#As2. Bagian 15

9.1K 796 125
                                    

Panik, khawatir, bingung, semacam itulah perasaan Ahnaf sekarang. Ini kali pertama ia membawa ayahnya ke rumah sakit, ditambah dengan kondisi yang sedemikian rupa, membuat Ahnaf semakin tidak bisa bersikap tenang.

Keringat sudah membanjiri pelipisnya sejak sang ayah dilarikan menuju ruang IGD. Dan sekarang, justru disusul keringat dingin yang muncul di telapak tangan dan tubuhnya.

Ahnaf memegangi kepalanya yang tiba-tiba saja berdenyut. Ia beranjak duduk di kursi yang khusus disediakan untuk menunggu pasien. Tempat dimana seorang perempuan dengan rok lusuhnya tengah menunduk.

Hanna, perempuan itu hanya bungkam. Ingin sekali ia menenangkan sang suami, tapi untuk menyentuh lengan Ahnaf saja keberaniannya belum terkumpul sepenuhnya. Ia takut, Ahnaf belum terkondisikan perasaan kalutnya.

Hanna membenarkan posisi duduknya-sedikit bergeser dari tempat semula-melihat Ahnaf ikut duduk di sampingnya. Perlahan ia mendongakkan kepalanya. Terlihatlah wajah kusut lelaki itu.

Tangan Hanna mencoba meraih lengan lelakinya. Sedikit gemetar, tapi tidak mengurungkan niatnya untuk menyentuh tangan Ahnaf.

"M..mas Ahnaf," lirihnya. Kepala lelaki itu menoleh dengan gerakan lirih.

Mata sayunya menatap Hanna yang tengah memakai masker hijau. Perempuan itu memang sengaja membeli masker untuk menutupi wajahnya sebab lupa tidak mengenakan cadar. Sebenarnya bisa menggunakan alternatif jilbab, tapi mengingat sekarang ia hanya memakai jilbab instan tidak memungkinkan untuk bisa dipakai sebagai niqab.

"M..mas Ahnaf te..tenang, Ayah pasti ba..baik-baik aja," ucapnya gugup namun terdengar lembut.

Ahnaf menunduk tanpa menjawab. Lelaki itu menggenggam tangannya sendiri. Ralat, meremas.

Tangan Hanna mengusap lembut punggung tangan Ahnaf. Merasa dingin, Hanna meraih tangan suaminya itu.

"Tangan Mas, basah.." Hanna membawa tangan Ahnaf ke pangkuannya, mengusapkan telapak tangan suaminya pada roknya.

Ahnaf mengerjapkan matanya, kemudian beralih memandang wajah istrinya yang hanya terlihat mata, alis, dan keningnya.

"Istighfar, Hanna yakin Ayah kuat. Mas Ahnaf juga harus kuat," katanya lagi. Ahnaf menarik tangannya dari genggaman Hanna. Tidak sengaja netranya menangkap sesuatu di bawah sana. Suatu cairan yang sedikit demi sedikit menetesi ubin rumah sakit itu.

"Darah?" gumam Ahnaf. Ia menatap ke bawah lalu bergerak ke atas. Mencari sumber keluarnya cairan merah tersebut.

"Kaki kamu berdarah." Hanna tersentak kaget. Kakinya yang semula terlihat ia sembunyikan di bawah kursi yang sedang didudukinya.

"Engh, nggak ada, Mas. Itu punya pasien kali," alibi Hanna.

Tidak peduli jawaban istrinya, Ahnaf malah beringsut dari duduknya dan berjongkok di hadapan Hanna. Ahnaf memegang kaki Hanna, lalu berusaha menarik keluar dari bawah kursi. Akan tetapi, Hanna membuat kakinya menjadi kaku sehingga susah untuk digerakkan oleh Ahnaf.

"Siniin, Hanna. Ngapain kamu kakuin gitu?" tanya Ahnaf seraya menatap Hanna dari bawah.

"Nggak mau. Nggak kenapa-kenapa, Mas." Hanna menggeleng cepat.

Tanpa bersuara Ahnaf langsung berdiri dari jongkoknya. "Berdiri," titahnya pada Hanna.

Hanna menuruti perkataan suaminya meskipun sedikit kebingungan. Tanpa diduga lelaki itu justru mendekatkan tubuhnya pada tubuh Hanna dan membopongnya. Sontak Hanna terkejut. Baru saja hendak protes, bibirnya langsung terkunci begitu Ahnaf menyelanya lebih dulu.

"Jangan protes atau kamu jatuh."

Hanna tidak tahu dirinya akan dibawa kemana. Lagi-lagi ia hanya pasrah, dengan gerakan ragu Hanna mulai mengalungkan tangannya di leher Ahnaf.

"AHNAF" ( الزوج المثالي )Where stories live. Discover now