Saat sampai di tempat yang mereka yakini sumber suara tersebut berasal, mereka saling melempar pandang kebingungan karena tidak ada siapapun disana.
"Gue yakin suara tadi berasal dari sini," kata Hyunjoon. "Apa pikiran lo sama kayak pikiran gue?"
"Gue rasa, kita dijebak," balas Yonghee sambil memandangi sekelilingnya. "Disana, disana, disana, dan disana ada panah yang bakal meluncur ke arah kita kalau kita gerak sedikitpun dari sini."
Mata elang Hyunjoon memperhatikan panah yang dimaksud Yonghee. Semua panah tersebut mengarah ke mereka. Mereka menginjak beberapa tali yang sudah terputus karena mereka injak. Kalau mereka lepas, panah-panah itu akan membunuh mereka.
"Yonghee," panggil Hyunjoon, Yonghee menangkat sebelah alisnya mengisyaratkan kata 'apa'.
"Lo geser posisi, nanti gue bakal injek tali yang ada di bawah kaki lo sekarang. Terus, gue minta lo pergi dari sini."
Yonghee terbelalak. "Lo gak perlu berkorban buat gue!"
"Di panah-panah itu ada racun, kalau kita kena racun itu, kita bisa mati. Gue percaya sama lo untuk lindungin yang lain, sekaligus bayar rasa bersalah lo karena bikin game itu, kan?"
Yonghee menggeleng tegas. "Lo disini, gue juga disini."
"Gue mulai mencium bau bawang disini, cepet geser posisi kaki lo pelan-pelan!"
"Lo tega ninggalin Sunwoo sendirian?" Pertanyaan Yonghee sontak membuat Hyunjoon bungkam.
"Dia gak punya siapa-siapa lagi selain lo," lanjut Yonghee. Hyunjoon menggeleng membalasnya.
"Cepet pergi dari sini, selamatin Haechan. Dia yang bakal jadi korban hilang selanjutnya," pinta Hyunjoon penuh permohonan.
Tidak boleh, Hyunjoon tidak boleh berkorban untuknya. Dia harus membantunya menyelesaikan semua ini.
"Cepet, Yonghee! Bau bawangnya makin menyengat!"
Hyunjoon kalang kabut karena Yonghee tidak bergerak sedikitpun dari tempatnya berdiri. Tanpa membuang waktu lagi, ia mendorong Yonghee dan dengan cepat memindahkan kaki kanannya untuk menginjak tali yang sebelumnya diinjak Yonghee.
"Lo gila?!"
Seruan marah Yonghee membuat Hyunjoon tertawa pelan. "Baru kali ini gue liat lo, si laki-laki kalem marah begini," celetuknya.
Lama-kelamaan bau bawang tercium oleh mereka. Begitu melihat ke sekeliling mereka, ternyata banyak bawang yang entah kapan digantung disana.
"Nasib Haechan ada di tangan lo, cepet pergi!"
Yonghee mengepalkan kedua tangannya dengan mata terpejam. Kemudian, ia mendongak menatap Hyunjoon.
"Maaf."
Hanya itu yang dia katakan, sebelum melesat pergi, menuju tempat dimana Haechan berada. Melihat itu, Hyunjoon mengukir senyum tipisnya. Baru kali ini ia berkorban demi orang lain.
Lama-kelamaan, badannya melemas karena aroma bawang yang menusuk hidung. Tak kuat menopang berat badannya lagi, ia jatuh tersungkur ke tanah.
Menyebabkan tali yang ia injak terlepas, dan panah-panah tersebut meluncur ke arahnya, kemudian menusuk tubuhnya, dan menembus kulit pucatnya.
"Gimana? Suka sama pemandangan di depan lo ini?"
Junkyu meronta-ronta minta dilepaskan di kursi yang ia duduki. Mulutnya ditutupi lakban hitam, badannya diikat.
"Darah Jihoon manis banget, tapi kayaknya darah lo lebih manis lagi, kata dia sih."
