Prologue

15.4K 880 33
                                    

Gadis itu tertunduk miris

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Gadis itu tertunduk miris.

Seandainya ia sedang di beri tugas oleh Malaikat untuk mencatat bagaimana kejinya perkataan orang-orang di sekitarnya, Jinae bersumpah hafal apa saja kalimat sarkas yang di lontarkan padanya selama dua jam terakhir serta memberi dua buku tebal berisi dosa orang tersebut. Oh, benar. Baru saja Jinae berpikir ia bisa menuliskan dosa-dosa orang lain sedang ia tidak memikirkan dosanya sendiri. Wah, bagus sekali. Tapi, bukannya zaman sekarang memang seperti itu? Maksudnya, Jinae hanya bersikap sebagaimana manusia-manusia sekarang bersikap. Mereka bisa mengomentari ratusan bahkan jutaan kesalahan orang lain tanpa berpikir bagaimana kesalahan bertengger dalam dirinya sendiri.

Jinae tidak pernah bermain sulit dengan hidupnya. Ia juga tidak pernah tahu apa tujuan serta kegunaan presensinya di dunia. Ia bisa bernapas dengan baik, makan dengan teratur, tidur dengan nyaman, berbelanja dengan tenang, tetapi semua itu di lakukan demi menetralisir rasa sakit yang terlanjur menancap apik dalam tubuhnya.

Kalau kebanyakan orang memilih untuk menangis saat sedang tertekan atau merasa sedih. Jinae justru memilih diam. Tidak ada air mata barang setetes pun. Namun rasa sakitnya jelas membawa dampak besar.

"Seberapa banyak air mata yang kau tahan supaya mereka tidak melesak keluar, Ji?"

Jinae menimang dengan kerutan di dahi, "Tidak tahu."

Sejujurnya, Jinae terus mengulang pertanyaan itu sebanyak yang ia bisa. Terlebih setelah ia sadar bahwa sosok yang mengucap pertanyaan itu sudah pergi lebih dulu meninggalkannya.

Taehyung meninggal.

Jadi, jika sekarang ia mampu untuk menjawab, kepada siapa ia akan mengutarakan jawaban itu?

Bahkan selepas kepergian Taehyung pun Jinae ingat sekali ia hanya terduduk lesu di sudut ruangan krematorium setelah semua tamu beranjak pergi. Jinae tidak menangis, ia hanya tersenyum tipis melihat bagaimana sosok Kim Taehyung tersenyum disana. Di dalam bingkai tepat di sebelah guci abunya di letakkan.

"Bagaimana bisa kau tersenyum manis setelah meninggalkanku? Hebat sekali kau, Kim, sialan."

Jinae menekuk lutut serta menumpukan kepalanya di sana. "Haruskah pertanyaanmu kujawab sekarang?"

Tidak ada jawaban. Gadis itu mendengus sebal. Entah mengapa dadanya semakin terasa sesak.

"Berjanjilah untuk mendengar sampai selesai. Jangan pergi dulu. Jawaban ini sudah kupikirkan dengan baik."

Jinae memiringkan kepala, hendak berpikir sebelum mengangguk samar. "Well, aku yakin kau tahu bahwa dunia dan seisinya membenciku. Hm, kecuali kau. Tentu saja." tubuhnya bergetar, namun tetap tidak ada air mata yang keluar. "Ibu dan Papa sudah di pastikan tersenyum senang melihatku menderita disini. Kau tahu, bagian tersulit dari hidupku adalah saat mereka memilih pergi sedangkan banyak hal konyol yang sudah mereka lakukan, dan sekarang? Aku yang menjadi tumbal. Tidak, ralat. Dari awal aku hidup, semuanya memang sudah tertulis jelas bahwa aku akan menanggung semua dosa orang tuaku."

FraudulenceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang