Foreplay

66.3K 2.8K 76
                                    

"Dari mana?"

"Nganterin rujak."

"Ara lagi?"

Laki-laki itu tidak menjawab. Tidak juga meninggalkan wanita yang sudah membukakan pintu untuknya.

"Disuruh nikah aja nggak mau, giliran apelin anak gadis orang aja, mau!"

Laki-laki itu Banyu, anak bu Faridah kepala RW komplek, tidak menanggapi. Kakinya masih menapak di lantai ruang tamu.

"Sudah tua juga. Nggak takut Ara diambil orang. Cantik loh, anaknya."

"Jodoh Tuhan yang ngatur."

"Tuhan cuma ngatur, kamu yang usaha."

Banyu mengangkat satu alisnya. Perbincangan yang akan selalu ditanggapi santai olehnya hingga Farida lupa ingatan tentang keinginan itu.

"Sama anak pak Suryo aja, kalau Ara, kamu juga nggak mau."

Tidak ada jawaban. Hanya, rangkulan di bahu Farida. Dan setengah menyeret wanita paruh baya yang sering mengeluh encok di pinggang tapi tidak dengan mulut yang selalu bersemangat mengingat status putranya.

"Ibu yang nyuruh anterin rujak. Kenapa malah aku yang dituduh?"

Eh?

Anak ini!

Farida mencebikkan bibirnya. "Ibu nyuruh pasti ada maksudnya."

Banyu masih berdiri, matanya menatap datar wajah ibunya.

"Ara atau Maemunah? Sama-sama cantik."

"Nanti."

"Kapan?" itu teriakan, bukan pertanyaan biasa. "Sampai bengkelmu didatangi bidadari?"

Berlebihan, batin Banyu.

"Ibu pengen cucu, Nyu."

Ibu pikir, cucu bisa dibuat dengan Oli?

"Yang cantik."

Pak Amri jadi nggak ya ambil motornya? Udah satu minggu juga.

"Ganteng seperti kamu juga boleh."

Treker dibawa masuk Saini nggak tadi sore? Lumayan harganya.

"Kakaknya Maemunah, kemarin melahirkan. Anaknya kembar loh."

Mungkin, lebih baik ke bengkel. Mastiin. Kali aja Saini lupa.

"Banyu!"

"Iya?"

"Ibu dari tadi ngomong. Kamu ngapain? Ngayal kamu?"

Eh.

"Aku ke bengkel dulu. Assalamualaikum."

🧡

Suka nggak?

Hehe.

Stay ya...

Jangan komen lapak sebelah...pasti aku lanjutin. 💋

Muachh.

Ry.

21.11.2019







Ranjang TetanggaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang