9#

367 47 12
                                    

Angin yang berhembus sore ini nampak sangat menyegarkan. Langit Oranye kemerahan dengan bayangan awan merah bergerak melewati matahari yang semakin tenggelam di ujung barat. Rasanya senja ini cukup cerah, tidak seperti senja sebelumnya yang tampak gelap sebelum waktunya malam. Burung-burung merpati pun masih beterbangan, mengepakkan sayapnya menuju kesarang mereka.

Ia duduk di kursi taman di depan rumah nya. Saat senja ia selalu pergi ke taman depan rumah nya. Entah itu untuk menyirami tanaman mengajak bermain peliharaan nya ataupun hanya duduk memandangi langit senja yang suram. Itu dulu, kali ini langit senja nampak ceria dan berwarna. Mengirimkan sejuta kebahagiaan bagi orang yang menyaksikannya.

Ia memejamkan matanya, menikmati hembusan angin yang membelai wajahnya. Membuka matanya kembali, terlihat matanya yang nampak lelah terus-menerus membuka. Ingin ia tutup tetapi ada satu hal yang terus ia tunggu. Seseorang yang pergi diwaktu senja, berjanji akan kembali saat senja juga. Ia ingin kebahagiaan senja kali ini adalah ia yang bertemu dengan orang itu.

Ia terus mendongak menatap langit senja yang kian lama semakin menggelap. Ia masih ingin menunggu orang itu. Ia sebenarnya lelah menunggu lama. Menunggu kedatangan orang yang telah menghilang selama 8 tahun. Selama itulah ia berharap pada senja. Mengurung diri saat siang dan menutup pembicaraan saat malam.

Kenapa jadi seperti ini? Kenapa yang seharusnya ia merasakan bahagia malah merasakan kesedihan yang teramat mendalam. Kenapa pikiran semua orang yang ada di rumahnya selalu berputar di pertanyaan yang sama? Saking lelahnya berpikir ia tidak sadar bahwa senja sudah berganti malam. Langit jingga sudah berubah menjadi biru tua. Saatnya ia pergi dari hadapan dunia.

Ia pun berdiri dari duduknya. Ia ingin segera pergi dari hadapan sang malam. Ia tidak ingin menjadi bahan lelucon bulan dan hiburan untuk bintang. Ia pun berbalik dan terdiam sejenak. Berharap suara orang itu memanggilnya. Ternyata tidak. Tidak ada yang memanggilnya. Ia pun mulai mengayunkan kaki kirinya berjalan meninggalkan taman depan rumah nya yang menjadi tempat favorit nya. Baru 3 langkah ia berjalan, ada sebuah suara familiar yang menusuk indra pendengaran nya.

"Chen! "

Apakah Tuhan mengabulkan harapannya? Suara itu, itu suara orang itu kan? Ingin berbalik tetapi ia ragu, ia sering berhalusinasi sehingga ia menoleh tiba-tiba seakan-akan ada yg memanggilnya. Ia kemudian menggeleng. Menepis pemikiran jika itu adalah suaranya. Ia pun ingin kembali melangkah tetapi langkah nya terhenti oleh tepukan di punggung nya.

Ia pun berbalik. Melihat orang yang selama ini ia tunggu kedatangannya. Orang itu kini berada didepan nya. Berdiri dengan wajah penuh senyuman yg nampak manis di matanya. Apakah ini mimpi? Ia masih belum percaya jika itu adalah dia.

"Chen! " Panggil orang itu sekali lagi.

Bukannya menjawab Chen malah menjatuhkan air matanya. Menampakkan wajah lelahnya, mengeluarkan seluruh keluh kesahnya. Sungguh hal yang tidak ingin ia lihat. Ia pulang untuk melihat senyuman bukan derai air mata pilu yang menyambut nya. Ia pun segera menarik Chen kedalam dekapan nya. Dekapan seorang kakak yg selalu melindungi Chen dari siksaan batin yang diberikan oleh ayah mereka.

"Aku pulang untuk melihat senyuman bukan air mata. Jika hanya hal memuakkan ini yg ku lihat lebih baik aku tidak usah kembali! " Ujarnya.

"Hyung! Kumohon jangan pergi lagi hikss~ seluruh orang yang ada disini semakin terpuruk jika kau pergi. Semuanya hikss~ semuanya tetap sama seperti sebelumnya. Kumohon jangan pergi lagi! " Chen.

Xiumin -(namanya)- hanya bisa mengelus punggung adiknya yang ia berikan janji untuk kembali saat senja. Adik yg selalu menunggunya dibawah langit senja. Mereka berdua pun masuk ke dalam rumah mereka. Rumah penuh kenangan menyenangkan sekaligus menyedihkan.

The Legend Of Vampire 2 [End]Donde viven las historias. Descúbrelo ahora