Mau Goyang?

24.8K 2.2K 99
                                    

Melihat tanpa membantu sedikitpun, wajah Ara tetap bersungut memperhatikan Banyu yang sedang menarik roling pintu konter.

"Motor di bawa masuk aja ya? Aku bawa mobil."

"Siapa yang mau pergi sama Abang?"

Tatapan bingung Banyu terarah pada tetangga yang tidak tahu diri itu. Dari tadi ditungguin, nggak tau berterima kasih.

"Siapa juga yang pergi berdua? Rame. Ada ibuk, bapak, mama."

Ara mengambil tas-nya dan melenggang keluar. Sebelum hilang dari pandangan Banyu gadis itu berteriak.

"Kunci konter, jangan lupa!!"

Banyu menggelengkan kepalanya. Tidak heran memang, tapi cukup membuatnya tercengang. Karena tetangganya yang tidak berubah.

Mak-nya kalem, anggun begitu. Kok nggak nurun ke anaknya?
Anak pungut kali ya?

Selesai mengunci konter milik tetangganya, Banyu menyusul ke mobil yang terparkir tidak jauh dari konter Ara.

"Abang, berhenti di pom nanti ya?"

Banyu mengngguk sopan, dan mulai menyetir.

"Ara pakai ini juga, udah cantik, Ma. Ya kan, Buk?"

Farida tersenyum, "Tapi, kalau pakai yang ini tambah cantik lo."

"Ini pesta pernikahan, Ara. Bukan rapat tujuh belasan."

Ara memajukan tubuhnya, melesak antara si pengemudi yang tidak lain adalah Banyu dan pak RW. Ia melihat pakaiannya di spion depan, yang memperlihatkan kerah bajunya.

"Abang lagi nyetir, Ra. Bahaya!"

Sebelum kembali ke posisinya, Ara tersenyum meledek pada Banyu.

"Ganggu ya, Abang?"

Dan, Ara harus menelan maksud jeleknya itu karena Banyu membalas dengan anggukan serius.

Perjalanan harus terjeda sekitar dua puluh menit karena paksaan mama Risa yang ingin anak gadisnya menggantikan pakaian yang telah ia siapkan.

"Ini juga mau dipakai Mama. Jangan paksa Ara pakai kebaya. Ara nggak suka."

"Nanti, kalau nikah kan kudu pakai!"

"Siapa yang mau nikah? Mama? Ara nggak restu!"

Risa meringis, omongan anaknya ngelantur dari tadi.

Disuruh pakai kebaya, namun berakhir dengan sebuah dress serta berujung cek cok yang tidak beralasan.

Tidak ingin memperpanjang lagi, Risa menarik putrinya ke mobil di mana tetangga sedang menunggu.

Perjalanan dilanjutkan ke rumah sepupu Febri yang mengadakan hajatan.

Obrolan dan tawa mengisi perjalanan tersebut. Hanya Ara yang tidak berbicara.

Sesekali, ia melirik spion depan. Memperhatikan si pengemudi yang yang tengah serius.

Apa bagusnya coba menikah dengan Banyu. Apa mama nggak mikir? Stok lelaki dewasa di Jakarta, sudah habis  ditikung pelakor?

Ara bisa gila lama-lama.

Masa dari tetangga, jadi ayah tiri?

Parahnya, ayah tiri itu Banyu. Bakal disiksa terus dia. Secara, selama ini, Ara tidak buta kalau Banyu tidak menyukainya.

Tempat yang dituju tiba. Ara dan keluarga disambut orang tua Febri. Secara bos yang datang. Tau sendiri dong, gimana sambutannya.

Icip-icip, obrol, foto-foto, semua sudah selesai. Hingga jarum jam menunjuk tepat di angka empat.

Ranjang TetanggaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang