{ zeventien }

39K 9.8K 3.6K
                                    

Hyunjin mendorong pintu keras-keras. Di belakangnya, Jisung dan Seungmin terlihat panik namun tidak berani berbuat apapun karena Hyunjin benar-benar menyeramkan.

"Dimana Jinyoung?!"

Tak ada yang menjawab. Hyunjin semakin marah sampai menendang meja di depannya.

"Mana yang namanya Jeno? Maju lo bangsat!"

Jisung merutuki dirinya dalam hati. Seharusnya dia mencegah Hyunjin datang kesini. Dia bisa membuat masalah yang akan merugikan dirinya sendiri.

"Hyunjin, please tenang dulu. Ini kelas orang, jaga sikap lo," tegur Seungmin yang mencoba menahan rasa kesalnya.

"Gue minta Jeno, Hyunjoon, Renjun, dan Soobin tetep disini, sisanya keluar!"

Mendengar perintah Hyunjin, murid-murid yang berada di dalam kelas berlarian keluar, bahkan sampai menabrak Jisung dan Seungmin.

"Sung, tutup pintunya."

Jisung meneguk salivanya tegang lalu mengangguk. Setelah pintu tertutup, Hyunjin kembali berteriak.

"Kalian diskusiin apaan sampe Jinyoung gak balik, hah?!"

Soobin, Renjun, dan Hyunjoon saling melempar pandang kebingungan. Tapi mereka serentak terlonjak kaget karena teriakan Hyunjin yang menggelegar.

"Mana yang namanya Jeno? Lo ngapain ngajak temen-temen lo diskusi sampe temen gue gak balik?!"

Lama-lama Jeno terpancing emosi. "Denger ya, gue gak tau apapun. Dia pergi lebih dulu dari kita," ucapnya.

"Gue mohon maaf sebesar-besarnya, maafin Hyunjin yang-"

"Lo gak perlu minta maaf ke orang-orang kayak mereka, Seungmin. Seharusnya mereka yang minta maaf ke gue karena hilangnya Jinyoung."

"Tapi lo gak boleh berpikir kalau dia hilang karena mereka, pasti ada alasan lain."

"Jeno nuduh Jinyoung vampire kemaren dan berniat bunuh dia. Lo masih berpikir gue salah?!"

"Tunggu sebentar," sela Renjun yang merasa ada kejanggalan. "Lo tau dari mana kalau Jeno nuduh Jinyoung?"

"Dari temen lo yang namanya Soobin."

Jeno melayangkan tatapan tajamnya pada Soobin. Namun Soobin dengan cepat memberikan penjelasan.

"Dia temennya Jinyoung dan Jinyoung udah kasih tau Hyunjin apa yang bakal kita diskusiin kemarin. Wajar dong kalo gue ceritain semuanya."

"Dia gak ada hubungannya sama game itu, dia gak perlu ikut campur!"

"Gue juga masuk dalam gamenya. Oh, gue tau. Gue gak boleh ikut campur karena lo takut mati kan, Lee Jeno?" Hyunjin menunjukkan seringaian kecilnya. "Gue pamit. Min, Sung, ayo pergi."

Hyunjin berjalan melalui Seungmin dan Jisung. Saat ia membuka pintu, dia berbalik sebentar menatap Jeno.

"Oh ya Jen, Jaemin udah mati. Dia vampire."

Hyunjin pun pergi dari sana, meninggalkan ketiga pemuda yang diam mematung di tempat.

Hyunjoon mengulum bibirnya lalu berdecak. Dia segera menyusul Hyunjin yang telah pergi bersama kedua temannya.

Soobin menghela nafasnya. "Sebelumnya gue minta maaf, gue cuma mau tanya. Dalangnya gak ada di antara kita dan yang lain, kan?"

Renjun menggeleng tanda tak tahu, begitu juga dengan Jeno.

Soobin menghela nafasnya lagi. Dia teringat perkataan Lia kemarin.

"Dalangnya salah satu di antara kalian yang masuk ke dalam game."























































Sanha mengunyah sop iganya dengan lahap. Di sampingnya, ada Haechan yang terus memandanginya dengan senyuman.

