Takdir

358 8 0
                                    

Hari yang melelahkan. Rasanya seluruh badan Mey pegal terutama tangan. "Gila, tangan  gue sakit amat" gerutu Siska. Mey meregangkan tangannya. "Iya nih. Belum lagi entar bakalan ad persentasi lagi" sahut Mey. Siska berdecak kesal. "Dosen kalo gak nyakitin mahasiswa , gak tenang kali ya." lanjut Siska. Mey terkekeh. 
"Udah yuk kantin!" ajak Mey. Siska pun mengangguk.

Kantin memang tempat paling menyenangkan di saat penat seperti ini. Mey dan Siska segera memilih tempat duduk yang menurut mereka nyaman. Hari ini kantin tak begitu ramai. Mungkin beberapa mahasiswa sedang belajar. "Loe mau pesen apa?" tanya Siska.
"Eum, nasi goreng aja deh." jawab Mey. Siska pun beranjak untuk memesan makanan mereka, sementara mey duduk di meja menunggu Siska. 

Tak berselang lama, Siska kembali dengan nampan yang sudah tersedia 2 porsi nasi goreng dan 2 gelas jus jeruk. Mereka mulai menyantap makanan mereka. "Oh ya, ngomong - ngomong si Dirga itu udah kerja ya?" tanya Siska di sela - sela makan mereka. "Gak tau sih. Tapi kayaknya masih kuliah gitu" jawab Mey, masih fokus menyantap nasi gorengnya. 
"Dia kuliah dimana?" tanya Siska lagi.  "Gak tau gue." jawab Mey singkat.
Siska berdecak. "Isshh loe, apa - apa gak tau." omelnya. Mey terkekeh. Siska ini emang kepo banget ya kalo soal Mey. "Orangnya kayak gimana sih?" tanya Siska penasaran. 
Mey mengedarkan pandangannya ke penjuru kantin. "kayak i__" kata - kata Mey terhenti ketika tak sengaja matanya menangkap sosok Dirga. Ia mengucek matanya beberapa kali. Dan benar, itu memang Dirga. 

Siska menatap Mey heran. "kenapa loe?" tanya Siska. Lalu menikuti arah pandang Mey. "Loe liat siapa sih Mey?" tanya Siska sembari celingak celinguk. Namun Mey hanya diam saja. Hingga Dirga juga melihat Mey. Mereka saling terdiam untuk beberapa saat. Dirga tersenyum lalu melangkah menuju meja Mey. 
"Hay Mey" sapanya ramah. Alis Siska tertaut, bingung dengan cowok di hadapannya. 
"Hay," sapa Mey singkat. 
"Mey dia siapa?" tanya Siska yang masih bingung karna sebelumnya Mey tak pernah akrab dengan pria di kampus mereka. 
"Dia__" belum selesai Mey menjawab. Siska sudah menjerit girang. Dirga mengerutkan dahi heran. 
"Mey, hari ini loe harus traktir gue." ucap Siska bersemangat. Mey menghela nafas frustasi. 
"Gue Siska. Loe Dirga kan?" Siska mengulurkan tangannya pada Dirga. 
Dirga hanya mengangguk seraya menjabat tangan Siska. Siska mengerlingkan matanya  pada Mey membuat Mey menepuk jidatnya. 

"Loe udah tau gue?" tanya Dirga penasaran. 
"Ya jelas tau lah. Kan Mey banyak___" belum sempat Siska menjelaskan Mey sudah membungkam mulutnya. 
"Ga, gue mau ke kelas dulu ya. Mau nyiapin tugas dulu." pamit Mey segera. Dirga belum menjawab, tapi Mey sudah lebih dulu menarik tangan Siska. "Bye Dirga" ucap Siska seraya melambaikan tangan. Refleks Dirga juga melambaikan tangannya. Senyum di wajahnya kini mengembang. Ia mengacak - acak rambutnya senang.  Lalu duduk di tempat Mey makan tadi dan memesan makanannya

Mey menghentikan langkahnya setelah jauh dari kantin.  "Sis, loe tuh apa - apaan sih. Malu tau gak" omel Mey pada Siska. Siska hanya terkekeh. "Apa gue bilang Mey, dia itu udah jadi takdir loe" sahut Siska. Mey terdiam. Pikirannya berkecamuk. Apa benar Dirga takdirnya? Sungguh Mey tak percaya dengan adanya takdir. Tapi jika itu benar, apakah ini saatnya ia harus melupakan Gilang dalam hidupnya? Tiba - tiba saja dadanya begitu sesak. Ia tak mengerti dengan apa yang terjadi saat ini. 
"Hei, malah ngelamun" Siska menyenggol bahu Mey membuat Mey tersadar. "Yuk ke kelas" ajak Siska. Mey hanya menurut. 


****


Tepat saat mata kuliah Mey selesai, Dirga sudah sudah menunggu di depan kelas Mey. Terlihat Mey sedang merapikan buku - bukunya.  Satu persatu mahasiswa dan mahasiswi keluar. "Hey Mey" panggil Dirga seraya melambaikan tangannya pada Mey. Mey menoleh sekilas dan tersenyum. Lalu melirik Siska. Siska terkekeh geli melihat Mey yang mulai malu - malu. "Di panggil Mey" ejek Siska. Mau tak mau Mey pun menghampiri Dirga.

"Loe ngapain disini Ga?" tanya Mey heran. Dirga tersenyum. "Nyari loe lah" jawabnya singkat. Mey mengerutkan keningnya. "Loe kok bisa tau jurusan gue?" tanya Mey lagi. Dirga hanya tertawa. "Loe lupa? Gue pernah bantuin loe buat nyari buku waktu di toko buku" jawab Dirga. Mey menggaruk tengkuknya yang tak gatal. "Iya gue lupa" celetuknya. 
"Aduh Mey, gue balik duluan ya. Gue harus nemenin nyokap nih. Loe pulang sama Dirga aja ya!" kata Siska tiba - tiba. Mey menatap Siska tak percaya. "Tapi Sis__"

"Udah, loe pulang sama gue aja. Gue kesini juga mau ngajakin loe pulang bareng" sahut Dirga. 
"Kalo gitu gue balik duluan ya. Bye!!" pamit Siska tanpa menghiraukan Mey yang memanggilnya berkali - kali. "Dasar Siska, main tinggal orang seenaknya aja" gerutu Mey. Dirga hanya tersenyum. "Ayo pulang!" ajaknya lalu meraih tangan Mey. Mey terkejut. Ia menatap tangan Dirga yang memegang tangannya. Namun ia hanya mengikuti langkah Dirga menuju parkir mobilnya. 

"Sorry ya Ga. Gara - gara Siska, loe jadi harus nganterin gue pulang" ucap Mey ketika mereka sudah berada di mobil Dirga. Dirga melirik Mey sekilas lalu kembali fokus menyetir mobilnya. "Gak apa - apa Mey. Justru gue tadi mau ngajakin loe pulang bareng" sahut Dirga. Mey hanya tersenyum. Oh Tuhan, suasana macam apa ini? Kenapa jadi canggung gini sih?

"Ternyata loe kuliah di  Universitas itu juga" kata Dirga mencairkan suasana. Mey mengangguk. "Loe ambil jurusan apa?" tanya Mey kemudian. "Gue sama kayak loe. Cuma udah semester 4" jawab Dirga. "Wah, pantas aja loe bisa bantuin gue waktu gue lagi nyari buku" ucap Mey. Dirga hanya tersenyum. Entah mengapa Mey merasa senyuman Dirga membuat hatinya berdesir  hangat. 

"Loe suka pantai?" tanya Dirga. Mey mengerutkan keningnya. "Gue mau ajak loe jalan ke pantai" kata Dirga kemudian. Mey tersenyum. "Boleh." jawabnya singkat. Dirga pun membelok mobilnya menuju sebuah pantai. 

Dirga dan Mey duduk diatas pasir. Desir angin juga suara ombak membuat hati dan pikiran Mey menjadi lebih tenang. Sudah lama ia tak pergi ke pantai seperti ini. Semenjak Gilang pergi, Mey memang lebih sering menghabiskan waktu di kamarnya. Membaca Novel atau sekedar melamun. "Kenapa bengong?" tanya Dirga. Mey menoleh. "Gak apa - apa" jawabnya singkat. Lalu kembali menatap deburan ombak yang makin kencang. 

"Eumm.. Mey" panggil Dirga ragu - ragu. Mey kini mengalihkan pandangannya pada Dirga yang duduk di sebelahnya. Ia menatap Dirga penuh tanya. "Loe udah punya pacar?" tanya Dirga kemudian. Mey terkejut dengan pertanyaan Dirga. Entah ia harus menjawab apa. Ia sendiri belum tau bagaimana status hubungannya dengan Gilang. 
"Sorry, gue cuma penasaran aja. Soalnya loe cantik. Pasti banyak cowok yang ngejar - ngejar loe" jelas Dirga. Mey masih diam. Mengejarnya? Haha, lucu sekali. Tak ada satu orang pun pria yang mau dekat dengannya karna sikap Mey yang dingin dan pendiam ini. Bahkan ia selama ini hanya punya Siska sebagai sahabat sekaligus temannya. Dan ini pertama kalinya Mey memberikan tempat untuk Dirga sebagai temannya. Ya, Dirga laki - laki kedua yang dekat dengannya setelah Gilang. 

"Kalo loe gak mau jawab. Gak apa - apa kok" ucap Dirga. Mey menghela nafas. "Gue udah punya pacar" jawab Mey akhirnya. Bagus, jawaban Mey langsung membuat Dirga terdiam. Ada rasa sakit yang tak bisa Dirga ungkapkan. Dadanya sesak. Angin pantai yang berdesir tak mampu menambah pundi - pundi udara untuk Dirga bernafas. 

"Gue kenal dia sejak SMA. Kami dulu teman dekat. Sampai akhirnya hubungan kami menjadi lebih dari sekedar teman dekat" terang Mey. Dirga hanya mendengarkan. Ada kebahagiaan yang tersirat ketika Mey menceritakan pria yang menjadi pacarnya. "Tapi kami harus berpisah, karna dia harus mengejar mimpinya" ucap Mey lirih. 

"Berpisah?" pekik Dirga. Mey menoleh, lalu tersenyum. "Dia kliah di luar negeri. Dan kami harus terpisah oleh jarak dan waktu" sahut Mey. Ahh Dirga. Apa yang kau harapkan? Apa kau berharap mereka putus? Tentu saja tidak. Yang Mey katakan hanya terpisah jarak. Bukan hubungan mereka. 

"Pasti loe kangen banget sama dia ya?" tanya Dirga. Mey tersenyum tipis. "Iya, gue kangen banget sama dia. Dan gue bakalan selalu nunggu dia balik buat gue" jawab Mey. Bodoh Mey, belum tentu dia akan balik. Dan mungkin saja tidak Mey. Sampai kapan ia harus menutupi kesedihannya seperti ini?

Dirga tak memberi komentar apa pun. Sekarang hati dan pikirannya sedang menertawakan dirinya. Tentu saja Mey sangat mencintai pria itu. Bahkan ia rela menunggu pria itu kembali. "Ayo kita pulang!" ajak Dirga. Ia sama sekali tak melihat Mey. Mey hanya menatap Dirga bingung. Namun ia hanya menurut saja. 


Hem.. kasihan Dirga. Dia pasti patah hati berat!

Btw,, terimakasih sudah membaca cerita ini ya?
Jangan lupa Vote and comment'nya ya!


IN MEMORY ( Lengkap )Where stories live. Discover now