09| Soreness

3.7K 510 135
                                    

"Ayo bercerai,"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Ayo bercerai,"

Jungkook terkejut. Mendongak cepat pada wajah sang istri yang terlihat semakin kurus. Sejauh ingatan Jungkook, wanita ini selalu terlihat kuat, bahkan selama pernikahan mereka paling tidak Ye Seo hanya menangis sebanyak dua kali. Pertama saat Jungkook mengucap sumpah di hari pernikahan mereka, kedua saat ia melahirkan Jun.

"Tidak mau," Pria itu mengecup Jun yang tertidur pulas di lengannyaㅡdi antara dirinya dan Ye Seo.

Ye Seo mencoba menahan kesakitan yang mendera, "Sampai kapan kau akan seperti ini? Menahanku, tapi juga menyakitiku. Kalau kau memang mencintai wanita Kwon itu, maka kembalilah padanya dan lepas aku. Semudah itu, Jeon Jungkook!"

"Aku tidak akan melepasmu!" Ucapannya begitu tajam, Jungkook menghela napas sebelum menggeser kepala sang buah hati ke bantal. Lalu dirinya bangkit dari ranjang. "Kita bicara di luar. Aku tidak ingin anakku mengetahui bahwa orang tuanya sedang berantakan."

Mereka pergi ke ruang tengah dengan perasaan hancur. Demi Tuhan, Ye Seo siap melepas Jungkook kalau memang pria yang menyandang status sebagai suaminya ini ingin kembali dengan wanita yang barangkali lebih baik darinya. Ye Seo juga merasa 3 tahun sudah lebih dari cukup untuk menyembuhkan banyak luka yang menancap dalam tubuh Jungkook. Pria itu juga terlihat baik-baik saja sekarang. Wanita itu jadi tak punya alasan untuk tetap berada disisinya. "Besok aku bisa mengemasi seluruh barangku. Aku bisa memberikan alasan yang cukup masuk akal pada Ibu sebagaimana aku meyakinkannya dulu, saat kau ingin menikahiku. Dan untuk Jun, aku memiliki hak penuh atasnya."

"Aku juga memiliki hak atas Jun! Dia anakku!" Napas Jungkook memburu, ia tak mau kehilangan Jun, dan juga Ye Seo. Tentu saja. Mereka berdua bagaikan kepingan penyembuh untuk hidup Jungkook yang rapuh. "Kita tidak akan bercerai!"

"Apa kau tidur dengannya?"

Jungkook membisu, pasokan udara terasa semakin menipis.

"Kau berhubungan seks dengannya?"

Tetap tidak ada jawaban. Wanita itu mengangguk paham.

"Tentu saja kau berhubungan seks dengannya." Ye Seo memijat pangkal hidungnya lambat, kemudian menatap Jungkook. "Keadaan sedang kacau. Aku, kau sedang kacau. Tetapi....tetapi bahkan kau memilih untuk datang padanya daripada memperbaiki hubungan kita. Pikirmu hidup semenyenangkan itukah?"

Ye Seo mencoba sekuat tenaga untuk tidak menangis kendati perasaan hancur telah meluap, meradang, pada seluruh persendiannya. "Dan kau tidak mencintaiku, atau memang tidak pernah mencintaiku. Itu alasan terkuat kenapa kita harus bercerai, Jungkook!"

"Aku mencintaimu, Kang Ye Seo, Demi Tuhan. Aku mencintaimu lebih daripada aku mencintai hidupku sendiri. Aku menikah denganmu, karena aku mencintaimu!" Jungkook mendekat, "Aku bukan kembali padanya. Aku hanya datang untuk rasa bersalah, tidak lebih. Aku datang untuk memperbaiki yang rusak, bukan mengembalikan yang hilang."

Jungkook tidak bisa melepas Ye Seo seperti ia melepas cinta pertamanya dulu. Wanita ini datang sebagai penyelamat Jungkook. Menemani Jungkook dalam masa sulit sampai ia bisa sesehat ini. Bahkan Jungkook sendiri kurang yakin apa ia masih bisa hidup atau tidak setelah kehilangan Jinae kalau bukan tanpa bantuan Ye Seo.

"Aku tidak bisa membagimu pada orang lain."

"Tentu tidak, sayang. Kau tidak membagiku pada siapapun. Aku hanya milikmu."

"Maka berhenti,"

Jungkook mengerutkan kening tak mengerti.

Ye Seo lantas menarik satu napas panjang sebelum kembali berbicara, "Tinggalkan gadis itu dan jangan pernah menemuinya lagi. Kalau kau tidak bisa melakukannya. Kita, selesai."

