26

369 31 24
                                    

Vinia kini tengah melihat halaman belakang rumah keluarga Vero. Sungguh takjub bukan main ia melihat isi rumah Vero, seperti berada di masa depan. Ia tau jika dirinya sedikit kampungan tapi Vinia benar-benar kagum dengan isi rumah Vero. Perabotan nya benar-benar modern.

Ya walaupun tak sehebat itu perabot rumah Vero tapi tetap saja. Bahkan perabotan rumah nya masih terbilang ketinggalan jauh. Apalagi kolam renang indoor.

Hah, Vinia tak menyangka Vero hidup dalam kemewahan yang benar-benar mewah se mewah-mewahnya. Bahkan rumah Vero memiliki tiga lantai serta lift.

Rumah Vinia menangis melihat rumah Vero.

Dan halaman belakang, benar-benar luas. Ada rumah pohon di tengah-tengah halaman dan bawah nya di kelilingi bermacam bunga dan sayuran. Sudah seperti tempat perkebunan. Di ujung taman terdapat rumah kaca minimalis. Cukup untuk menampung bermacam-macam tanaman yang akan di panen setiap musim atau mekar nya.

Bisa Vinia lihat bagaimana beberapa orang ahli sedang menyirami dan merawat tanaman-tanaman tersebut. Mulai dari yang di luar halaman sampai di dalam rumah kaca itu.

Dan di sisi taman di tanami pohon cemara yang sudah ditata agar tidak menyemak area taman.

Hah.. sungguh indah bukan? Vinia saja merasa nyaman melihatnya. Segar, tak harus ia jauh-jauh pergi ke hutan kota untuk menyejukkan diri. Disini bahkan lebih nyaman.

"Dek"

Vinia menoleh lalu tersenyum. Mendapati Vero dengan dua gelas minuman di kedua tangannya. Kemudian Vero duduk di samping nya dan meletakkan 2 gelas minuman tersebut.

"Apani?" Tanya Vinia

"Capuccino dingin" singkat Vero.

Vinia hanya manggut-manggut lalu mengambil segelas capuccino tersebut dan menenggaknya sedikit.

"Ah gila seger banget!" Lalu Vinia kembali meminum nya hingga setengah.

Vero melihat nya hanya tersenyum tipis, bahkan sangat tipis. Orang tak akan mengira jika ia tersenyum.

Ia menatap Vinia lamat-lamat. Ah daritadi ia tak bosan melihat adik nya yang satu ini. Entah karna efek rindu, atau memang ia suka melihat Vinia.

Dari dulu sih. Tapi sekarang ia tak sembunyi-sembunyi melirik Vinia. Tak seperti saat SMA, ia melirik Vinia diam-diam. Kini ia melihat Vinia secara terang-terangan pun tak masalah.

Toh, ia sekarang kakak gadis ini. Iya, kakak. Garis bawahi, kakak.

Atau nanti akan berubah, dan ia tak menyangka ayahnya memutuskan untuk menjadikan Vinia—

"Kak?"

"Hm?!!!"
Nafas Vero memburu, terkejut dengan suara Vinia yang tiba-tiba memasuki indera pendengaran nya.

Vinia mengerjap, ikut terkejut saat Vero berdeham keras dan terjingkat begitu saja.

"K-kenapa? Suara gue kegedean ya? Maaf-maaf"

Suara Vinia yang lembut menusuk ke telinga nya hingga membuat getaran familiar yang menggelitik.

Jantung Vero kembali bersemangat karna gadis ini. Tolong Vero, siapapun tolong. Kali ini saja, pikir Vero.

"Kak??"

"Eh i-iya sorry gue ngelamun. Lo bilang apa dek?" Ujar Vero gelagapan. Lalu menenggak minuman nya hingga tersedak karna terburu-buru hingga membuat cairan itu masuk hidungnya.

Uhuk uhuk

"E-eh. Kak kok bisa siih" Vinia panik

Iya menepuk punggung Vero lembut sambil tangan kanan nya mengambil tissue yang ada di meja.

Everything has changedWhere stories live. Discover now