#As2. Bagian 16

9.2K 580 72
                                    


Selamat membaca.
Disarankan agar tidak menghujat dan memperluas hatinya, sebab ketidakseringan saya muncul di notif kalian:(

°°°

"Jadi, Ayah saya kenapa, Dok?"

"Sindrom koroner akut, yaitu kondisi di mana aliran darah menuju ke jantung berkurang secara drastis atau tiba-tiba. Gejalanya berupa nyeri dada berat, nyeri dapat menjalar ke lengan kiri, dan mual muntah. Faktor risiko yang dapat memicu terjadinya sindrom koroner akut slah satunya adalah orang yang berusia lebih dari 45 tahun dan menderita tekanan darah tinggi."

Ahnaf menganggukan kepalanya, sesekali memandang ke arah brankar di mana ayahnya terbaring dengan mata yang masih terpejam.

"Selain itu, kadar kolosterol dalam darah ayh Anda tergolong cukup tinggi. Itu juga menjadi penyebabnya. Untungnya ayah Anda segera dibawa ke sini sehingga kami bisa melakukan penanganan medis secepatnya," sambung dokter tersebut.

Helaan napas lega seketika terdengar dari mulut Ahnaf. Lelaki itu tersenyum tipis seraya bersyukur dalam hatinya.

"Kalau begitu saya permisi, ya," ujar dokter tersebut berpamitan.

Ahnaf beranjak mendekati ayahnya, sementara Hanna ikut mendampinginya. Kelopak mata ayahnya perlahan terbuka. Ia mengerjapkan matanya, lalu fokus pada satu titik yaitu wajah anaknya.

"Alhamdulillah, Ayah udah sadar??" Ahnaf tersenyum lebar, menundukkan tubuhnya sembari menggenggam tangan ayahnya.

"Klise. Udah tahu mata melek, ya sadarlah!" Ahnaf tersentak mendengar suara ayahnya. Tidak seperti orang sakit pada umumnya yang lemah, ayahnya justru seakan menahan kesal. Bahkan suaranya naik, tidak ada lirih-lirihnya.

"Ayah kenapa? Ada yang sakit?" tanya Ahnaf hati-hati.

Bukannya jawaban yang ia dapat, ayahnya hanya menunjuk perempuan di sampingnya dengan telunjuk.

"Loh kok?" kening Ahnaf mengkerut. Ia dan Hanna berpandangan, tidak mengerti apa maksud orang tuanya tersebut.

"Tuh, istri kamu! Yang harusnya sadar itu kamu," ujar ayah yang semakin membuat Ahnaf bingung.

Selang beberapa detik tangan ayahnya terangkat menuju perut Ahnaf. Jari-jari tangan yang mulai mengeriput itu mulai bergerak mencubit perut anaknya sampai si empu mengaduh.

"Ayah kenapa, sih? Sakit atuh, Yah.." Ahnaf memelas, berharap tangan ayahnya segera terlepas dari tubuhnya.

"Sakit? Itu nggak seberapa sama sakit hatinya istri kamu!" jawab ayah penuh penekanan.

"Ahnaf nggak ngerti, plis Ayah lepasin dulu cubitannya. Ini sih lebih parah dari cubitan Hanna," Ahnaf berusaha melepas tangan ayahnya sembari meringis.

"Sejak kapan kamu berani berkata kasar sama dia?" tanya ayahnya dengan mata melirik ke arah Hanna. "Apa Ayahmu ini sudah pikun, ya? Perasaan Ayah selalu ngajarin kamu buat memuliakan wanita, bukan begitu Ahnaf??" sambungnya.

"Maafin Ahnaf, Yah. Ahnaf kelepasan, Ahnaf juga udah minta maaf sama Hanna. Ini salah aku, Yah.." Ahnaf yang sudah tahu arah pembicaraan ayahnya itu langsung meminta maaf dan mencium punggung tangan ayahnya.

"Kamu pikir Ayahmu nggak bisa dengar meskipun kondisi Ayah lemah? Ayah nggak pernah ya, ngajarin kamu bertindak bahkan berkata kasar sama perempuan," Pak Harris  melepas genggaman tangan anaknya.

"Ayah, nggak papa. Mas Ahnaf udah minta maaf, lagi pun Hanna nggak apa kok," Hanna yang sejak tadi diam kini mulai angkat bicara. Ia berusaha menenangkan ayah mertuanya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 31, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

"AHNAF" ( الزوج المثالي )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang