05 •• Merasa Bersalah

11.1K 884 18
                                    

Ada hal di dunia ini yang membuat Andrea sedih. Salah satu hal itu adalah dibenci Devon. Namun, mau bagaimana lagi, nasi sudah menjadi bubur. Begitu juga dengan cinta, cinta yang tumbuh sudah seperti akar pohon yang sulit dicabut dari tanahnya.

Bagaimanapun juga, Devon merupakan salah satu dari seribu lelaki yang dapat memenangkan hati Andrea. Walaupun dengan sikap Devon yang tidak peduli itu.

"Sabar Andrea, lo cewek kuat. Lo anaknya ibu Kartini. Lo pahlawan kebucinan wanita," ucap Andrea seraya menyemangati dirinya sendiri.

Saat ini, posisi Andrea sedang berada di salah satu kafe kota.

"Kalau saja Devon tau kelakuan sebenernya si Fila, bakalan jijik dia. Apa gue kasih tau aja ya akal busuknya Fila, tapi..., ah sudahlah, yang ada dia malah mikir gue nggak waras lagi,"

"Gue bakal cari cara supaya Devon peka sama perasaan gue!"

"Perjuangan setahun seorang Andrea tidak boleh sia-sia!"

"Semangat Andrea!"

Angin semilir yang memasuki ruangan itu membuat Andrea kembali berfikir positif.

sambil menyesap cappucino yang dia pesan, Andrea tidak sengaja menangkap bayangan lelaki yang tidak asing dalam hidupnya. Lelaki itu, bersama masalalu yang sudah Andrea kubur dalam-dalam. Kenapa harus muncul  ke permukaan lagi sakit yang dia rasakan.

"Nggak, nggak mungkin dia... Lo pasti lagi halu Andrea!" ucap Andrea tidak percaya.

"Gue harus pastiin sendiri!"

Belum juga Andrea mengejarnya, lelaki itu sudah masuk ke dalam mobil.

"Sial! Gue kecolongan!"

Hari ini, pikiran Andrea semakin kacau. Ditambah lagi dengan kejadian barusan. Andrea juga tidak tahu, kenapa hidupnya dikelilingi orang-orang yang membencinya. Kenapa hidupnya selalu dikelilingi oleh orang ruwet.

~BUCIN~

Pikiran Devon sejak tadi tidak fokus. Dia sendiri juga bingung, kenapa dia seperti orang frustasi?

Lelaki itu sadar, perlakuannya hari ini kepada Andrea memang mengecewakan. Namun, bukankah dia sendiri yang meminta agar Andrea menjauhinya. Kenapa dari dasar hatinya dia jadi nggak enak begini.

Apakah Devon patut disalahkan disini?

"Gue nggak salah!"

"Cewek itu yang gila. Terus-terusan ngejar gue yang udah bolak-balik nolak dia!"

Dia tidak peduli, yang terpenting saat ini, dia ingin melampiaskan kekesalannya dengan membolos juga.

Entah apa nanti yang akan guru-guru katakan tentang dirinya sebagai murid teladan. Yang terpenting saat ini, dia ingin pergi ke suatu tempat.

Devon mengambil tasnya lalu melenggang keluar kelas.

"Woy von..., mau kemana lo?!" tanya Roy kebingungan.

"Bolos!" jawab Devon cuek.

"Hahh? Nggak bohong lo?" tambah Pian memastikan ulang. Roy dan Pian yang melihat Devon mengangguk mantap jelas-jelas tercengang bingung.

"Gue baru tahu, kalau murid teladan juga bisa bolos pelajaran..." ucap Roy tercengang.

"Pasti Devon lagi ada masalah, nggak biasanya dia bolos pelajaran beginian?" Roy mengangguk setuju mendengar ucapan Pian tadi. Pasalnya, mereka berdua memang tidak pernah melihat Devon membolos. Bahkan, saat diantara Roy dan Pian ada yang ingin membolos, pasti Devon akan memarahinya.

Lalu kenapa dia sendiri juga membolos?

"Kita ikutin dia aja Roy, gue takut kalau Devon kenapa-napa!" ucap Pian.

"Yaudah buruan! Sebelum terlambat!"

"Sebelum Devon tinggal nama di KKnya!"

Mereka berdua bergegas meninggalkan kelas. Dengan mengendap-endap, akhirnya mereka berdua sampai di parkiran sekolah.

Roy dan Pian mengikuti sepeda motor Devon menggunakan mobil. Hal ini agak sulit, dikarenakan posisi kota yang sedikit macet.

Pada akhirnya, Roy dan Pian berhenti sampai di suatu kafe.

Devon juga tidak tau, kenapa kakinya menyuruh untuk datang ke kafe ini. Namun, dia bersikap untuk bodo amat.

Pada saat kepalanya diarahkan untuk mencari bangku yang kosong. Dia tidak sengaja melihat gadis itu lagi. Dia adalah Andrea.

"Dia di sini?"

Devon segera memilih bangku yang tidak jauh dari tempat duduk Andrea. Gadis itu juga belum menyadari kedatangan Devon sejak tadi.

Devon mengamati gadis itu diam-diam. Dia bisa melihat raut wajah Andrea yang melamun. Devon sendiri juga baru sadar, di balik wajah Andrea yang selalu tersenyum di sekolahan itu, ternyata dia juga bisa sedih.

Jika Devon bisa menebak, apakah Andrea sedih karena dirinya?

Bolehkah dia percaya diri untuk kali ini saja?

"Woyy...!! Ngapain lo mandangin Andrea sampai kaya' gitu?" Devon yang dikagetkan seperti itu langsung menoleh ke arah suara. Ternyata kedua temannya sudah ada di sampingnya. Kenapa dia tidak sadar?

Apakah dia terlalu serius memandang gadis itu?

"Ngapain kalian disini?" ucap Devon yang balik bertanya.

"Hadeh..., ditanya malah ganti balik nanya!" jawab Roy lelah.

"Ya suka-suka gue lah mau ngapain!" Devon kembali memandang Andrea yang masih dalam posisi melamun.

Roy dan Pian yang melihat ke arah pandang Devon langsung paham dengan apa yang terjadi.

"Baru kasihan kalau ngeliat Andrea sedih kaya' gitu?" Devon menatap meja di depannya yang kosong.

Dia memang salah. Kalau boleh jujur, kali ini dia memang salah.

"Lo pengen tau nggak von..." ucap Pian yang menggantung ucapannya. Devon yang mendengar nada bicara Pian yang mulai serius menautkan dahinya bingung.

"Dia itu cewek yang paling kuat, yang selama ini gue temuin. Dia selalu ada saat gue ngerasa terpuruk. Kenapa gue selalu marah saat lo nyakitin Andrea..., karena lo nggak tau aja sebenernya dia itu cewek yang paling baik yang gue temuin. Gue juga sudah menganggap Andrea itu seperti adik gue sendiri." Devon tercengang mendengar penuturan Pian barusan. Sebegitu baiknya kah gadis itu di mata Pian?

"Saat lo sakit, dia juga selalu ngomong ke gue buat ngelakuin apa saja yang bisa bikin diri lo sembuh. Dia nggak mau langsung ngomong ke lo von..., karena Andrea tau, lo bakal ngusir dia lagi. Dia juga sering curhat ke gue, penyiksaan lo ke dia itu nggak ada harganya dibandingkan rasa cintanya. Sebenernya gue kesel aja sama dia, kenapa dia bego' banget buat merjuangin orang yang nggak nganggep dia sama sekali. Lagi-lagi, dia selalu beralasan karena dia itu tulus ke lo von... Lo nggak tau kan, kalau Andrea itu salah satu korban kekerasan dari orang tuanya?" fakta apa lagi ini? Kenapa Devon begitu bodoh untuk melihat cewek sebaik Andrea.

Devon menggeleng tidak tahu.

"Papa sama mamanya Andrea itu sudah cerai, sejak Andrea kelas dua SMP ! Papanya Andrea mengatasnamakan Andrea sebagai penyebab perceraian mereka. Padahal, faktanya papa Andrea lah yang salah dalam kondisi ini. Sebegitu kuatnya dia sampai dia menganggap kalau sakit yang dia rasakan itu sebagai penyemangat hidupnya." Roy dan Devon yang mendengar hal itu langsung tercengang. Sebegitu menderitanya kah Andrea.

"Sekarang gue tanya sama lo ! Ada masalah apa lo sama Andrea ? Gue curiga aja lo punya masalah sama dia, soalnya dia tadi habis nangis dari arah taman. Terus, lo ke kelas dan tiba-tiba bolos pelajaran, apa nggak aneh kalau murid teladan bolos pelajaran gitu?"

Devon bingung sekarang, apakah dia harus mengakui kalau sekarang ini dia merasa bersalah? Tetapi, apa nanti teman-temannya itu akan percaya dengan ucapannya.

B U C I NTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang