Last Wish

4.9K 326 60
                                    

Retak'ka dengan kasar menyeret Gempa ke sebuah ruangan yang tidak pernah ia buka sebelumnya di kapal angkasa ini. Ia membuat ruangan itu khusus untuk hal-hal tertentu dan mungkin inilah saatnya. Saat yang tepat untuk memakai ruangan yang bahkan hanya tiga kali ia pakai.

Ditekannya password yang berada tepat disamping pintu ruangan dan dengan spontan pintu pun terbuka. Menampilkan apa yang ada didalamnya, yang mungkin jika Gempa masih memiliki kesadaran yang utuh, ia akan ketakutan dan mencoba kabur bagaimanapun caranya. Namun Gempa sudah tidak bisa memberontak. Tubuhnya sakit dan lelah. Bahkan untuk menggerakkan tangannya saja ia tidak bisa. Jadi ia hanya pasrah dan menatap kosong ke dalam ruangan itu. Gempa tau apa yang akan Retak'ka lakukan terhadapnya. Siap ataupun tidak siap, dirinya sudah tidak peduli lagi.

"Nah Gempa, inilah ruangan yang akan kau pakai sampai saudara-saudaramu tiba untuk menyelamatkanmu." Retak'ka mengiring Gempa masuk kedalam ruangan itu. "Aku yakin kau akan betah disini. Banyak 'permainan' yang bisa kau mainkan."

Gempa diam, tidak bergeming sama sekali. Retak'ka menyeringai lebar melihat hal itu.

"Jika tidak ada bantahan, aku akan meninggalkanmu disini. Jangan coba-coba untuk kabur ya? Atau aku akan memenggal kepalamu." Retak'ka mengikat erat mulut Gempa dengan sebuah kain, membawanya kesebuah dinding besi khusus dan mengunci kedua tangan serta kaki Gempa terentang pada dinding tersebut dengan sistem lock on.

Retak'ka menatap Gempa yang kini tergantung dengan keadaan yang tak berdaya. Ini benar-benar akan berhasil, pikirnya. Semua rencana yang sudah ia susun dengan sangat sempurna itu pasti akan berhasil terlaksana. Ia tidak membiarkan siapapun menggagalkannya. Sebagai pemegang kuasa elemental yang asli, ia tidak akan menyerah untuk merebut kembali kuasanya itu.

Dengan itu Retak'ka melangkah pergi dari ruangan. Ditatapnya kembali Gempa dengan seringai lebar dan jahatnya, "game on." Gumamnya pelan. Saat setelah berkata seperti itu, pintu ruangan pun tertutup.

Gempa mengira bahwa ia akan dilanda oleh kesunyian dan kehampaan lagi dalam ruangan yang kini ia tempati, namun terkadang hal itu lebih baik daripada yang harus ia hadapi saat ini.

Cahaya ruangan yang tadinya putih berubah menjadi merah gelap. Dan sebuah alarm pun berbunyi nyaring yang membuat semua 'benda' itu bergerak mendekati Gempa. 'Benda' yang pasti membuat semua orang takut. Bahkan untuk Gempa sendiri. Walau ia terlihat sangat datar dan kosong, namun matanya membelakak horror dan penuh dengan rasa ketakutan.

Gempa tau beberapa benda yang digunakan untuk menyiksa orang. Tetapi ia tidak pernah melihat hal yang segila ini. Sebuah pistol yang menyemburkan api dan juga es dengan enam pisau disekelilingnya, yang pasti akan membakar dan membekukan kulit juga darahnya. Lalu sebuah stun gun yang berukuran tidak normal, sebesar lengannya dengan percikan listriknya yang kian membesar saat mendekati Gempa. Tidak hanya itu saja, ada juga gergaji yang memang berukuran kecil namun berputar begitu cepat hingga menghasilkan angin kencang yang berhembus pada badannya, apa gergaji itu bermaksud memotong dirinya? Dan yang terakhir adalah sebuah tanaman rambat juga sebuah laser yang ia yakini adalah laser untuk memotong atau membakar benda keras, juga tanaman rambat itu dipenuhi oleh duri-duri yang tajam.

Entah mengapa semuanya itu malah mengingatkannya pada saudara-saudaranya.

Apa Retak'ka memang sengaja menyiapkan hal ini?

Kenapa?

Gempa meronta, mencoba melepaskan diri, namun semua yang dilakukannya sia-sia. Mata Gempa kian melebar dengan penuh rasa takut saat semua 'benda' itu mulai dekat dengan dirinya. Entah apa yang merasukinya, Gempa sekarang tiba-tiba membayangkan saudara-saudaranya. Di pandangannya kini hanya terlihat saudara-saudaranya yang mendekat dengan ekspresi yang ingin menyiksanya, tak lupa dengan 'benda' yang ada ditangan mereka, membuat ketakutan Gempa kian meningkat drastis.

Puppet and String (Re-publish)Where stories live. Discover now