❃ PART 14 ❃

190 11 0
                                    

     Bagian hal tersuntuk bagi Freya adalah pelajaran kimia. Ia paling benci dengan pelajaran ini. Semua materinya selalu full dengan mengingat. Freya tidak paham akan materi itu. Setiap mapel ini, ia selalu memasang ear phone tanpa kabel di telinga kanan. Karna kebetulan duduknya ada di samping tembok. Untuk telinga kiri ia biarkan begitu saja.

Freya menunduk, bukan menyalin materi di papan, melainkan menggambar sesuatu yang membuat dirinya tak mengantuk di dua jam mapel ini. Ia menggambar asal tangan orang. Sampai menjadi gambaran pensil yang utuh. Freya tersenyum bangga dengan hasil gambarannya. Ia jadi membayangkan kapan dirinya akan bergenggaman tangan dengan Kenan.

"Ngelamun paan sih lo?" tanya Iren sedikit berbisik dengan mencondongkan tubuhnya ke gambaran Freya.

Freya melirik Iren dengan sadis, mendorong pelan bahunya agar tidak terlalu menempel ke tubuhnya. "Bukan apa-apa."

"Buktinya lo gambar itu, kenapa hayo?" tanya Iren mengeluarkan suara aslinya.

"Ekhem, Iren, Freya. Apa kalian paham dengan materi yang saya berikan?" ungkap bu Vivit mengagetkan keduanya.

Freya langsung menunduk menatap gambarannya. Sementara Iren menggaruk kulit kepalanya dengan pensil di tangan kanan, disertai wajah blo'onnya.

Tak lama bel tanda istirahat terdengar. Freya dan Iren bersamaan menghela napas pelan. Mereka rasanya ingin bersujud syukur karna jam mapel kimia telah habis, sebab keduanya sama-sama tidak memperhatikan guru di depan.

"Untung belnya bunyi di waktu yang tepat," gumam Freya seraya menelehkan kepalanya di atas buku catatan terbuka.

"Oi, Fre. Lo kemarin ke mana?" tanya Iren menopang dagu di hadapan Freya.

Dalam posisinya Freya menatap Iren. "Lo nggak baca surat dari Abang gue? Lo sekretaris apaan sih? Nggak becus tahu nggak," sembur Freya tak tahan.

Iren terkekeh pelan. "Ya enggak, lo beneran sakit? Padahal kan kemarin-kemarin lo baik-baik aja, kenapa mendadak sakit?"

Freya menegakkan tubuhnya, menatap tembok depan dengan kosong. "Gue nggak tahu, mungkin kecapekan atau masuk angin."

"Cuma itu doang?!" heboh Iren membuat perhatian di kelas.

Mata Freya membulat sempurna di hadapan Iren. "Tutup mulut lo bangke," umpat Freya geram.

Iren langsung mengontrol wajahnya menjadi biasa. "Cuma gara-gara itu lo nggak masuk cuy?"

"Iya, emang kenapa? Lagian juga gue males ke sekolah karena kejadian Valdi sama Ari itu."

Gadis itu menurunkan dagu berkali-kali. "Kayaknya mereka berdua udah musuhan sejak kejadian itu."

"Hem, gue masih nggak paham sama pemikiran mereka. Bisa-bisanya gue dijadiin barang di antara mereka." Freya memejamkan matanya sejenak. Lelah ia memikirkan apa yang sebenarnya mereka inginkan.

Karena tak ada kerjaan lain. Iren ikut menelehkan kepala di atas meja menghadap Freya. "Terus, hubungan lo sama cowok dari sekolah lain itu gimana?"

"Baik, mungkin bisa dibilang ada kemajuan hehe," cengir Freya menunjukkan gigi rapinya.

Iren ikut tersenyum. "Tapi, lo nggak takut sama ancaman Mora? Dia kayaknya gigih banget mau ngancurin hubungan kalian."

"Nggak, gue nggak peduli Mora mau ngelakuin apa. Yang terpenting gue bisa deket sama Kenan." Freya memainkan alisnya nakal.

"Gila, gila lo."

"Hem, emang. Lo tahu nggak sih? Gue tuh udah suka sama Kenan semenjak dia nolongin gue di halte waktu itu, gue udah cerita kan pas itu?"

Cinta Seorang Gamers (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang