Hujan

9 0 0
                                    



Mengingat kejadian hari itu aku dan Sigit pun tertawa bersama, entah lah sebenarnya apa yang terjadi di hari itu tak pernah kami bahas hingga saat ini.

Setelah kejadian itu pun kami jarang bertemu padahal kelas kami bersebelahan. Hingga kami teringat di mana saat kami mulai berbicara lagi.

Waktu itu kami sudah 3 bulan belajar di sekolah PERTIWI, kami tidak satu kelas tetapi kelas kami bersebelahan. Saat itu aku sedang pelajaran olahraga dan Sigit pelajaran komputer.

Berhubung guru olahragaku berhalangan hadir akhirnya kami di beri tugas untuk membersihkan ruang kelas. Aku paling malas jika harus menyapu atau mengepel kelas. Akhirnya aku memutuskan untuk membersihkan jendela saja, itu pun jendela samping luar kiri. Kelas kami waktu kelas satu berada di lantai dasar jadi jendela kanan kiri bisa di bersihkan dari luar, jendela kanan yaitu jendela samping pintu masuk kelas sedangkan jendela samping kiri menuju tanah kosong atau semacam kebun sekolah.

Aku sengaja memilih jendela itu agar tidak terpantau oleh ketua kelas bahwa sebenarnya aku tidak mengerjakan apa-apa.

Brrrukkkk...

Tiba-tiba sebuah bola menghantam kepalaku, aku yang sedang berlutut lalu segera berdiri.

"Woy kemarikan bolanya." Ujar pria kelas sebelah lewat jendela.

"OH jadi kamu pemilik bola itu, kamu mau bola ini." Ucapku marah sambil mengangkat bola itu ke atas, kemudian aku mengambil cuter yang sedang di gunakan temanku untuk membersihkan sisa-sisa lem di kaca.

DOOORRRR bola itu kempes seketika saat aku menyayatnya dengan cutter

"EH kok di pecahin bagaimana sih." Ujar pria itu marah.

"Kenapa Git, mana bolanya?" Tanya pria satunya sambil melihat ke arahku.

"Kelas tuh buat belajar bukan buat main bola, kalau mau main bola noh di lapangan. Kamu pikir kepalaku ring basket bisa kamu lempar bola begitu saja. Achonk bilang sama temanmu itu lapangan di luar sana "Ucapku benar-benar marah karena pria itu tidak meminta maaf sedikit pun.

" Maaf Risya tadi itu Sigit yang melempar." Ujar Achonk pria yang di samping Sigit sambil menunjuk Sigit dengan jari telunjuknya.

Waktu itu aku sedikit samar dengan wajah Sigit wajar saja sudah 3 bulan sejak kejadian itu kami tidak pernah bertemu lagi.

"Tetapi seharusnya kamu enggak pecahin bolanya gitu saja, aku kan sudah memintanya baik-baik." Ucap Sigit di hadapanku setelah Dia melompati jendela. Kebetulan saat itu guru computer berhalangan hadir juga jadi di kelas Sigit tidak ada gurunya.

"Apa? Kamu bilang meminta bola itu baik-baik, HAH jelas-jelas kamu minta dengan nada tinggi kamu bilang baik-baik, minta maaf saja kamu tidak sama aku." Ucapku penuh emosi.

kami kini berdekatan, semua murid dari kelas Sigit dan aku memperhatikan kami.

"Lagian untuk apa aku meminta maaf, Aku juga tidak sengaja. Harusnya kamu yang meminta maaf telah memecahkan bolaku." Ucap Sigit tidak mau kalah

"Bu Ambar datang." Teriak Galuh sang ketua kelas, Ya galuh yang waktu itu sempat satu kelompok bersamaku kini menjadi ketua kelas.

"EH masalah kita belum selesai ya." Ucapku menunjuk Sigit saat itu dan kemudian meloncati jendela untuk masuk ke dalam kelas.

Kami kembali tertawa bersama saat mengingat kejadian-kejadian dulu, rasanya kami itu bagai Tikus dan Kucing saja jarang akur.

"Risya, sepertinya sudah sore lebih baik kita pulang. Semoga di lain waktu kita bisa bertemu kembali dan semoga kamu bisa menjadi orang yang sukses bisa masuk Universitas yang kamu inginkan." Ucap Sigit sambil mengelus halus rambut panjangku..

