2 | Crazy Man

3.4K 322 2
                                    

Pria itu–Mingyu–menempati janjinya untuk melepaskan ikatan tangan dan kaki Wonwoo ketika pria itu terbangun keesokan paginya (atau mungkin malam karena yang ia lihat hanya gelap). Ya. Mingyu menerapkan peraturan pertamanya pada pagi ini–itu baik, maksudnya lebih baik dari sebelumnya meskipun kini Wonwoo merasakan ada sesuatu yang melilit kaki kirinya dan saat ia menggerakkan benda itu mengeluarkan bunyi gemerincing tepat seperti sebuah rantai.

Kesimpulannya ia terbangun di pagi hari saat sinar mentari menembus kain yang terikat menutupi matanya dengan keadaan yang jauh lebih baik dari sebelumnya hanya saja tahu bahwa setelah ini tidak akan bisa kabur karena terikat oleh rantai.

Jangankan kabur–berkeliling rumah ini saja Wonwoo ragu ia bisa.

“Kau sudah bangun?” sebuah suara menginstrupsi–sebuah suara yang hanya ia tahu dari mana suaranya tanpa tahu dari mana asalnya.

“Seperti yang kau lihat,” jawab Wonwoo. “Jam berapa sekarang?"

“Setengah jalan menuju angka sembilan,” jawab Mingyu. “Kau tidur lama juga ya. Hampir tidak terusik keberadaanku satu jam yang lalu. Aku bahkan sudah membuat beberapa keributan di dapur tapi kau malah tertidur seperti bayi kecil.”

Wonwoo mendengus. “Aku bahkan tidak bisa melihatmu. Bagaimana bisa aku menyadari keberadaanmu.”

“Aku yang memasangkan rantai itu pada kakimu dan dari yang aku lihat kau sama sekali tidak terusik,” ucap Mingyu dengan nada mengejek. “Tidurmu nyenyak semalaman? Apakah kau bermimpi buruk? Apakah aku ada di mimpimu?”

Wonwoo mencebik. “Aku bahkan belum pernah melihat wajahmu dan bagaimana bisa aku tahu bahwa aku memimpikanmu?”

“Apakah kau mengatakan itu untuk bisa melihat wajahku?”

“Aku bahkan tidak ingin melihat wajahmu.”

“Wow Tuan kata-katamu tajam sekali. Itu menyakiti hatiku,” Wonwoo mendengarnya bertepuk tangan pelan. “Karena kau telah menyakiti hatiku aku akan memberikanmu hukuman agar kau bersikap lebih baik.”

“Lakukan saja apa yang ingin kau lakukan. Jika perlu kau bunuh saja aku agar aku tidak berlama-lama terjebak dengan pria sepertimu!” seru Wonwoo. “Dan bahkan jika aku menjadi arwah penasaran aku tidak akan menghantuimu karena aku tidak ingin berada di dekatmu—”

Mingyu kembali membungkam Wonwoo dengan ciuman seperti kemarin malam. Wonwoo segera mendorong tubuh itu dengan kedua tangannya yang sudah tidak lagi terikat. Mungkin ya Wonwoo menyadari bahwa setelah ini ia akan mendapatkan masalah karena mulutnya yang terlalu licin dan tidak memiliki rem tapi ia tidak ingin diam saja.

Ia tidak ingin menyerahkan dirinya untuk orang seperti itu–ia tidak ingin berakhir di tangan orang itu dengan keadaan konyol dan ia juga tidak ingin berserah diri di hadapan orang itu seperti ia bertekuk lutut di hadapan Tuhan karena orang itu bukan orang yang pantas di minta pengampunan.

Mingyu hanya pria biasa yang mungkin memiliki sedikit gangguan pada psikis-nya.

Wonwoo tidak dapat menyangkal bahwa orang itu sedikit gila.

Tapi seperti pria gila di film-film yang pernah Wonwoo lihat. Mingyu memiliki tekad dan mental yang kuat hingga keinginannya terpenuhi dan yang dilakukan setelahnya adalah menahan kedua tangan Wonwoo dengan posisi seperti sedang mengurang Wonwoo di bawah tubuhnya dan ia mencium Wonwoo lebih dalam dan menuntut.

Menit berikutnya ketika mereka sama-sama kehabisan nafas–Wonwoo merasakan bibir pria itu turun ke lehernya dan membuatnya terpaksa mendongkakkan kepala mau tak mau. Wonwoo merasakan tubuh itu menjauh kemudian dan kedua tanganku terbebas tapi yang Mingyu lakukan setelahnya adalah kembali menindih tubuh Wonwoo dengan pakaian yang telah di tanggalkan.

“Aku mohon hentikan,” lirih Wonwoo karena aku tahu akan berakhir seperti apa aku jika pria itu sudah seperti ini. “Aku berjanji akan bersikap baik hanya saja jangan lakukan ini padaku.”

“Sekarang kau memohon padaku?” tanya Mingyu dengan deru nafas tepat di depan wajah Wonwoo dan pria itu hanya mengangguk pelan. “Sebuah kejutan dari Tuan Jeon yang terkenal tidak pernah ingin kalah.”

Wonwoo merasakan tangan Mingyu menelusuri wajahnya lalu berhenti pada dagunya dan membuat kepalanya harus mendongkak. “Kau sudah mendapatkan satu pengampunan jangan sampai kau melakukan dosa yang sama lagi. Lain kali aku tidak akan mengampunimu.”

“Mingyu—” gumamnya mengingat nama yang pria itu sebutkan kemarin malam. “Mengapa kau melakukan ini?”

Mingyu mengertak. “Berhentilah bertanya dan ikuti saja permainanku.”

Kini keyakinan Wonwoo bahwa orang ini gila meningkat dua puluh persen dari yang awalnya hanya sepuluh persen. Bagiamana mungkin ia bisa terjebak dengan orang dengan gangguan pada psikis-nya dari sekian banyaknya populasi manusia di muka bumi mengapa harus dirinya yang berada di posisi seperti sekarang. Apakah ia pernah melakukan dosa besar di masa lalu dan ini adalah balasannya?

Wonwoo juga berharap bahwa ini adalah mimpi dan ia akan terbangun sebentar lagi berkat pulpen mahal Mr. Han yang sukses mendarat di keningnya. Tapi semakin jauh Wonwoo mencoba untuk bangun dari mimpinya sebanyak jauh juga Wonwoo menyadari bahwa ia tidak bisa bangun. Semua ini adalah kenyataan dan sialnya ia ada di dalamnya.

Tidak lama setelah masing-masing dari dua orang yang mengisi ruangan itu bergelut dalam keheningan–terdengar suara pintu yang terbuka dan Wonwoo mendengar pria itu kembali bersuara. “Aku akan pergi ke luar dan membeli beberapa keperluanmu. Ada yang kau inginkan?”

Seketika Wonwoo teringat bahwa ia tidak bisa hidup tanpa satu hal yang belum ia dapatkan pagi ini. “Aku ingin yogurt. Aku selalu meminumnya setiap pagi sebelum pergi ke kampus. Bisakah aku mendapatkannya?”

“Aku tahu itu,” balas Mingyu. “Aku selalu melihatmu keluar dari minimarket setiap pagi dengan yogurt strawberry dan aku selalu mengambil kotak keempat pada lemari pendingin.”

“Kau memata-mataiku?”

Mingyu mengangkat bahunya. “Tidak juga. Aku hanya mengetahui banyak hal tentangmu. Itu saja.”

Wonwoo mendengus tidak percaya. “Kau telah melanggar privasiku Tuan Mingyu. Kau tidak seharusnya mengetahui apapun tentangku. Kau seharusnya tidak mengenalku.”

“Tapi aku tidak bisa menghentikan diriku sendiri untuk tidak mengenalmu,” ucap Mingyu. “Karena aku harus mengenalmu dan kau harus mengenalku setelah ini. Begitulah cinta berjalan.”

“Kau mengatakan bahwa ini cinta?” dengus Wonwoo. “Kau lebih mirip pada pria yang memiliki obsesi gila daripada pria yang mencintai seorang pria.”

“Berhentilah mengomel karena aku melakukan apa yang aku inginkan dan aku mencintaimu dengan caraku sendiri,” gertak Mingyu. “Dan kau harus mencintaiku sebagaimana aku mencintaimu. Bagaimanapun juga kau harus membalas perasaanku dan kau tidak boleh pergi kemanapun. Kau harus tetap berada di sini bersamaku bersamanya.”

“Kau tidak bisa memaksa seseorang untuk mencintaimu,” balasku. “Itu melanggar hukum alam.”

“Peduli apa aku?"

“Apakah kau peduli padaku?”

Bukannya jawaban yang Wonwoo dapatkan tapi malah pernyataan yang membuatnya harus menahan kesabarannya hingga ia bisa membebaskan dirinya sendiri. “Aku akan pergi sekarang. Ada makanan di samping tempat tidurmu dan juga air kelapa instan–kau bisa memakannya. Aku akan membeli apapun yang di jual di toko itu–kurasa kau tidak punya masalah dengan apapun dengan pakaian bukan?”

“Belikan saja aku pakaian normal yang di jual di sana!”

Sesaat Wonwoo mendengar suara tawa pria itu untuk pertama kalinya.
.
.
.
.
.
To be continued..

[✓] Stockholm Syndrome | MeanieWhere stories live. Discover now