1

498 57 30
                                    

Gadis itu terus menangis sembari memeluk figura kecil berisikan foto seorang pemuda di dalamnya, "Kak— kak byungchan kenapa tega ninggalin darin? Papa mama udah lama pergi, terus kenapa sekarang kakak juga mau pergi ninggalin Darin."

Gadis bernama Darin itu bahkan tidak peduli bahwa ini adalah rumah duka, yang terus dilakukannya hanyalah menangis. Bahkan sesekali memukuli kepala dengan kedua tangannya sendiri.

Sepertinya wajar jika Darin bersikap seperti ini. Setelah kepergian kedua orangtuanya dua tahun yang lalu, satu-satunya harapan gadis itu yang tersisa hanyalah kakak laki-lakinya.

Sudah dua tahun Darin menggantungkan hidupnya dengan hanya mengandalkan sang kakak. Saling menjaga satu sama lain.

Tapi tiba-tiba dihari ulang tahunnya kemarin, justru nasib buruk yang menghampirinya.
























Sore itu Darin terus menelponi Byungchan, meminta kakak laki-lakinya itu segera pulang dari tempat kerja. Tidak sabar ingin meniup lilin dari kue ulangtahun.

Tapi setengah jam kemudian, ada telfon masuk dari nomor Byungchan.

Darin tersenyum sumringah, mengira Byungchan ingin menanyakan kue ulangtahun seperti apa yang ia inginkan.

Detik berikutnya senyuman itu luntur, begitu yang terdengar adalah kabar bahwa Byungchan baru saja tertabrak mobil yang pengendaranya sedang mabuk berat.

Namun naas, belum sempat dilarikan kerumah sakit, napas Byungchan bahkan sudah tidak pernah terdengar lagi.





















"Trus sekarang Darin harus gimana kak? Darin udah ga punya siapa-siapa lagi. Hidup Darin sekarang gimana? Hiks—"

Tangisan gadis itu terhenti begitu melihat wanita asing berdiri didepannya, sambil membawa seikat bunga.

Wanita itu berjalan menghampiri figura besar berisikan foto Byungchan, yang dipajang didepan sana. Lalu berbalik berjalan kearah Darin, dan berhenti tepat didepannya.

"Darin yang sabar ya? Semua ini udah diatur sama yang diatas, mungkin udah takdirnya Byungchan begini." Wanita itu mengelus pelan rambut Darin.

Sejenak Darin terhenyak, darimana wanita ini tau namanya? Melihat wajahnya saja baru kali ini, tapi kenapa wanita ini berlagak seperti sudah lama mengenalnya? Apa karena wanita ini mendengar tangisan Darin barusan, makanya ia bisa tau namanya?

Melihat Darin seperti tidak akan merespon perkataannya, wanita itu hanya tersenyum. "Darin gausah khawatir untuk masalah hidup kamu kedepannya. Mau ikut kerumah tante ga? Mungkin tante bisa bantu memfasilitasi hidup kamu kedepannya."

Eh? Ini bukan modus penculikan kan? Lagian Darin juga udah besar emang masih ada orang yang mau nyulik dia?

Wanita itu terkekeh pelan melihat ekspresi kaget wajah Darin. "Hahaha, gausah takut gitu. Maksud tante, tante punya panti asuhan. Disana juga ada banyak anak yang seumuran sama kamu, mungkin aja tante bisa bantu kamu?"

"Beneran?"

"Iya. Kalo kamu mau, kamu bisa ikut tante buat lihat panti asuhannya dulu. Kalau kamu suka, kamu bisa nentuin mau tinggal disana atau engga." Tawarnya. "Jadi gimana? Kamu mau ikut?"

Pelan-pelan Darin mengangguk, meski masih terbesit rasa ragu di hatinya. Tapi yang namanya pertolongan tidak boleh ditolak kan? Mengingat sekarang kondisi Darin juga masih tidak jelas. Bisa saja kan ini pertolongan yang dikirim Tuhan untuk Darin?

"Boleh—"

"Nah, kalau gitu mulai sekarang Darin bisa panggil tante 'ibu'. Ayo ikut ibu kerumah." Ibu tersenyum senang sambil menepuk-nepuk pundak Darin.


























Ibu

Ibu

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
Red summer | Kang minheeWhere stories live. Discover now