Ingatan Itu

1.9K 38 1
                                    


"Aku pasti pulang. Tunggu aku Mey"

Kata - kata itu kembali terngiang di telinga Mey. Membuatnya terbangun dari tidurnya. Nafasnya memburu. Ia segera mengambil segelas air yang terletak di atas nakas lalu meneguknya  hingga tandas. Diliriknya jam dinding di sebelah lemari pakaiannya, ternyata baru pukul 05.00 pagi.  Mey beranjak dari tempat tidurnya. Ia berjalan lemah menuju balkon kamarnya. Ia berdiri menatap langit yang masih tampak gelap. Tanpa sadar air matanya pun menetes.

"Gilang, aku kangen" ucapnya lirih. 

Betapa Mey sangat merindukan Gilang, kekasihnya yang sedang mengejar impiannya di Australia.  3 tahun telah berlalu, dan sampai hari ini Gilang tak pernah sekalipun memberikan Mey kabar. Hari - hari tanpa Gilang sungguh terasa berat. 

Lama ia berdiri dan merenung, hingga matahari mulai menampakan sinarnya dari ufuk timur. "Ahh sudah pagi". Ia menghapus air matanya dan  segera melangkah menuju kamarnya untuk bersiap - siap pergi kuliah. 

Mey melihat pantulan wajahnya di cermin. Mata yang sayu dengan kantung mata yang tebal. Sudah berapa lama sejak Gilang pergi, ia tak bisa tidur dengan nyenyak. Segera Mey memoles wajahnya dengan make up tipis. Namun membiarkan rambutnya tetap tergerai. 

Mey turun dari kamarnya. Dilihatnya di meja makan sudah ada sarapan seperti biasanya. "Pagi ma" sapa Mey pada mamanya. Mamanya menoleh seraya tersenyum hangat. "Pagi sayang" balas Irma, mama Mey. Mey duduk di meja seraya mengambil sehelai roti tawar lalu mengolesnya dengan selai coklat. Kemudian segera melahapnya. 

"Papa mana ma?"

"Papa lagi tidur, kemarin papa lembur jadi gak bisa bangun pagi deh" sahut Irma. Mey mengangguk paham. Ia segera menghabiskan sarapannya lalu berpamitan untuk berangkat ke kampus. 

Siska, sahabat Mey telah menunggu di depan rumah Mey. Melihat mobil Datsun hitam itu sudah terpakir di depan pagarnya, Mey segera masuk ke dalam mobil tersebut. "Lama ya nunggunya?" tanya Mey pada Siska. "Gak kok, gue juga baru dateng" jawab Siska dengan cengirannya. Siska dan Mey bersahabat sejak mereka SMP. Tak heran jika mereka sangat akrab. Bahkan Siska sering menginap di rumah Mey, begitu sebaliknya dengan Mey.  Bahkan saat kepergian Gilang pun, Siska selalu setia menemani Mey untuk menghiburnya. 

Sepanjang perjalanan, Mey lebih banyak diam. Siska paham betul dengan sikap sahabatnya itu. Dulu Mey adalah gadis yang periang dan suka bicara. Namun sekarang Mey lebih banyak diam. "Mey, loe kenapa lagi?" tanya Siska. Mey melirik Siska sekilas. Lalu kembali menatap jalan di depan mereka yang cukup padat. "Gue gak apa - apa" jawab Mey sekenanya. 
"Loe kepikiran Gilang lagi ?" tanya Siska. Mey menggeleng. Siska hanya tersenyum getir. Seberapa pun niat Mey untuk menutupi perasaanya pada Siska, dia selalu tau kalo Mey itu sedang berbohong. 

Mereka telah sampai di halaman kampus tempat mereka kuliah. Siska segera memarkir mobilnya. Mereka berjalan menuju kelas karna kebetulan jurusan mereka sama. "Kenapa sih loe gak coba buat lupain Gilang?" tanya Siska lagi. Mey menghentikan langkahnya lalu menatap Siska tajam. Sepertinya Siska sedang mengintrogasi dirinya saat ini. Tak biasanya ia terus menerus membawa nama Gilang dalam obrolan mereka. 

"Mey, Gilang itu udah ninggalin loe. Dia bahkan gak pernah ngasih loe kabar tentang dia. Loe mau nunggu sampai kapan sih?". Mey tak menjawab. Ia hanya menatap sahabatnya tak percaya. Baru kali ini Siska mengatakan ini padanya. "Loe juga bisa bahagia tanpa dia Mey, jadi stop mikirin tentang dia lagi. Loe harus move on". Mey menggeleng. Air matanya kini sudah berkumpul dan siap untuk terjun.  Siska menatap Mey sendu. Ada rasa bersalah ketika ia mengatakan hal itu pada Mey. Kini Mey sudah menangis. Ia menutup wajahnya dengan kedua tangannya. "Gue gak bisa Sis.. Gak bisa sama sekali buat lupain dia" ucap Mey dalam isakanya.

IN MEMORY ( Lengkap )Where stories live. Discover now