Awalnya Sanha tidak sadar, tapi lama-lama dia merinding dan menoleh ke samping. Haechan yang kepergok berdeham sebentar lalu membuang muka.

"Ngapa lo? Mau?"

Haechan berdecak. "Ck, gue bisa beli sendiri."

"Terus kenapa lo liatin gue sampe segitunya? Lo suka sama gue apa gimana?" Celetuk Sanha yang dibalas tatapan datar oleh Haechan.

"Gue masih suka Somi dibanding suka sama lo, maaf aja nih."

"Widih, bukannya cem-ceman lo itu si Nancy?"

"Nancy darimana bodoh! Nancy doi nya Felix."

"Ya elah, Felixnya udah mati ini."

Kepala Sanha langsung ditempeleng Haechan yang kesal. Bagaimana bisa dia mempunyai teman dengan pemikiran seperti Sanha.

"Eh San, lo mau minum apa?"

"Widih, tumben banget lo. Gue mau jus mangga, sekalian gak usah pake susu ya!"

"Ck, iya-iya."

Haechan berjalan malas ke salah satu penjual minuman disana dan memesan dua jus mangga. Sanha terkekeh, tumben sekali Haechan mentraktir temannya sendiri. Biasanya kan dia nggak punya duit.

"Makasih loh, Chan. Emang lo doang temen terbaik gue."

Sanha lanjut memakan sopnya. Namun tiba-tiba, seseorang menabrak meja yang ditempatinya, membuat Sanha terkejut dan ponsel yang dipegang orang itu terpental.

"Sorry, San. Gue terlalu asik main hp."

"Santai, biar gue ambilin hpnya."

Sanha membungkuk dan berusaha meraih ponsel temannya yang tergeletak di samping kursi yang dia duduki. Tentu dengan tangannya yang panjang ia dengan mudah meraihnya.

"Lo mau kemana? Gabung bareng gue sama Haechan aja disini."

Orang itu tersenyum kikuk. "Gue mau beli air putih terus balik ke kelas. Lain kali aja deh."

"Oke!"

Setelah temannya pergi, Sanha geleng-geleng kepala. "Dia doang emang, kalo diajak kumpul susah."

Sanha pun lanjut makan dengan santai. Tapi anehnya, dia merasakan rasa perih dan panas secara bersamaan di perutnya.

Awalnya perih saja, tapi lama-kelamaan dia merasakan perutnya seperti ditusuk-tusuk. Dan dia langsung berlari pergi ke toilet, membuat Haechan kebingungan.

"Mau kemana tuh anak? Sanha setan, gue ditinggal sendiri, gitu?! Mending gue ngapel ke kelasnya Somi."

Haechan menyedot jus mangganya sebentar lalu menuju kelas pujaan hatinya.

Dengan dua jus mangga digenggamannya, dia menjadi pusat perhatian. Dia sih masa bodo, yang penting dia bahagia karena Sanha tidak jadi minum jusnya.

"Aduh, seger banget jusnya. Makin semangat ngejar Somi, nih."

Haechan senyum-senyum sendiri sambil belok ke koridor di sebelah kanannya.

Tapi, banyak orang berkerumun di depan pintu kamar mandi pria sambil berbisik-bisik heboh. Mendadak jiwa kepo Haechan menyala.

"Eh, ada apaan nih rame-rame? Ada yang anu-anu di toilet?"

"Ngasal njir, ada mayat di dalem."

"HAH?! JINJJA?! DAEBAK! HEOL! WANJEON!" Seru Haechan heboh. "Bisa jadi bahan gosip nih!"

Dengan semangat yang membara, Haechan menerobos kerumunan untuk masuk ke dalam dan melihat.

"Permisi, aa' ganteng mau lewat, permisi. Woi kasih jalan dong anj-ASTAGFIRULLAH, YOON SANHA!"

Dua gelas jus mangga di tangan Haechan jatuh begitu saja ke lantai dan pecah berkeping-keping. Mulutnya menganga tak percaya.

Sanha terbaring tidak bernyawa dengan badan pucat dan kaku. Tak hanya itu, di mulutnya ada cairan berwarna jingga.

Dead or Kill | 00 Line ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang