08| Funeral

3.6K 474 18
                                    

"Kau cantik

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Kau cantik."

Jinae tersenyum gugup, "Aku tahu."

Mereka berdua melangkah hati-hati. Jalan yang menanjak membuat Jungkook turut membantu Jinae memegang ujung gaun supaya tak terkena tanah yang sedikit basah.

Hari ini Jungkook membawa Jinae pergi ke tempat yang cukup istimewa.

Tempat Kim Taehyung beristirahat.

"Apa itu hal bagus?" Jinae bertanya.

Saat sampai tepat di depan pohon yang begitu besar, Jinae menghela napas lega. Jungkook pun melepas genggamannya pada gaun hitam itu.

"Tentang apa?"

"Terlihat cantik di tempat dimana dia tidak bisa melihatku?" Mata gadis itu memanas. Jinae merindukan Taehyung.

Jungkook mendekat, mengusap kepala Jinae, "Dia bisa melihatmu,"

Sejujurnya Jinae cukup gugup. Terlebih saat orang tua Taehyung memutuskan pemindahan abu putra mereka, dan memilih untuk menaburkan abunya di bawah pohon ini, Jinae tidak datang. Gadis itu takut Taehyung marah dan enggan melihatnya lagi.

"Ma-maafkan aku." Air matanya lepas kendali. Napasnya tercekat di tenggorokan. Jinae merasa begitu bodoh.

Jungkook mengambil satu langkah mundur, membiarkan Jinae menumpahkan segala hal yang gadis itu inginkan.

"4 tahun berlalu. Aku merindukanmu," Ia menunduk, "Jungkook kembali, itu seperti sebuah keajaiban. Dan, aku juga berharap kau bisa kembali."

Jinae menatap kosong pada beberapa batu kecil di samping kakinya menapak. Rasanya seperti baru kemarin Taehyung memeluknya hangat setelah Jungkook pergi. Bagaimana lelaki itu tak hentinya berujar bahwa semuanya akan baik-baik saja, Jinae akan baik-baik saja. Tatapan lembut yang terpancar seolah ia takut Jinae akan hancur, senyum manisnya juga kecupan lembut pada kepala Jinae, semuanya masih terasa begitu nyata. Taehyung sebaik itu. Satu dunia mungkin akan berlomba memilikinya.

"Aku masih menyimpan satu baju yang terakhir kali kau pinjamkan. Ibumu juga mengizinkanku untuk menjaganya. Dan kupikir, aromanya benar-benar masih menyerupaimu." Jinae menangis sesegukan. Ini terlalu menyakitkan, perasaan rindu membuat kepala gadis itu terasa semakin berat. "Kau tahu Tae, aku berhenti merokok. Hebat tidak?"

Tolong datang ke dalam mimpiku sebentar. Aku butuh teman bicara. Gadis itu memohon dalam benak.

"Em... tidak perlu khawatir. Jungkook menjagaku dengan baik kok. Kami juga makan dengan sangat lahap. Kau sendiri bagaimana disana? Jungkook mengatakan kau aman disana, benar 'kan, Jung?" Ia menoleh ke belakang. Menatap wajah Jungkook yang begitu sendu.

Jungkook menahan napas begitu melihat ekspresi hancur yang Jinae berikan padanya sekarang, sebagai jawaban, Jungkook hanya mengangguk.

Kalau disini benar ada Taehyung, lelaki tampan itu pasti akan menendang pantat Jungkook sambil berkata; Hei, jawab. Kau merindukanku kan?! dengan nada mengejek.

Taehyung juga pernah bilang pada Jinae, tidak apa-apa untuk menangis kalau ada begitu banyak pikiran mengisi kepalanya. Jadi, sekarang Jinae akan menangis sebanyak yang ia inginkanㅡberharap kerinduan pada Taehyung juga dapat terobati.

Sepersekon detik kemudian, satu daun kering jatuh tepat di atas kepala Jinae. Gadis itu mengambilnya dengan cepat, "Aku tahu kau mendengarku, Tae," Ujarnya sambil tersenyum pedih.

Taehyung pergi dengan membawa sisa-sisa pertahanan yang gadis itu miliki. Kalau mau di lihat lebih dalam lagi, ada luka basah yang begitu besar dalam dirinyaㅡjauh di dalam sana. Barangkali Jinae tak membutuhkan Jungkook untuk kembali kalau-kalau lelaki tampan itu masih mengisi harinya.

Merasakan getaran kecil pada saku jaketnya, Jungkook lantas berbalik dan turun dari bukit ketika mengetahui nama yang tertera di layar. Ia tak meminta izin pada Jinae dan terus berjalan menjauh.

Gadis itu tetap terfokus pada pohon di depannya. Sisa-sisa letupan rasa sakit dalam benaknya masih begitu terasa nyataㅡatau sepertinya memang tak bisa dihilangkan.

"Kurasa aku sudah cukup berbicara dengannya, Jung. Sekarang giliranmu."

Keadaan mendadak sunyi, Jinae tak mendapat jawaban. Tatkala gadis berbalik, Jungkook tak ada di belakangnya. Jinae menatap lelah sebelum memacu langkah ringan membunti Jungkook yang berdiri di dekat mobil mereka terparkir.

[]><[]

Sebetulnya, Jimin kurang menyukai ide sepertiㅡmencampuri urusan orang lain atau ikut terlibat dalam suatu hubungan yang bahkan tak pernah ia inginkan sebelumnya. Tetapi ternyata keadaan memang memaksanya untuk turut terlibat sebab seseorang yang Jimin pikir begitu baik untuk disakiti secara cuma-cuma sedang berada dalam kondisi krusial. Itu bukan hal bagus, tentu saja.

Lelaki tersebut terus berusaha mencari keberadaan Jinae dan berharap gadis itu dalam kondisi baik karena kalau tidak, Jimin bersumpah akan membuat pemuda bernama Jungkook itu mati menderita. Terlebih ketika orang suruhannya memberitahu hal yang membuat pria itu menahan napas seketika.

"Mereka sedang tidak berada di Seoul, Tuan."

Jimin terkejut bukan main. Untuk apa Jinae berada di tempat jauh dan rela meninggalkan Seoul?

Jimin mencoba menelaah, "Tidak di Seoul? Kau yakin?"

"Iya, Tuan. Informasi lain yang saya dapat, pria bernama Jeon Jungkook itu adalah salah satu pemilik perusahaan bir terbesar di Korea. Jadi tidak salah kalau saya sedikit mengalami kesulitan untuk mencari keberadaan mereka."

Jean bahkan kenal dengan pengusaha besar. Hebat. Gadis itu bukan main, sungguh.

"Cari tahu lebih lanjut dimana tepatnya mereka berada sekarang. Aku harus memastikan gadisku baik-baik saja." Jimin mengecek arlojinya sekilas, "Apalagi informasi yang kau dapat?"

Pria yang lebih tua dari Jimin itu hendak membuka berkas yang ada di tangannya, "Hm, menurut informasi, lelaki itu juga sudah memiliki istri dan satu anak laki-laki yang sedang berada di Jeju."

Bibir Jimin membulat sambil mengangguk, "Oh, ya sudah, kau bisa pergi sekarㅡtunggu, a-apa?! Istri? Anak?" lelaki bersurai abu-abu itu terkejut luar biasa, bibirnya membulat tak percaya, "Kau tidak sedang bercanda, kan?"

"Tidak, Tuan Jimin. Saya mendapat informasi yang sangat jelas disini."

Sejak kapan Jinae berhubungan dengan pria yang sudah memiliki istri dan, uh, anak? Astaga. Apa yang ada di kepala gadis itu sampai memiliki hubungan dengannya? 

“Tuan Jimin, anda baik-baik saja?” pria itu bertanya panik, 

Jimin berusaha menetralisir napasnya dengan baik, “Ya, tentu. Kau bisa pergi sekarang.”

“Anda tidak pergi ke kampus, Tuan?”

“Tidak.”

Pria paruh baya itu membungkuk sebelum berbalik meninggalkan ruangan. Namun, Jimin buru-buru berbicara saat lawan bicaranya sedang memegang knop pintu, "Malam ini. Aku mau kau cari tahu dimana tepatnya gadis itu tinggal. Kalau tidak, kautahu apa yang akan terjadi dengan pekerjaanmu." Suaranya begitu tegas dan mampu membuat pria paruh baya itu merinding sebelum keluar dari apartemen Jimin.

Note's;

Good news everyone! Finally, Fraudulence udah selesai aku tulis! tinggal 3 chapter lagi sampe ending dan terakhir epilogue! Alhamdulillah lancar nyelesain cerita ini. Semakin kalian nunjukin antusias, aku bakalan publish dengan cepat! So, fasten your seatbelt, peeps! Abis chapter ini, kalian harus baca bismillah ya:) See you next chapter!

FraudulenceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang