Semesta dan Jogja

8 4 0
                                    

Beribu kilometer dari rumah dan saat ini sedang dingin. Jelas saja, ini masih petang. Belum subuh bahkan. Study tour memang sangat melelahkan.

Duduk sendiri di trotoar dan sedikit mengantuk. Tetapi rasa kantukku menjadi hilang saat kulihat kamu yang baru saja turun dari bus dengan mata sayu khas bangun tidur. Kamu curang. Semua kamu miliki, ketampanan, keren, sekarang menjadi menggemaskan. Aku memalingkan wajahku saat pandangmu menjadi menujuku.

Saat adzan subuh berkumandang aku bergegas menuju tempat wudhu. Tetapi ditengah perjalanan aku melihatmu berjalan menuju masjid. Kamu yang sedang menngacak-acak rambut basahmu dan wajah dengan air wudhu yang masih melekat. Sekilas pandangan kita bertemu, kali ini kamu yang memalingkannya.

Kota Jogja kalah sejuknya dibanding melihatmu. Pasti Jogja sedang iri sekarang.

Di hari berikutnya aku sedang duduk di hamparan rumput bersama teman-temanku sembari bercanda tawa. Aku teringat telah meninggalkan ponselku di dalam bus. Kuputuskan untuk mengambilnya terlebih dahulu. Setelah itu yang kulihat malah kamu. Sedang tertawa dengan latar senja dan langit cerah. Ujung-ujung rambutmu berwarna jingga oleh sinar mentari dan angin yang usil bertiup kencangnya.

Aku tak ingin melewatkan momen ini barang sedetikpun. Meskipun berjarak beberapa meter, tak apa. Aku tak ingin mendekat. Cukup disini saja.

Hari terakhir aku dibuat cukup bingung. Di titik 0, kamu tiba-tiba menghampiriku. Tanpa mengucap sepatah kata kemudian berlalu begitu saja. Sampai sekarang aku penasaran, apa yang mau kamu utarakan saat itu. Tetapi aku tidak berani bertanya.

Pulang (Aksara Rindu Di Detak Jantungmu)Where stories live. Discover now