8

183 46 30
                                    

Hyungjun meninggal. Setelah melalui serangkaian proses pemakaman, Hyungjun akhirnya dimakamkan.

Ibu bilang, ayah terjebak kesibukan diluar kota. Mungkin ayah baru bisa tiba 2 atau 3 hari lagi.

Hanya mengandalkan pendeta dan warga setempat, pemakaman pun dilaksanakan. Makam Hyungjun terletak di bukit belakang rumah panti.

Isak tangis terus terdengar. Padahal sudah hampir 40 menit pelayat meninggalkan makam, tapi mereka masih terus disana.

Bahkan sudah beberapa kali Wonjin jatuh pingsan. Pemuda itu masih tidak mau percaya, bahwa adik kandungnya benar-benar sudah pergi.

Sangat menyedihkan.

Tapi dibalik semua kesedihan itu, ada ibu yang sedang berusaha mati-matian untuk menahan senyum kegembiraannya.
























Begitu makam malam selesai, Darin langsung pergi menaiki tangga. Memilih untuk segera tidur dikamarnya.

Namun langkahnya terhenti begitu seseorang menarik tangannya dari belakang, "Loh, Minhee?"

Perlahan Minhee bergerak mendekat, lalu berbisik di telinga Darin. "Jam 11 malam nanti, datang ke kamar gue. Jangan sampai ketauan yang lain. Ada sesuatu yang perlu lo tau."

"Eh? Mau ngapain?" Tanya Darin.

Pemuda itu malah memilih bungkam. Berbalik badan, lalu menuruni tangga.

Aneh.


















Sesuai perintah Minhee, jam 11 malam Darin turun mengendap-mengendap dari kamarnya. Meskipun gadis itu masih ragu.

"Kenapa?" Tanyanya begitu sampai.

Minhee langsung menarik tangan Darin, dan mulai mengunci pintu kamarnya dari dalam.

"Gaada yang liat kan?"

Darin menggeleng, "emangnya kita mau ngapain sih?"

"Nanti juga lo bakal tau," ucap Minhee.



Pemuda itu mengambil sekop yang disimpannya di lemari. Lalu beralih membuka jendela kamarnya.

Minhee lalu melompat keluar, dan mengulurkan tangan kearah Darin. "Ayo!"

Ragu-ragu Darin mengikutinya.























"Loh, ini kan makamnya Hyungjun!? Lo gila, hampir tengah malam gini ngajakin gue ke kuburan!?!?!" Omel Darin sambil terus menyubiti tangan Minhee.

"Sakit anjir, rin. Udahan ngapa." Keluh Minhee, "ada sesuatu yang perlu lo tau."

Belum sempat Darin bertanya apa maksudnya, pemuda itu sudah mulai menggali makam Hyungjun.

Darin awto panik.

"HEHHH PANJUL, lo ngapain!?"


Bukan jawaban yang gadis itu dapatkan. Minhee hanya terus menggali, tidak memperdulikan sekitar.

"Min sumpah lo gi—"

Ucapan Darin menggantung begitu melihat makam Hyungjun yang sudah sempurna tergali. Tersentak melihat isi didalamnya.







"LOH JASADNYA HYUNGJUN KEMANA? MASA IYA JADI ZOMBI!?!" Histerisnya.








Jasad Hyungjun benar-benar menghilang. Hei, tidak mungkinkan kurang dari 24 jam, jasad Hyungjun sudah menyatu dengan tanah?!

"Mini, jawab pertanyaan gue!"

Minhee menggidikkan bahu, mengelap peluh keringatnya. "Gue juga gatau, rin."

"Trus kenapa lo bisa ngajak gue kesini, sekarang? Gamungkin kan lo gatau sesuatu!" Darin berjalan mendekat. Mencengkram kedua tangan Minhee.

Hening cukup lama, sebelum akhirnya Minhee memutuskan untuk berbicara.

"Karena dulu temen gue juga gini, rin. Dulu gue pernah ngikutin ibu, tanpa sepengetahuan dia. Dan— hal ini juga yang gue dapat." Ucapnya pelan.

Terlihat jelas Darin menggepalkan kedua tangannya. Menggerutu pelan. "Artinya ada yang ga beres sama panti ini. Kita harus cari tau, apa yang sebenernya terjadi—"




Lagi-lagi ucapan Darin menggantung.

"Kenapa, rin?"

"Min, itu bukannya ayah ya? Bukannya ibu bilang, ayah baru bisa sampai besok lusa? Trus kok ayah ada disini?" Gadis itu menunjuk kearah seorang pria yang tengah berjalan membelakangi mereka. Jauh didepan mereka.

"Bener. Itu emang ayah." Kata Minhee.

"Yaudah kalo gitu, ayo kita ikutin sekarang juga!" Ujar Darin menggebu-gebu.





"Ch-choi dd-darin. Tunggu—" cicit Minhee.





"Apa lagi sih!? Jangan bilang lo takut sama yang beginian!" Balas Darin kesal.

"G-gue bukan takut sama yang itu. Tapi yang ini rin—" Jawab Minhee sepelan mungkin.

Darin menoleh, mengikuti arah telunjuk Minhee menunjuk.


Kearah pohon. Menatap sosok yang tengah menyeringai kearah mereka berdua.


"Oh God." Darin menelan ludah, menatap kearah Minhee. "Gue itung satu sampe tiga. Abis itu kita langsung lari, oke."

Minhee terus mengangguk-angguk cepat. Berharap segera pergi dari tempat ini.



"Satu.. dua.. ti—"







"AAAAAAA LARIIIII, RIN. KUNTINYA TERBANG." Minhee langsung lari meninggalkan Darin, tanpa mengikuti aba-abanya.


"KANG MINI. TUNGGUIN GUE, BEGO."

Red summer | Kang minheeWhere stories live. Discover now