Hamil?

19K 2.2K 203
                                    


Vote.

Sorry typo

💋

Kebimbangan yang dirasakan Banyu tidak berlangsung lama, karena saat ia pulang dari bengkel mengambil ponsel yang lupa dibawanya karena kepikiran satu makhluk kasat mata, ia menemukan beban pikirannya beberapa jam yang lalu.

Ara, gadis yang tumpang tindih di rumahnya sedang membantu ibunya di dapur. Bukan, tepatnya menemani ibunya. Karena, gadis itu hanya duduk santai di bangku samping lemari.

"Loh, kok udah pulang Nyu?" Farida mematikan mixer, menghampiri Banyu yang berdiri di kusen pintu dapur.

"Ambil  hp, ketinggalan."

Setelah menjawab singkat, Banyu naik ke kemarnya.

Ia pulang ambil hp, bukan memastikan keberadaan tetangganya. Walupun ada kelegaan di hatinya.

Sesampainya di kamar, ia tidak menemukan benda tersebut. Semalam ia cas di nakas.

"Ibu lihat ponsel-ku?" tanya Banyu saat berada di anak tangga terakhir. Melihat ibunya buru-buru Banyu kembali bertanya, "Ibu mau ke mana?"

"Ke warung depan, beli Vanili. Kamu nyari hp kan? Tadi dipinjam Ara."

O...

Apa?

Secepat ibunya pergi, secepat itu pula Banyu melangkahkan kakinya ke dapur.

Benar. Itu ponselnya. Kenapa gadis itu berani sekali?

Ketika sudah dekat dengan gadis itu, Banyu mendesah kasar. Bagaimana cara mengambilnya?

Menggaruk pelipis menahan kesal, juga kasihan yang datang bersamaan. Melihat ponsel diapit paha Ara dalam pangkuan gadis itu. Sedangkan pelakunya tertidur dengan  earphone terpasang di kedua telinganya.

Walaupun kepala itu menelungkup di meja, ia tahu gadis itu sedang tidur. Sekarang, pertanyaannya bagaimana cara mengambil benda yang letaknya dekat dengan selangkangan wanita itu?

Sungguh, dalam keadaan seperti ini, ia ingin memberikan akte nikah untuk Ara.

"Tidur?"

Reflek Banyu meletakkan ujung jari ke bibirnya. Seolah suara ibunya menggema di ruangan yang dihuni pecah belah tersebut.

"Allahu Rabbi." Farida tertawa melihat mata putranya mengarah ke ponsel yang ada di pangkuan Ara. Hingga tetangganya bangun.

Mengerjap dua kali, Ara mengusap matanya. Kemudian membenarkan posisinya meski bergerak malas.

"Abang kenapa di sini?"

"Ambil hp."

"O."

Sikap Ara sangat biasa, tidak menampakkan sesuatu yang sedang berkelebat dalam pikiran Banyu.

"Nih."

Banyu mengambil hp tersebut. Kemudian meninggalkan Ara dan ibunya. Pekerjaan menunggu di bengkel. Tidak mungkin ia melanjutkan kecurigaannya atas sikap normal Ara.

Masih ada waktu.

"Jidat gue nggak perawan lagi. Mau minta tanggung jawab sama siapa?"

Meski itu hanya gumaman, Banyu mendengar dengan jelas. Kakinya emggan melangkah, namun tak kuasa untuk berbalik.

"Kenapa masih di situ?"

"Eh. Nggak Bu."

Dengan cepat, Banyu keluar dari dapur. Terkaannya sudah terjawab. Kalau tetangganya itu menyadari kelakuannya semalam.

Ranjang TetanggaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang