Save Me

5.4K 370 79
                                    

"Ahh.. kak Gempa." Panggil Solar sambil menatap Gempa yang sedang mencatat beberapa pesanan pelanggan dikedai. "Hm? Ada apa, Solar?" Tanya Gempa dengan senyuman ramahnya yang ditunjukan pada Solar.

Terlihat sembrutan merah terpancar di wajah Solar karena senyuman itu. Dengan cepat, Solar memalingkan wajahnya, "uhm.. itu kak, persedian koko dikedai habis. Kita harus membawanya dari rumah. Tapi yang menjaga kedai hanya kita berdua saja, kak." Gempa hanya terkekeh kecil dan mengusap kepala adiknya itu dengan lembut. "Kalau begitu biar kakak saja yang ambil persediaan koko itu. Solar jaga kedai disini ya?" Solar pun hanya mengangguk patuh.

"Oh ya kak, tadi kak Ice dan Thorn pamit dulu ingin ke toko bunga katanya." Ucap Solar tiba-tiba yang membuat Gempa yang tadinya akan melangkah pergi menjadi terdiam kaku, seperti syok. Tangannya terlihat gemetar. Tanpa menengok kearah Solar, Gempa hanya menganggukan kepalanya dan pergi tanpa berkata-kata lagi. Solar yang melihat reaksi itu pun bingung. Tidak biasanya Gempa bertingkah laku seperti itu. Solar menggelengkan kepalanya, menepis beberapa kemungkinan dan spekulasi mengapa kakaknya bisa begitu, ia harus yakin bahwa kakaknya itu baik-baik saja. Tetapi tanpa Solar tau, bahwa ternyata ia akan menyesal karena sudah berkeyakinan seperti itu.

Gempa menghela nafas kecil sembari menundukkan kepalanya dengan lesu. Dirinya teringat kembali dengan kejadian satu minggu lalu bersama Ice yang jujur saja sangat menyakitkan. Ia sebenarnya rindu kebersamaannya dengan Ice. Tetapi ia sendiri tidak tau harus bagaimana menghadapi Ice. Komunikasi di antara mereka berdua kini benar-benar sangat canggung, seperti dua orang asing yang tidak pernah bertemu.

"Mungkin memang salahku ya…" Gumamnya dengan sedih.

Gempa selalu menyalahkan dirinya semenjak kejadian itu. Ia merasa bahwa dirinyalah yang membuat hubungan keduanya hancur. Jikalau saja saat itu Gempa tidak berniat menemui Ice, mungkin kejadian itu tak akan pernah terjadi dan keduanya akan masih berhubungan dekat seperti sedia kala. Walaupun itu hanyalah sebuah taruhan.

Gempa menggelengkan kepalanya, mencoba untuk melupakan kejadian itu walau hatinya masih sakit jika mengingat ataupun hanya mendengar nama Ice. Mungkin… setelah ini ia harus mencoba untuk berbicara dengan Ice berdua untuk meminta penjelasan dan memperbaiki hubungan mereka agar semua kecanggungan di antara keduanya hilang. Gempa pun mengangguk mantap dan tersenyum kecil, menyemangati dirinya sendiri untuk tidak bersedih lagi. Ia sudah membulatkan keputusannya.

Namun memang semuanya tidak bisa berjalan lancar seperti yang diharapkan Gempa.

"Hmngh?!"

Disaat dirinya akan memasuki rumah, seseorang tanpa disadari membekam mulutnya dengan erat. Gempa pun mulai panik dan memberontak, mencoba melepaskan diri dari siapapun yang kini menahan tubuhnya dan membekam mulutnya dengan sangat kasar. Ia mencoba mencakar, memukul, menendang siapapun yang berbuat hal ini. Namun entah mengapa tenaganya kian melemah disetiap ia memberontak. Pandangannya mulai buram dan matanya terasa berat. Akhirnya Gempa pun sadar kenapa.

Kloroform.

Sial! Disaat seperti ini, kenapa selalu saja ada yang mengganggu dan menghalanginya? Siapa sebenarnya yang melakukan hal ini? Dan mengapa?

Banyak sekali pertanyaan yang kini berada dibenak Gempa. Namun perlahan kesadarannya mulai menipis. Dirinya pun sudah berhenti memberontak. Tubuhnya benar-benar terasa lemah dan sulit untuk digerakkan. Gempa mengedipkan matanya, mencoba untuk tidak terbius oleh obat bius satu ini namun tetap tidak bisa.

Puppet and String (Re-publish)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang