"Berdasarkan hasil otopsi, Sanha keracunan sianida dan yang lainnya. Polisi mengatakan kalau semua itu berasal dari makanan dan minumannya. Kamu orang terakhir yang bersama Sanha, bisa kamu berikan keterangan mengenai itu, Lee Haechan?"
Sungguh, Haechan tidak menyangka Sanha akan pergi secepat itu. Apalagi sekarang ia menjadi tersangka karena dia yang menemani Sanha makan di kantin.
"Haechan, kalau kamu tidak bicara juga, kamu bisa dimasukkan ke dalam penjara."
Dengan sorot mata penuh permohonan, Haechan akhirnya bicara. "Bu, Sanha baik-baik aja saat dia makan tadi. Gak ada hal aneh yang terjadi."
Sang kepala sekolah menatapnya tajam. "Sanha tidak akan meninggal kalau di makanan atau minumannya ada racunnya. Jelaskan pada saya sejujur-jujurnya."
"Saya berani sumpah kalau di makanannya Sanha gak ada racunnya, bu. Tadi saya sempat nyicipin sedikit makanannya, buktinya saya gak kenapa-napa."
Sang kepala sekolah menggebrak meja, marah mendengar penjelasan Haechan. "Polisi tidak mungkin salah. Ohh, jangan-jangan kamu sendiri yang racunin dia?"
"Anda nuduh saya berdasarkan apa?" Wajah Haechan berubah datar. "Kalau anda mau tau, saya sempat pergi sebentar untuk beli jus mangga buat saya dan Sanha. Ketika saya mau samperin dia, dia pergi gitu aja."
Sang kepala sekolah memijat pelipisnya. Lalu ia berdeham sebentar dan lanjut bertanya.
"Apa tidak ada orang lain selain kamu di kantin?"
"Hanya beberapa orang saja yang ada di kantin. Saya, Sanha, Yunseong dan teman-temannya, yang terakhir ada Sunwoo yang lagi makan ayam geprek sampai ingusnya kemana-mana."
Sang kepala sekolah mengernyit. "Kamu yakin?"
Haechan mengangguk menjawabnya. Tapi tiba-tiba dia teringat sesuatu. Dia tiba-tiba ingat kalau dia melihat seseorang berbincang dengan Sanha sebentar sebelum pergi membeli air mineral.
Tapi Haechan ragu, dia tidak yakin kalau dia yang mencampurkan racun ke dalam makanan Sanha.
"Kamu tahu sesuatu, Haechan?"
Haechan menghela nafas panjang lalu mengangguk. "Saya sempat melihat ada murid lain yang berbicara dengan Sanha. Tapi saya yakin bukan dia, dia orang yang baik."
"Siapa?"
Haechan menggigit bibir bawahnya gelisah, dia tidak yakin akan mengatakan ini. Haechan tidak mau temannya ikut terseret dalam masalah ini karena Haechan yakin temannya tidak bersalah.
"Kejujuran kamu sangat penting dalam kasus ini, saya mohon jujur," ucapan tegas sang kepala sekolah membuat Haechan memgangguk.
"Dia Renjun, Huang Renjun."
Seungmin menggaruk-garuk kepalanya. Dia heran saja, kenapa Jisung mondar-mandir terus di depannya sambil berpikir keras seperti itu.
Seungmin bisa saja membaca pikiran orang lain, tapi entahlah, Jisung tidak bisa dibaca.
"Sung, lo mikirin apa, sih?"
"Gue bingung, gue denger ada empat orang yang hilang. Jihoon, Junkyu, Yoonbin, dan Jinyoung. Gue rasa hilangnya mereka berhubungan sama game sialan itu."
"Jadi?" Seungmin mengangkat sebelah alisnya meminta penjelasan.
"Gue mau kita yang main game itu kumpul dan diskusiin bareng-bareng. Gue bakal cari tahu siapa makhluk mitos yang ada di antara kita."
"Terus lo mau ngapain?"
Senyum Jisung mengembang. "Kalo vampire ya gue kasih ramuan bawang," ucapnya santai.
Raut wajah Seungmin berubah drastis, dia cukup terkejut mendengarnya. Jisung yang melihat itu langsung heran.
"Lo kenapa kaget begitu?"
"Ra-ramuan? Maksud lo apa?"
Jisung refleks menepuk jidat. Seungmin kan tidak tahu kalau dia adalah penyihir.
"Gak apa-apa, gue cuma asal bicara aja, kok. Hehehehe." Setelah itu, dia menunjukkan cengirannya.
"Sung, gue mau ngomong hal penting," kata Seungmin tiba-tiba.
"Apa?"
"Kalau lo punya temen dan dia bukan manusia normal gimana? Lo masih mau temenan sama dia?"
Jisung tertawa. "Min, pertanyaan lo aneh banget, deh. Gue punya kok temen yang bukan manusia normal, Haechan contohnya. Liat aja kelakuannya, bobrok."
"Gue serius."
"Gue sih gak memandang dia siapa dan asalnya dari mana. Cukup dia setia temenan sama gue, gue akan anggap dia temen gue."
"Kalau dia jahat?"
Jisung terkekeh. "Orang jahat bukan berarti harus dibenci. Kita sebagai orang baik akan menuntun dia ke jalan yang benar. Dan gak semua orang jahat itu 'jahat', mereka hanya punya masalah yang bikin mereka jadi jahat. Dan kita harus bantu dia dan temenin dia."
"Sung, gue mau tanya. Kalo selama ini ada temen lo yang bohong ke lo, gimana?"
Jisung mengerutkan keningnya. "Maksudnya?"
"Ya bohong tentang semuanya."
"Gue bakal kecewa sama dia, buat apa kita temenan kalau dia gak pernah jujur sama gue. Tapi gue bakal maafin dia, karena gue tau gak semua hal tentang kehidupannya dia harus diceritain ke gue."
"Enggak, bukan itu maksud gue."
Jisung tertawa lagi. "Lo kenapa sih? Sikap lo aneh banget dari tadi?"
Dengan kedua tangan terkepal, Seungmin menatap Jisung dengan tatapan merasa bersalahnya.
"Kalau orang itu adalah gue, lo bakal maafin gue?"
Wajah Jisung berubah datar. Senyuman yang sejak tadi ia tunjukkan menghilang begitu saja.
"Gue bukan orang yang ada di pikiran lo. Gue bukan Kim Seungmin yang selama ini lo kenal rajin, jarang bercanda, dan lain-lain. Gue pengen lo tau kalau gue bohong sama lo."
Seungmin menundukkan kepala, ini semua salahnya. Jisung terlalu baik untuk berteman dengan pembohong sepertinya. Dia benar-benar jahat.
Namun, tiba-tiba dia merasakan tangan Jisung memegang pundaknya. Dia mendongak, menatap Jisung yang tersenyum padanya.
"Sejak dulu gue nunggu lo jujur, Min. Sebenernya gue udah tau kok. Tapi it's okay, gue tau lo baik. Selama ini lo berusaha lindungin gue dari vampire jahat itu, kan? Makasih banyak ya, Seungmin."
Terkejut? Tentu saja, Seungmin tidak menyangka kalau Jisung tidak marah padanya. Reaksi Seungmin yang lucu di mata Jisung membuatnya terkekeh.
"Asalkan lo setia temenan sama gue sampe tua, gue gak akan marah sama lo, Kim Seungmin si manusia setengah vampire."
Makin ngawur hshs