Ntah apa yang membuat rekaman-rekaman masa saat itu bisa menjadi mimpi paling buruk nya sekalipun.
Bayang-bayang wajah sahabat nya, begitu sangat jelas.

Bahkan seperti nyata, seperti benar-benar berada di waktu itu. Vinia nyaris menangis saat mengingat-ingat kejadian yang membuatnya berpisah dengan teman baik nya disana.

Karena merasa dehidrasi, Vinia bangkit dari ranjang menuju dapur. Satu hal yang ia baru sadari, Andi sudah tidak ada di apartemen nya.


Mungkin pria itu merasa tak nyaman tidur dengan nya di ranjang yang sama. Padahal jika dengan wanita di bar Andi tak akan segan untuk tidur bahkan memeluk sampai pagi wanita itu.

Hah..

Vinia menenggak habis isi gelas dengan cepat karena dirinya benar-benar haus. Belum lagi perkara mimpi nya itu yang benar-benar membuat gadis itu kalut setengah mati.

Vinia mengusap wajah dari peluhnya, ia berjalan ke ruang tamu. Tak ada niatan untuk ke kamar dan lelap kembali.

Berbaring di sofa sambil memejamkan mata upaya merilekskan pikiran nya. Kenangan-kenangan nya selama di Bandung terus berputar seolah-olah Vinia berada di masa-masa itu.

Perlahan bibir nya mengukir senyum saat peristiwa-peristiwa menyenangkan di Bandung memenuhi pikirannya.

"Panji Panji" gumamnya kemudian terkekeh saat kenangan lucu bersama Panji seperti kaset film seketika berputar di pikirannya.

Mata Vinia terbuka lalu beranjak dari sofa menuju kamar. Ia membuka laci dan mengambil laptop dan handphone nya di nakas lalu kembali ke sofa.

Ia nyalakan laptop nya sambil melihat handphone. Ia tak terkejut jika di handphone nya banyak notifikasi masuk. Tak jauh dari pertanyaan dimana Vinia berada padahal jawabannya ada di mereka sendiri dan bisa mereka pikir sendiri.

Vinia melihat jam di layar handphone nya.

04.02 am

Masih ada waktu untuk dirinya bersantai sebelum sekolah untuk melaksanakan tugas nya sebagai mentor dan wakil ketua OSIS. Sungguh Vinia rasanya menyesal mencalonkan diri untuk menjadi ketua OSIS dan terpilih menjadi wakil nya.

Menguras waktu nya, kadang untuk waktu sendiri saja rasanya tak ada peluang. Tapi, ya sudah lah. Ada untung nya juga ia bisa mengisi waktu dan berkenalan dengan adik-adik yang menggemaskan (?) Mungkin beberapa saja.

Everything has changedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang