THIRTY TWO

9K 407 5
                                    

Setelah selesai menghitung pemasukan kas pagi dan mendata barang yang perlu distock, Nina meregangkan kedua tangannya ke atas untuk meredakan badannya yang pegal. Duduk seharian mengerjakan pembukuan sangat berbeda dengan berdiri melayani pelanggan. Banyak yang menganggap jika membereskan pembukuan itu mudah karena hanya duduk dan menghitung menggunakan kalkulator. Berbeda dengan pelayan yang harus seharian berdiri melayani tamu-tamu yang datang. Tetapi sesudah merasakannya langsung, Nina tidak menganggapnya demikian.

Nina lebih menyukai bertemu dengan banyak orang dan berinteraksi dengan mereka. Menurutnya dengan berhubungan langsung dengan mereka, maka dia akan mengetahui berbagai karakter orang. Memang tidak semua pelanggan yang datang adalah orang yang baik. Beberapa dari mereka ada yang sengaja mencari ribut atupun ketus. Namun, Nina menyukainya. Sekasar atau sebaik apapun pelanggan yang datang, dia akan melayaninya dengan baik.

Walau ini bukan pertama kalinya Nina mengerjakan pembukuan, tetap saja dia merasa lelah melihat banyaknya kertas bon yang berserakan. Biasanya Nina selalu mencicil pekerjaannya agar tidak menumpuk dan bisa menyelesaikannya tepat waktu. Tetapi semenjak cafe ramai, Nina tidak sempat untuk mengerjakannya. Kertas-kertas bon pun menjadi bertumpuk dan berdebu karena tidak pernah dibereskan.

Agar pembukuan terus berjalan, Anggi memintanya untuk mengajari dua pegawai lain untuk membuat kopi. Butuh waktu seminggu agar mereka berhasil membuat kopi yang sama dengannya. Setelah itu, Anggi mengalihkan tugasnya menjadi accounting dan membereskan pembukuan yang terbengkalai. 

Nina menyandarkan kepalanya pada bahu kursi dan mengamati tempat yang menjadi ruangannya. Tempatnya sekarang sama dengan ruangan yang ditempati Anggi. Ada sekat motif yang menjadi pemisah diantara mereka. Anggi sengaja membuatnya agar jika ada orang yang wawancara kerja tidak akan risih dengan keberadaannya.

Nina menutup mulutnya ketika menguap. Dingin AC membuatnya merasa mengantuk. Dia rindu dengan pekerjaannya sebagai pelayan. Biasanya Nina tidak akan pernah mengantuk karena sibuk melayani tamu yang berdatangan. Kelelahan dalam bekerja pun membuatnya lupa akan lapar. 

Nina lalu mengalihkan pandangannya pada jam dinding. Dia lalu bersiap-siap karena sebentar lagi waktunya jam makan siang. Cafe akan mulai ramai dan Nina ingin membantu teman-temannya bekerja. Setidaknya itu akan menghilangkan rasa bosannya setelah lama duduk diam membereskan bon-bon itu.

"Alex?" Ketika Nina hendak turun, pintu diruangannya terbuka dan memunculkan sosok Alex dengan wajah tersenyumnya. 

Alex lalu mendekati Nina dan memberikan ciuman di pipinya. "Aku merindukanmu," bisiknya.

Nina langsung menjauhkan dada Alex dan menutup telinganya. Ada rona merah di pipinya dan dia menatap Alex dengan wajah kaget bercampur horror. "Jangan tiba-tiba berbisik ditelingaku! Bagaimana kalau Anggi lihat? Aku malu!"

Senyuman Alex semakin lebar menampakkan deretan gigi putihnya. Dia lalu mengambil tas punggung Nina yang terletak di lemari dokumen dan menarik lengannya. "Ayo makan siang. Kau pasti sudah lapar kan?"

Nina menarik lengannya dan membuat langkah Alex terhenti. "Ada apa??" tanyanya ketika melihat Nina terlihat ragu.

"Itu, cafe sedang ramai jadi aku ingin membantu teman-temanku. Aku khawatir mereka kekurangan orang dan tidak sempat melayani - "

"Stop!" Anggi tiba-tiba muncul dan memotong ucapan Nina. "Stop! Stop! Stop!" ucapnya berulang kali lalu berdiri dihadapan Nina. "Kamu mau kebawah buat bantu-bantu ya?" tanya Anggi dengan mata menyipit.

Nina mengangguk sebagai jawaban lalu berikutnya Anggi mendorongnya hingga menubruk Alex. "Sana, jalan-jalan. Kalau kamu terus bantu, ntar mereka kebiasaan. Kan aku dah briefing sewaktu pindahin tugasmu. Jadi, istirahat sana. Hush... hush..." Anggi mengibaskan tangan layaknya mengusir binatang. 

Only youWhere stories live. Discover now