The Devil Within

4.5K 309 90
                                    

Pada akhirnya Gempa kembali kerumah dikarenakan ia masih tidak ingin tinggal dirumah sakit dalam jangka waktu lama, sama seperti kejadian satu bulan yang lalu.

Gempa tidak pernah ingat kapan terakhir kali dirinya bermimpi indah. Mungkin sudah cukup lama, dan ia merindukan hal itu. Ia selalu berharap untuk sekali saja mendapatkan mimpi yang indah dan tenang, namun hingga sekarang yang ia dapatkan adalah mimpi buruk tanpa henti. Dirinya ini seperti terperangkap dalam mimpi buruk itu terus menerus, hampir seperti pikirannya sedang membangun penjara untuk dirinya sendiri sebagai hukuman.

Gempa selalu memimpikan tentang Retak'ka. Entah itu tentang Retak'ka yang menyiksanya kembali habis-habisan atau tentang Retak'ka yang membunuh saudara-saudaranya satu per satu tepat didepan matanya. Mimpinya selalu bermacam-macam dan Gempa selalu merasa takut juga kesakitan saat memimpikan semua itu. Ia merasa tidak bisa kabur dari mimpi buruknya.

Bahkan hingga malam ini pun tetap sama. Ia bermimpi buruk lagi.

"Gempa.. Gempa.." Panggil seseorang yang berada disamping ranjangnya, terdengar samar-samar.

Gempa langsung membuka kedua matanya lebar-lebar sembari terengah-engah. Nafasnya terdengar berat. Tubuhnya kini dipenuhi oleh keringat karena mimpi tadi yang membuatnya ketakutan setengah mati. Ia kemudian melirik kesamping kirinya, dan menatap Halilintar yang kini memandangnya dengan raut wajah yang khawatir sembari memegang tangannya erat.

"K-Kak Hali…?"

Halilintar menyekat air mata yang mengalir dari kedua mata Gempa lembut dan berbisik pelan, "mimpi buruk?"

Gempa menganggukkan kepalanya perlahan.

"Apa kau ingin membicarakannya denganku tentang mimpi itu?"

Gempa menggelengkan kepalanya. Raut wajahnya tampak sedih. Halilintar mengangguk paham dan mulai mengelus surai rambut Gempa halus.

"J-Jam berapa sekarang…?" Tanya Gempa.

Halilintar melirik kearah jam yang berada dalam ruangan itu, "sekarang baru jam dua pagi, Gempa," ia tersenyum kecil pada Gempa dan tetap mengelus rambutnya pelan. "Tidurlah kembali. Ini masih terlalu pagi untuk bangun."

Gempa nampak ragu dan takut untuk tidur kembali. Ia memandang keatap-atap langit dengan pandangan yang kosong.

Halilintar menghela nafas kecil dan langsung membaringkan dirinya disamping Gempa. Didekapnya erat tubuh Gempa dekat dengan dada bidangnya. Gempa mengedipkan matanya bingung dan mengadahkan kepalanya, menatap Halilintar yang kini tersenyum lembut padanya.

"Tidurlah Gempa. Jangan takut. Aku ada disini bersamamu. Kan sudah kubilang, kau tidak sendirian. Aku akan menjaga dan melindungimu, Gempa." Halilintar berbisik lembut pada Gempa sembari mengusap kepala Gempa pelan. Hal itu membuat Gempa merasa nyaman dan aman.

Tanpa sadar, Gempa memeluk tubuh kakaknya itu erat. Ia pun mulai memejamkan matanya dan terlelap dalam hitungan menit. Halilintar yang melihat hal itu pun tersenyum senang, apalagi setelah mendengar Gempa mulai bernafas dengan teratur. Semoga saja Gempa tidak lagi bermimpi buruk sesudah ini. Halilintar pun perlahan mulai memejamkan matanya dan ikut terlelap bersama Gempa, menyusulnya kealam mimpi.

Halilintar kali ini berharap, sangat berharap, bahwa ia bisa menyelamatkan Gempa dan memulihkannya. Ia tidak ingin melakukan kesalahan yang sama lagi. Kali ini, ia akan menjaga Gempa betul-betul dan mengasihinya sepenuh hati.

Puppet and String (Re-publish)Donde viven las historias. Descúbrelo ahora