5 | The Mansion

2.6K 265 2
                                    

Sore itu setelah kembali dari apartemen Mingyu mengajak Wonwoo mengunjungi suatu tempat-dengan tidak banyak bicara dan patuh Wonwoo duduk di kursi penumpang dan membiarkan Mingyu mengemudikan mobilnya melintasi jalanan yang asing bagi Wonwoo. Di sepanjang perjalanan yang Wonwoo dapatkan hanyalah gedung-gedung yang menjulang tinggi dan juga keadaan yang membuatnya yakin bahwa ia benar-benar berada jauh dari rumahnya atau setidaknya itu yang Wonwoo tahu.

Ketika mobil semakin menjauh dari keramaian kota Wonwoo tidak bisa berhenti berpikir ke mana Mingyu akan membawanya-apakah pria itu memiliki sebuah kejutan lagi untuknya? Sebuah kejutan yang lebih mengagetkan daripada membawa Wonwoo ke kediamannya atau membunuh seseorang di depan mata Wonwoo. Ia tidak bisa berpikir jernih setelah di kurung di dalam rumah selama berminggu-minggu dan mendapatkan perlakuan yang menuntut-Mingyu ini Wonwoo yakin ada yang salah dengan dirinya tapi Wonwoo tidak bisa untuk sekedar bertanya.

Wonwoo bergerak tidak nyaman di kursinya dan sesekali melirik ke arah pria yang tengah fokus pada jalanan-entah mengapa sebuah pemikiran gila menghampiri Wonwoo saat melihat pahatan wajah Mingyu dari arah samping. Ia ingat saat pertama kali bisa melihat wajah itu ada perasaan kagum yang masih terasa hingga sekarang-bukannya Wonwoo kagum akan keberanian Mingyu untuk menculiknya hanya saja Wonwoo menyadari ada desiran saat ia hanya menatap wajah itu sekilas. Mingyu benar-benar sebuah pertanyaan untuknya.

"Kau tidak akan bertanya kemana aku akan membawamu sayang?" tanya Mingyu ketika sudut matanya menangkap Wonwoo yang tengah memperhatikannya. "Dan jangan pandangin aku seperti kau tidak pernah bersamaku sebelumnya. Kau harus tahu bahwa aku juga milikmu."

Wonwoo menggeleng sekilas untuk mengusir pemikirannya. "Memangnya kemana kau akan membawaku?" tanyanya kemudian melanjutkannya dalam sebuah bisikan yang hanya bisa ia dengar. "Selain ke neraka tentunya."

"Rumah lamaku-ah bukan rumah orang tuaku lebih tepatnya," jawab Mingyu. "Tapi tenang saja aku tidak akan memperkenalkanmu pada Appa-ku secepat ini. Aku baru akan memperkenalkannya saat kau sudah benar-benar menjadi milikku."

"Memangnya sekarang aku bukan milikmu?" Wonwoo sendiri ingin mengutuk bibirnya yang melontarkan pertanyaan bodoh-pertayaan itu terdengar seakan ia mempertanyakan mengapa Mingyu tidak mengklaim-nya sebagai miliknya sepenuhnya saat Wonwoo mungkin memang beharap seperti itu-kemungkinan terjadinya hanya jika Mingyu bersikap baik atau Wonwoo jatuh cinta padanya. Ia tidak mengerti.

"Jangan bodoh," Mingyu mendengus. "Kau milikku hanya milikku dan jika aku tidak bisa memilikimu maka orang lain juga tidak bisa dan tidak akan. Hanya saja Wonwoo-ku sayang ada satu hal yang membuat aku belum bisa menjadikanmu milikku sepenuhnya-hatimu belum mengijinkanku untuk menempatinya. Kau mau membiarkanku masuk dan menduduki hatimu?"

"Apa kau berpikir aku akan memberikan hatiku sepenuhnya pada orang sepertimu?" Wonwoo tidak peduli pertanyaannya akan membuat Mingyu marah atau tidak tapi ia hanya ingin mengungkapkan isi kepalanya sebentar saja meskipun itu adalah hal terakhir yang ia lakukan. "Kau menculikku dan mengikatku lalu memberikan banyak peraturan yang harus aku patuhi tanpa ada kesepakatan. Kau juga telah mengatur hidupku dan memaksaku melakukan apa yang ingin kau lakukan tanpa menanyakan apakah aku mau melakukannya atau tidak. Kau juga telah membunuh satu nyawa di depan mataku-apa kau pikir aku baik-baik saja saat melihat kau menghabisi nyawa orang lain di depannya Mingyu-ssi? Apakah kau pikir aku bisa jatuh cinta kepadamu dengan cara seperti itu?"

Mingyu menghentikan mobilnya secara mendadak ketika Wonwoo menyelesaikan kalimat. Sabuk pengaman yang di gunakan Wonwoo berhasil menahan tubuhnya agar tidak menghantam dashboard dan Wonwoo merasakan detak jantungnya berdetak dua lebih cepat-entah karena hampir mengalami hal buruk atau karena telah membuat sang dominan marah. Dengan sedikit keberanian yang tersisa Wonwoo menoleh untuk memeriksa keadaan Mingyu-pria itu mencengkeram erat stir kemudi dan menatap ke depan dengan ketidaksukaan tergambar jelas di wajahnya. Detik berikutnya ketika mereka beradu pandang Wonwoo hendak mengungkapkan maaf sebelum terlambat tapi di luar dugaannya Mingyu marah menyuruhnya untuk turun-Wonwoo pikir Mingyu akan menurunkannya di tengah jalan karena perkataannya.

"Aku minta maaf jika menyunggingmu Mingyu-ssi tapi jangan turunkan aku di sini. Aku tidak tahu jalan pulang-setidaknya menjadi tahananmu untuk waktu yang lama lebih baik daripada aku harus tersesat dengan kemungkinan tidak di temukan jika aku mati," Wonwoo yang masih duduk di kursinya memelas menatap Mingyu yang menunjukkan wajah tampan ekspresi. "Mingyu-ssi aku hanya mengungkapkan isi kepalanya saja-kau tidak akan marah padaku hanya karena itu bukan?"

"Turun Wonwoo," Mingyu mengulangi-pria itu sepertinya tidak peduli dengan permohonan yang Wonwoo lontarkan untuknya. "Kita sudah sampai. Kau masih mau duduk di dalam mobil atau ikut aku ke dalam?"

Sedetik kemudian Wonwoo menyadari bahwa mobil yang mereka tumpangi berhenti di depan sebuah bangunan besar yang lebih mirip seperti sebuah bangunan tua tak berpenghuni daripada sebuah rumah tinggal yang penuh kehangatan kecuali fakta bahwa halaman depan masion itu tidak di tumbuhi rumput liar seperti rumah tak terurus pada umumnya. Ketika menyadari bahwa Mingyu sudah lebih dulu turun dan membukakan pintu untuk Wonwoo-ia segera turun dari mobil dan mengikuti langkah pria itu melintasi halaman depan masion. Ketika tiba di depan tangga yang menghubungkan hamparan rumput hijau dengan terasnya-Wonwoo merasakan bahwa Mingyu memegang tangannya seperti seorang pria dewasa yang ingin menyebrangi anak-anak di jalanan. Ketika tangan Mingyu membuka pintu besar itu dengan satu dorongan-Wonwoo mempererat genggamannya pada Mingyu.

"Tuan muda kau tidak mengabari bahwa kau akan datang," Wonwoo sedikit terlonjak dari tempatnya saat menemukan seorang pria tua paruh baya yang menyambut kedatangan mereka sesaat setelah Mingyu kembali menutup pintu di belakangnya. "Apa yang membuat Tuan muda repot-repot datang ke mari?"

"Tidak banyak Tuan Park," jawab Mingyu dengan datar. "Tolong siapkan kamarku dan apakah Appa ada di sini?"

"Dia hanya mengunjungi masion ini satu kali dalam sepekan atau sebulan seperti biasa," jawab Tuan Park yang tingginya hanya mencapai batas dada Wonwoo. "Dan apa yang bisa aku lakukan dengan tamu kita ini Tuan muda?"

"Dia kekasihku," Mingyu menoleh ke arah Wonwoo. "Turuti saja semua permintaannya."

Tuan Park mengangguk dan menatap ke manik Wonwoo. "Baiklah Tuan-"

"Wonwoo. Jeon Wonwoo," ucap Wonwoo dan setelah perkenalan singkat itu Mingyu menarik tangannya ke ruangan utama.

Mata Wonwoo tidak henti-hentinya menatap kagum ke arah dekorasi ruangan ini yang menunjukkan status Mingyu sebagai keluarga kaya raya-sebenarnya Wonwoo sudah bisa menebak bahwa Mingyu bukan berasal dari keluarga biasa saat melihat keseluruhan apartemen tempat pria itu mengurung Wonwoo tapi Wonwoo enggan memikirkannya saat itu. Merasakan Mingyu menarik tangannya saat Wonwoo menaruh atensi pada lukisan keluarga yang berukuran cukup besar-Wonwoo merasakan tubuhnya jatuh ke atas sofa dan Mingyu segera melingkarkan lengannya di sekeliling bahu Wonwoo dan mendekatkan kepalanya pada dada bidang Mingyu. Karena pergerakan yang tiba-tiba itu Wonwoo sedikit merasakan sensasi nyeri pada lehernya tapi Mingyu barangkali tidak menyadarinya atau tidak peduli sama sekali.

"Santai saja di rumahku," bisik Mingyu. "Sebentar lagi ini akan menjadi rumahmu juga Wonwoo-ssi."

"Mingyu-"

"Aku tidak ingin mendengarkan pertanyaan untuk saat ini," sela Mingyu dengan tegas. "Diam saja dan nikmati waktumu denganku sayang.

Wonwoo mengangguk dengan lemah sebagai jawaban.
.
.
.
.
.
To be continued..

[✓] Stockholm Syndrome | MeanieWhere stories live. Discover now