FORTY ONE

9.7K 434 9
                                    

Sudah beberapa hari ini, Nina menyadari ada ke anehan pada Alex. Walaupun dia bersikap biasa dan tersenyum padanya, Nina tahu jika ada sesuatu yang membuatnya murung. Sesekali, dia juga mendapati Alex menatap sedih ketika melihat tanggal. Nina ingin bertanya apa yang mengganggu pikirannya. Tapi dia takut jika itu melanggar privasi Alex dan membuatnya marah.

"Nina, apa ada yang terjadi diantara kalian berdua?" tanya Anna yang juga menyadarinya.

Nina menggeleng sebagai jawaban lalu kembali memotong sayuran. "Dia tidak menceritakan apapun padaku," balasnya muram.

"Aneh. Tidak biasanya dia seperti ini. Apa kau tidak mencoba bertanya?"

Nina meletakkan pisaunya dan kembali menggeleng. "Aku takut Alex akan marah kalau aku melakukannya."

"Oh, Sayang. Kalau kau yang bertanya, Alex pasti tidak akan marah. Ingat! Tidak ada rahasia dalam hubungan. Lagi pula, sebentar lagi kau akan menjadi nyonya Testa. Kau berhak mengetahui segala tentangnya."

Wajah muram Nina seketika berubah cerah. Alex adalah kekasihnya dan dia berhak mengetahui apa yang terjadi dan membantu mengatasinya. Nina tidak mau hanya berdiam diri dan membiarkan Alex menanggung semuanya.

Setelah memberanikan diri, Nina menyiapkan kopi untuk menemui Alex. Seperti hari-hari sebelumnya, Alex berada di ruang kerjanya dan berkutat dengan laptop. Nina menduga jika perusahaannya sedang mengalami sesuatu. Dia mungkin tidak bisa berbuat banyak untuk memberikan solusi. Namun, Nina ingin menghibur dan membuatnya tenang walau hanya sesaat.

Wangi kopi membuat Alex mengalihkan pandangannya dari laptop. Senyuman menghiasi wajah lelahnya ketika melihat dia datang. 

Nina meletakkan kopi di atas meja dan memeluk kepala Alex hingga membuatnya rilex. "Apa perusahaanmu ada masalah? Apa yang bisa kubantu?"

"Tidak ada apa-apa, Sayang. Perusahaan baik-baik saja," jawabnya sambil menikmati aroma Nina.

"Jangan berbohong. Aku tahu kau terlihat kesusahan beberapa hari ini. Ceritakan padaku. Siapa tahu aku bisa membantumu."

Tawaran Nina membuat Alex tersenyum kecil. Dia lalu mendudukkan Nina di pangkuannya dan memeluknya. "Nina, apa kau mau menikah denganku?"

Nina tidak terkejut dengan permintaan Alex. Sebaliknya dia justru membaringkan kepalanya di bahu pria itu dan memainkan kancing kemejanya. "Tentu saja. Aku sudah menjadi milikmu."

Nina mendengar hembusan nafas lega dari Alex. Alex pasti merasa takut kalau dia akan meninggalkannya karena perbuatanya waktu itu. Padahal Nina sudah memaafkannya dari dulu. Dia bahkan telah melupakan kejadian malam itu dan menyukai setiap waktu yang mereka habiskan bersama. 

"Kalau begitu, besok, ayo kita menikah! Aku sudah mengurus semuanya jadi tidak ada yang perlu kau cemaskan. Kumohon, jangan menolak, Sayang."

Ada rasa ketakutan dan sakit yang begitu dalam ketika Alex mengatakannya. Nina tidak tahu apa yang membuatnya menjadi seperti ini. Namun satu yang pasti, Alex tidak mau kehilangannya.

"Alex, apa kau mau mengatakan padaku apa yang sebenarnya terjadi?" 

Nina bisa melihat rahang Alex yang mengeras. Pria itu terlihat ragu sejenak sebelum akhirnya menyerah. "Sebentar lagi masa belajarmu disini akan selesai. Kau akan kembali ke negaramu. Aku tidak mau kau pergi. Aku mau kau tinggal disini, bersamaku."

Mata Alex berkaca-kaca saat mengatakannya. Dia merasa frustasi karena hari kepulangannya semakin dekat. Alex tidak rela jika harus berpisah walau hanya sementara waktu. Dia membutuhkan Nina, seolah-olah itu adalah nafasnya. Bila Nina tidak ada, Alex tidak tahu kegilaan apa yang akan menimpa dirinya.

Only youDonde viven las historias. Descúbrelo ahora