Flash Back MOPD

10 0 0
                                    



Aku menghampiri Sigit dengan berani dan perlahan.

Jantungku begitu berdebar sangat cepat saat berhadapan dengannya, semua sahabatku memberi aku dukungan dari belakang.

" Hay Git, boleh tanda tangan dibajuku." Ucapku kepada Sigit sambil memberikan spidol yang aku pegang saat ini.

"Dimana aku harus tanda tangan Risya, sepertinya semua tempat sudah penuh." Ucap Sigit sambil mencari disekeliling bajuku yang kebetulan sudah penuh dengan tanda tangan rekanku.

"Sebentar." Ucapku sambil membuka seragam, yang kebetulan saat itu aku sedang memakai kaos atau baju double.

"Disini Git." Ucapku kembali sambil menunjuk kearah bagian seragam dekat kantongku, mungkin jika dipakai itu tepat dibagian dadaku. Sepenuh apapun bajuku oleh tanda tangan mereka tapi akan selalu ada tempat untuk mu Sigit.

Sigit memberikan tanda tangannya, entahlah mendapatkan tanda tangannya saja aku sangat gembira. Padahal dulu kami tidak pernah akur, namun beberapa bulan belakangan ini kami sedikit dekat.

"Lalu apa aku boleh menandatangani baju mu?" Ucapku kepada Sigit

"Ya silahkan, disini ya Sya aku udah persiapkan khusus untuk mu." Ucap Sigit sambil menunjuk ke arah dadanya dengan senyum.

Aku menandatangani baju seragam berwarna putih miliknya serta memberikan tulisan kecil, mungkin suatu saat Dy akan membacanya atau tidak tetapi aku sudah mengutarakan yang selama ini aku pendam kepadanya.

Kami terdiam melihat teman – teman kami yang begitu bahagia menyambut kelulusan ini.

Tapi didalam lubuk hatiku masih tersirat kesedihan yang mendalam.

"Risya masih ingat dahulu kita bertemu seperti apa?" Ucap Sigit tersenyum walau pandangannya tak menatapku.

"Iya aku ingat, lucu ya saat itu. Aku kira kita akan selamanya bermusuhan." Ucapku sambil menundukan kepalaku sedikit mengingat kejadian saat itu.

Pikiranku terbayang kembali dimana saat itu kami terakhir MOPD. Untuk menyambut hari terakhir itu kami mengadakan kemah dilingkungan sekolah.

Bisa dibilang ini pelantikan kami yang terakhir, besok kami resmi menjadi Siswa dan Siswi SMU PERTIWI.

Saat itu pukul 5 sore kami sudah berkumpul di sekolah, dan mempersiapkan acara kami.

Saat itu aku juga sudah mempunyai teman yaitu Via, Elsa dan Andin.

Kami dibagi kelompok saat itu untuk mengadakan jurig malam, atau kegiatan malam di malam pelantikan terakhir ini.

Kami berempat berharap dapat satu kelompok, kami pun saling berpegangan tangan saat Kakak kelas kami datang.

"OK semuanya saya akan membagi kalian menjadi beberapa kelompok, dan masing – masing kelompok terdiri dari 5 orang." Ucap Bayu sambil melihat catatan yang sudah dipegangnya.

"Jadi setiap kelompok akan di pimpin oleh satu anggota OSIS." Ucap Arka sambil berjalan memutari kami perlahan.

"Apa kalian paham." Teriak Arka kembali

" Paham Kak." Ujar Kami semua

"OK untuk kelompok kami yang akan membaginya, disini sudah ada nama anggota OSIS jadi kalian akan mengambilnya secara acak. Dan yang kalian ambil itu adalah pemimpin kelompok kalian." Ucap Melda tegas memberi arahan kepada kami.

Kak Putri memberikan potongan kertas yang sudah dilipat agar kami mengambilnya satu persatu, itu adalah kertas yang bertuliskan nama anggota OSIS. Masing – masing nama di buat 5 sesuai jumlah orang perkelompok.

"Semua sudah memegang kertasnya." Ujar Bayu dengan mengunakan pengeras suara.

"Sudah Kak." Ucap kami bersama.

"Silahkan kalian buka, dalam hitungan 5 kalian harus berdiri di belakang nama yang tertera." Lanjut Bayu memberikan arahan.

Aku membuka kertas itu perlahan, ARKA tertera namanya dikertasku. Saat itu aku berharap akan satu kelompok dengan teman – temanku karena kami sangat menyukai Arka saat itu. Senang sekali walaupun sedikit terasa tegang saat itu perasaanku.

"1..... 2..... 3..... " Teriak Melda memberikan peringatan bahwa kami harus segera berbaris dibelakang pemimpin kami.

Aku berlari kearah belakang Arka, untung saja posisi Arka tidak jauh dari posisi aku berdiri saat itu.

Sudah ada 5 orang yang baris bersamaku, sayang sekali semuanya bukan teman - temanku yang selama ini aku harapkan dan sayangnya lagi mereka semua adalah murid pria.

Eh tetapi satu orang ini aku seperti pernah melihatnya, ya Dy pria yang menabrak Aku saat itu. Akh kenapa aku harus satu kelompok dengan pria angkuh macam ini, ujarku dalam batin.

"Heh Kamu, apa kamu yakin nama di kertas mu itu Arka." Ucap Melda sambil mendorong tubuhku, sampai tubuhku tergoyah. Entah apa yang membuat Melda begitu tidak menyukaiku saat dari awal aku menginjakkan kaki di sekolah ini. Padahal bertemu dengan Dy saja aku tak pernah sebelumnya.

"Ini benar kok Kak." Ucapku sambil memberikan kertas yang aku genggam kepada Melda.

Melda langsung merampasnya begitu saja dari tanganku dan membacanya, kemudian dy melemparkan kertas itu ketanah dengan wajah sinis.

"Cihh, awas kamu jika berani menggoda Arka." Bisik Melda kepadaku seakan Dy memberikan peringatan keras saat itu agar aku jauh – jauh dari Arka.

Namun aku tak memperdulikan celotehannya. Aku adalah orang yang cuek, apa kata orang aku tidak akan memperdulikannya terlebih jika orang itu hanya akan mencari gara – gara saja.

Kemudian aku teringat dimana ke 3 temanku, aku melirik kanan kiri mencari mereka. Terlihat dari kejauhan mereka bersama Bayu, ya ampun enak sekali mereka bisa bersama satu kelompok dan pemimpin mereka adalah Bayu sepupuhku.

"Kalian baris disini." Teriak Arka memanggil kami untuk menghampirinya, Arka saat itu memilih tempat yang jauh dari murid lainnya.

Kami menghampiri Arka, rasa canggung di hatiku mulai terasa saat itu. Bagaimana tidak canggung disini aku wanita satu – satunya di kelompok kami.

"Siapa nama kamu?" Ucap Arka sambil menunjuk kepada pria angkuh itu.

" Sigit." Ucapnya dingin tanpa ekspresi.

"Lalu kamu?" Dy menunjuk kearah pria yang berada disamping Sigit, pria dengan menggunakan kacamata sepertinya Dy murid berprestasi jika dilihat dari tampangnya.

" Saya Galuh Kak." Ucap pria itu dengan nada lemah lembut.

"SIAPA? Saya tidak mendengarnya, kamu. Apa kamu dengar apa yang Dy ucapkan." Ucap Arka dengan lantang dan menunjuk kerahku seketika membuat pria berkacamata itu sedikit takut dan bergetar. Aku hanya menggelengkan kepala tidak berani untuk berkata.

"GALUH KAK." Tidak disangka pria berkacamata itu mengeluarkan suara lantang meski dengan mata harus terpejam dan tangannya mengepal.

"Bagus, jadi pria jangan lembek. Lalu kamu?" Ucap Arka sambil menepuk pundak Galuh dengan nada menyindir, Arka melanjutkan ke pria di samping Galuh.

" Rian Kak." Ujar pria dengan tubuh lebih sedikit pendek di banding Sigit dan Galuh namun tampangnya cukup tampan. Bisa di bilang kelompok kami kumpulan pria tampan dengan berbeda karakter.

"Lalu kamu?"

"Kholis Kak." Ucap pria di samping Rian, pria berkulit putih bersih dengan rambut pelontosnya.

"Dan kamu jangan karena kamu disini wanita satu – satunya kamu bisa bermanja – manja ya. Siapa nama kamu?" Ujar Arka sambil menunjuk kearahku dengan tatapan tegas, tatapannya malah membuatnya terlihat semakin tampan.

SIGIT ( Saat Cinta Tak Harus Memiliki ) (Cetak)Where stories live. Discover now