Jungkook menggigit lidahnya. Jari-jarinya seakan tersetrum, ia mendadak kehilangan kata-kata. Namun, tatkala terdengar suara tangisan dari sang buah hati mereka memanggil, Jungkook tidak bisa menghindar lagi. Ia menatap istrinya yakin, "Beri aku waktu satu hari. Hanya satu hari, setelah itu aku bersumpah tidak akan menemuinya lagi."

[]><[]

Kalau ingin melihat bagaimana seseorang tertawa di atas rasa sakit yang sedang ia rasakan, Kwon Jinae hanya perlu melihat pada dirinya sendiri. Bagaimana kesakitan yang kian menjamah hati, namun gadis itu tetap menunjukan tawa yang dapat membuat seseorang di sampingnya bernapas lega sebab mereka tahu bahwa gadis ini baik-baik saja.

Apa ini alasan banyak penduduk bumi yang kehilangan akal sampai menjadi gila?

Mereka tertawa, terlihat baik-baik saja, makan dengan cukup lalu orang-orang di sekitar mereka menganggapnya sehat padahal justru mereka sedang bersedih, berteriak meminta pertolongan?

Meminjam istilah Carlsagan, manusia itu seluas dan serumit semesta. Dan itu memang benar adanya. Tetapi kalau dipikir dengan logika sekali lagi, mengerti perasaan seseorang itu bukanlah kejahatan. Tidak serupa dengan sebuah negara yang sedang mencoba menyembunyikan teroris. Jelas berbeda.

Dalam salah satu buku milik Matt Haig juga tertulis bahwa hidup itu indah dan menyenangkan, tapi juga sulit. Banyak orang yang bisa bertahan dengan tidak terlalu memikirkan hal tersebut. Tapi, ada juga orang-orang yang tidak sanggup melakukan hal itu. Seingat Jinae, mereka juga pernah mengatakan "Justru karena sesuatu tidak bisa terulang, maka hidup menjadi manis."

Melirik sekilas, langit sore ini masih belum berubah sejak siang tadi. Warnanya persis menyerupai sisa kayu bekas pembakaran. Abu-abu juga terlihat begitu gelap. Agaknya sisa rintik hujan juga belum mau berhenti. Jalanan yang lenggang dan basah memberi kesan menyejukan juga menakutkan bagi gadis cantik yang sedang menunggu kedatangan prianya itu.

Berada jauh dari Seoul dan meninggalkan banyak kenangan semu disana, Jinae masih belum paham dengan hal yang baru-baru ini terjadi pada kehidupannya. Gadis tersebut bukannya tak memiliki pendirian atau menolak menjadi dominan, ia hanya berusaha mengikuti alur hidupnya tanpa merubah apapun yang justru bisa membuatnya menciptakan kehancuran seperti waktu-waktu sebelumnya.

Jungkook lama sekali, kapan lelaki itu mau kembali?

Gadis itu tak banyak bertanya saat Jungkook mengajaknya pulang dengan terburu-buru kemarin, lalu setelah sampai di rumah mereka, ia pergi begitu saja tanpa mengatakan apapun.

Jinae hanya bungkam dengan banyak pertanyaan dalam benak terutama saat melihat Jungkook menyetir seperti orang kesetanan. Tidak seperti Jungkook yang biasanya.

Kedua matanya mendadak berat sebab ia terlalu banyak menangis sejak kemarin.

Dimana Kwon Jinae yang terlihat kuat meskipun banyak keburukan menimpannya?

Sudah mati.

Apa jawaban itu cukup tepat?

Namun, tatkala Jinae disibukan dengan imajinasinya, sebuah mobil sedan silver perlahan mendekat masuk ke dalam pekarangan rumah tempatnya tinggal selama di Gwacheon. Jungkook pakai mobil baru? Jinae mendekat, masih sedikit ragu. Namun ia tak bisa menghentikan langkah saat seseorang keluar dari sana dengan wajah yang terlihat panik. Bukan. Bukan Jungkook. Jinae lantas berlari, hampir saja terpeleset kalau orang itu tak buru-buru menangkap Jinae dan merengkuhnya.

Park Jimin. Lelaki itu disini.

Chaj-asseo…Kwon Jinae,” katanya lirih. (Aku menemukanmu)

Gadis tersebut tak menjawab, ia hanya membalas pelukan Jimin tak kalah erat. Menghirup lamat-lamat aroma yang menyeruak keluar dari tubuh pria itu. Rindu sekali. Rasanya seperti Jinae baru saja pulang ke rumah. Jinae mendadak lupa kalau ia masih memiliki malaikat penolong yang rupawan ini.

"Apa aku terlambat menemukanmu, hm? Ayo pergi." []

FraudulenceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang