THIRTY ONE

9.5K 447 13
                                    

Menjelang jam 9 malam, cafe cinta mulai sepi. Banyak pelanggan telah selesai makan malam dan hanya tinggal beberapa yang duduk bersantai atau berkumpul dengan teman. Nina mengeringkan gelas dan menatanya pada lemari kaca yang sengaja dipajang. Ketika bunyi pintu terbuka, Nina langsung menghentikan kegiatannya untuk menyambut tamu. Senyumnya menjadi kaku ketika melihat sekelompok remaja yang datang.

Seorang remaja berambut cepak langsung berdiri di depan kasir dan bersiul ketika melihatnya. "Woah Ran, kakakmu cantik juga ya. Lebih cantik dari pada difoto benar gak?" Teman-teman yang mengikuti dari belakang ikut bersorak dengan semangat. Randy yang berdiri diantara mereka hanya diam dan menatap Nina dengan datar.

"Kak, boleh minta no wa nya gak? Ayolah, jangan pelit sama kami. Ngak akan kami sebarin kok ya." Remaja itu menempelkan kedua tangannya seolah-olah memohon padanya. Teman-temannya yang lain ikut menyemangati dan merekam kejadian itu.

"Maaf dek, nomor wa saya bukan untuk publik. Tolong matikan rekamannya dan silahkan memesan minuman." Nina dengan halus menolak mereka dan tetap tersenyum sesuai dengan etika kerjanya.

"Jiah, gak seru! Padahal aku udah pake mohon loh. Pelit banget sih! Ran, berapa no wa kakakmu?" Remaja berambut cepak itu merangkul pundak Randy sambil mengambil hpnya.

Randy melirik ke arah Nina sejenak lalu mengambil hpnya. Sebelum Randy memberitahu nomornya, Anggi datang dengan suara tingginya.

"Hey, bocah! Mau beli kopi apa ribut? Kalau mau kopi, pesan yang cepat! Kalau mau ribut, keluar sana!" serunya memekakkan telinga.

Randy dan remaja-remaja lainnya sampai menutup telinga untuk meredam suara Anggi. Namun sayang, hal itu tidak bisa meredam suara Anggi yang menggelegar. "Disini bukan tempat foto model! Kalau mau berpose-pose ya diagensi model bukan disini!" teriak Anggi lagi.

"Wah, payah ni cafe. Masa pelancak marahi pelanggan. Saya lapor sama bos mu ya!" ancam remaja berambut cepak itu.

"Gue pemiliknya, bocah laknat! Pergi kalian dari cafe ku!"

Remaja-remaja itu langsung lari pontang panting mendengar makian Anggi. Randy masih mematung ditempatnya. Saat dia ingin meninggalkan cafe, Nina memanggilnya.

"Randy."

Randy berhenti melangkah dan menoleh ke arah Nina.

"Udah makan? Mau kakak buatkan apa?" tanya Nina yang mendekat ke arahnya.

"Gak usah kak. Aku kenyang." Randy lalu menundukkan wajahnya dan menggigit bibir bawahnya. "Kak, nanti aku juga gak bisa-"

"Halah, alasan!" Anggi memotong ucapan Randy dan menatapnya dengan malas. "Alasanmu basi. Ntar gua yang antar Nina pulang. Udah biasa pun!" ucap Anggi ketus lalu meninggalkan kakak beradik itu.

Nina menepuk pundak Randy yang langsung ditepis olehnya. Ada rasa perih ketika Randy menolaknya. Bukan hanya hubungan dengan mamanya yang memburuk, hubungannya dengan Randy pun ikut retak. 

Nina selalu merenung dimana letak kesalahannya. Apakah usahanya selama tidak cukup untuk keluarganya? Nina lelah terus berada disituasi seperti ini. Rasanya dia ingin mengikuti saran Tommy untuk pindah rumah dan menjalani hari-harinya dengan tenang.

"Nanti pulangnya hati-hati ya." Nina memberi nasehat yang tidak digubris olehnya. Randy langsung meninggalkan cafe dan mencari teman-temannya.

Nina kembali melanjutkan pekerjaanya dan melihat anak-anak kuliah lain yang sedang berbincang-bincang sambil mengerjakan tugas. Ada rasa iri ketika Nina melihatnya. Sejak dulu dia ingin sekali merasakan rasanya menjadi mahasiswa. Jika waktu bisa diputar, Nina ingin kembali bersekolah. Tapi kini semua itu telah pupus. Keinginannya, selamanya tidak akan terwujud. Randy masih membutuhkannya dan dia tidak bisa menginggalkannya begitu saja.

Only youWhere stories live. Discover now