Air mata menggenang di matanya. Junkyu benar-benar marah dan tak percaya kalau Jihoon terbaring tak bernyawa di depannya dengan dua lubang kecil di lehernya.
Tak hanya itu, ada Jinyoung yang tak sadarkan diri dan dikelilingi dengan benda aneh yang ia sendiri tidak tahu apa namanya.
Lalu, di samping Jinyoung ada Yoonbin yang menatap orang di depan Junkyu dengan tatapan bengisnya. Namun ia bisa apa, kondisinya sama seperti Junkyu. Bedanya, dia diikat dengan rantai.
"Lo tau, gue terpaksa lakuin ini ke kalian." Orang tersebut berujar dingin ke mereka. "Dia udah bunuh ayah dan ibu gue. Tersisa kakak gue, kalau gue gak turutin apa yang dia mau, kakak gue bakal dibunuh."
Dia menyeringai. "Kalau lo kira gue dalangnya, kalian salah. Dalangnya adalah seorang manusia setengah vampire yang sok baik dan bersikap bodoh di depan kalian semua."
Tiba-tiba, dia menendang kursi yang diduduki Junkyu hingga membuatnya tersentak kaget.
"Untung Yonghee pergi waktu itu. Kalau dia gak pergi kan gue gak bisa bawa lo kesini," katanya sambil tertawa. "Terus, kalau Yoonbin gak bawa Jihoon pergi dari acara yang lo adain, dia gak bakal mati. Bodoh banget, gue lagi berbaur sama yang lain, gak mungkin gue asal pergi, gue bisa dicurigain."
Tangannya dengan cepat membuka lakban di mulut Junkyu. Saat itu juga, Junkyu langsung berteriak bak orang kesetanan.
"Lo jadi pemburu dan tega bunuh temen lo sendiri karena uang, kan?! Tega ya lo, lo dengan gampangnya ngecewain kita, lo dengan gampangnya ngerusak pertemanan yang kita bangun dari kecil!"
"Sayangnya, gue gak peduli." Pemuda dengan rambut pirangnya itu mengedikkan bahunya. "Oh ya, kalian terlalu bodoh karena berpikir kalau rambut pirang pasti warnanya kayak Felix. Nyatanya, cokelat bisa dikatakan pirang."
Orang itu berjalan ke arah meja yang ada di belakang Junkyu. Kemudian, ia kembali ke posisi awal dengan sebuah pistol di tangannya.
"So, sebelum dia minum darah lo, ada yang mau lo sampaiin?"
"Anjing, lepasin gu-"
DOR!
"Ck, banyak omong," decaknya malas lalu menutup lubang kecil tempat dimana peluru yang ia tembakkan bersarang dengan lakban hitam.
Dia tidak akan membiarkan darah Junkyu terbuang begitu saja. Karena darah sama dengan uang.
Kemudian, dia dengan santai mengambil ponselnya dan mencari kontak seseorang lalu menghubunginya.
"Apa lagi yang harus gue lakuin?"
"Lo tunggu disana sebentar, gue harus urus temen sebangsa gue dan penyihir abal-abal yang halangin jalan gue."
"Oke, jangan lupa transfer uangnya malam ini."
"Ck, iya-iya. Bacot amat lo produk impor."
Pip
Laki-laki ini tersenyum lebar melihat raut wajah marah Yoonbin yang tidak berhenti ditunjukkan kepadanya sejak tadi.
"Sebentar lagi, lo bakal liat pembunuhan sadis untuk yang pertama kalinya. Pembunuhan temen lo sendiri." Lalu, ia tertawa puas.
Tok tok tok
"Permisi!"
Tok tok tok
"Gue gak salah rumah kan? Kalo salah rumah mau ditaro dimana muka gue."
Tok tok tok
"Renjun, ini gue Haechan!"
Seringaian lebar langsung terukir di bibirnya. "Tuh, orangnya udah dateng," ucapnya, kemudian ia berseru.
"Masuk aja, Chan. Pintunya gak dikunci!"