Ini pertama kalinya Dia mengelus rambutku, rasanya aku tidak ingin berpisah darinya jika saja takdir mempersatukan kami untuk melanjutkan ke Universitas yang sama. Berat rasanya mendengar ucapan Sigit saat ini, berat rasanya untuk aku mengucapkan kata selamat tinggal kepadanya.

"Semoga kita bisa menjadi orang sukses, selamat tinggal." Ucapku dengan berat hati, tidak terasa air mataku mengalir saat aku beranjak berjalan menjauh dari Sigit.

( note : bacanya sambil lagu Ungu cinta dalam hati ya hehe )

"RISYA." Teriak Sigit, aku menoleh ke arahnya terlihat Dia tersenyum sambil melambaikan tangan. Aku balas lambaian tangannya.

Sungguh berat rasanya langkah kakiku ini saat menjauh darinya. Rasanya baru kemarin aku mengenalnya, rasanya baru kemarin aku melihat wajahnya untuk pertama kali, rasa baru kemarin aku jatuh hati padanya namun aku tak mampu mengungkapkannya.

**

Hampir 6 tahun sudah aku tidak melihat Sigit, dan bahkan mendengar suaranya sekalipun tidak. Entahlah Dia di mana keberadaannya, aku tidak bisa menemukannya. Berbagai cara telah aku lakukan untuk mencari informasi tentangnya tetapi Dia menghilang bagai di telan bumi.

Hujan hari ini membuat aku mengingatnya kembali.

"Risya kenapa kamu melamun." Ucap Via sambil membawakan aku sebotol minum dan meletakannya di atas meja.

Via kami masih menjadi teman satu kampus, dan Dia Masih tetap menjadi sahabat terbaikku. Hujan ini menahan kami di sebuah stasiun di kota Bandung.

Hari ini Aku, Via dan 4 orang teman kampusku baru saja tiba di Bandung untuk melakukan KKN di sebuah Desa kecil.

"Tidak apa-apa Via hanya saja hujan mengingatkan Aku kepada Sigit." Ucapku kepada Via sahabatku, aku ingat saat itu kami akan pulang sekolah namun tiba-tiba hujan turun begitu deras.

Flashback

"Risya aku sudah di jemput, aku pulang duluan ya." Ujar Andin saat itu meninggalkan Aku di teras depan UKS sendiri.

"Hati-hati Andin." Teriakku kepada Andin sambil melambaikan tangan. Dari kejauhan Andin membalas lambaian tanganku.

Seperti biasa sepulang sekolah aku harus menunggu Bayu untuk bisa pulang bareng. Kebetulan hari ini anggota OSIS sedang ada rapat dengan pembimbing mereka karena untuk mempersiapkan pemilihan ketua OSIS yang baru.

"Sigit oper kesini bolanya." Teriak Febri dari arah lapangan sambil mengangkat tangan memberi tanda kepada Sigit untuk melemparkan bola ke arahnya.

Aku berjalan perlahan melihat mereka yang asik bermain basket sambil hujan-hujanan. Kelihatannya seru sekali mereka bermain.

"HEY Risya kemarikan bolanya, jangan kamu pecahkan lagi!" Ujar Sigit meminta bola yang baru saja menggelinding tepat di bawah kakiku.

"Kamu mau bolanya, kenapa tidak kamu ambil sendiri saja." Jawabku kesal karena ucapan Sigit. Aku menginjak bola itu dengan kaki kananku.

"Kemarikan bolanya!" Ucap Sigit berjalan di hadapanku. Dengan tubuhnya yang basah Dia menghampiri Aku.

"Kamu mau bola ini?" Ucapku sambil memegang bola basket yang Dia pinta.

JJJJGGERRRRRR hujan lebat tiba-tiba mengundang petir saat itu.

"Astagfirullah." Ucapku lalu melemparkan bola itu dan menutup mata, entah sengaja atau tidak saat itu Sigit langsung memelukku dan menutup telingaku.

Aku benar-benar takut saat itu petir berulang kali datang, aku memegang erat tubuh Sigit. Ya aku seorang Fobia dengan petir jadi saat mendengar petir aku langsung takut dan panik.

Sigitmembawaku ke dalam UKS untuk melindungiku,tubuh basahnya kini melepaskan ku.

SIGIT ( Saat Cinta Tak Harus Memiliki ) (Cetak)Dove le storie prendono vita. Scoprilo ora