18 •• Patah Hati Nasional

9.8K 749 15
                                    

Andrea berakhir di kantin istirahat ini. Ia sudah menunggu Sinta sejak sepuluh menit yang lalu nyatanya, Sinta juga belum nongol dari pintu kantin. Tidak lama kemudian, ponselnya bergetar, ada sebuah pesan masuk dari whatssapp nya.

Sinta

An, sorry ya, gue diajak Fano istirahat di luar. Ini kita sama disuruh ngambil fotokopinya Bu Siska.

Andrea menghela napas kesal. Kalau ia tau Sinta tidak jadi datang, ia pasti sudah memilih untuk memesan makanan sejak tadi. Perutnya yang sedari tadi juga meronta-ronta ingin segera diisi.

Andrea akhirnya memesan soto dan minuman dingin. Gadis itu asyik melahap sotonya sampai ia tidak sadar kalau benda pipih di mejanya bergetar.

Sudah dua kali panggilan itu tidak didengar Andrea, kali ke tiga panggilan itu akhirnya diangkat olehnya. Ketika ia mengecek terlebih dahulu siapa si penelepon itu, dia segera mengangkatanya.

"Halo Kak Farhan, maaf Andrea istirahat jadi nggak denger tadi kalau ada telepon dari Kakak! Ada apa ya kak?" tanya Andrea sambil fokus memakan soto yang tinggal kuahnya saja.

Andrea mendengar dengan pasti segala yang dikatakan Farhan kepadanya. Setelah lelaki itu selesai berbicara, ia langsung menjawab dengan nada yang sedikit serius.

"Beneran Kak Mia nggak mau makan? Tumben banget dia nggak mau? Kakak udah bujuk dia supaya mau makan belum?" ucap Andrea menghujani Farhan dengan pertanyaan yang berturut-turut.

Dari seberang sana jelas-jelas terdengar helaan napas dari seorang lelaki.

"Yaudah Kak Farhan tenang dulu, nanti kalau udah pulang aku langsung ke kafe,"

Setelah kepulangan Mia dari rumah sakit, gadis itu tidak mau kembali ke rumah dan hanya melamun saja. Pandangannya kosong dan menatap penuh sendu.

Ada siratan ketakutan, kekecewaan, dan rasa frustasi di mata coklat gadis berkaca mata itu.

Akhirnya, Farhan memutuskan untuk merawat gadis itu. Walaupun awalnya Andrea sudah menawarkan supaya Mia tinggal bersamanya untuk sementara, namun sepertinya Farhan tetap mengeyel ingin menjaganya.

Alhasil, Mia menginap di rumah Farhan dan dirawat pembantu rumahnya.

Andrea mengetik pesan di benda pipihnya itu, lalu mengirimkannya kepada Levin. Ia minta ijin nanti malam untuk menjenguk Mia ke rumah Farhan. Gadis itu menatap ponselnya lekat-lekat, berharap segera ada jawaban 'iya' dari sang kakak. Andrea menghela napas berat, sudah ia duga pesannya itu tidak akan dibalas. Dia tetap memasang dada kuat supaya pertahanannya tidak jatuh saat ini juga.

"Sabar Andrea, bang Levin mungkin masih sibuk kuliah," ucap Andrea menguatkan hatinya.

Dari arah pintu masuk kantin, terlihat Pian dan Roy yang berjalan ke arah Andrea. Andrea yang melihat mereka berdua pun langsung mengerutkan dahi bingung. Tumben, mereka berdua menghampirinya.

"Hay Andrea!" sapa Roy dengan senyuman mengembang.

"Ngapain kalian berdua senyum-senyum nggak jelas kaya' gitu?" tanya Andrea semakin bingung.

"Itu, si Devon tadi nembak Fila di kelasnya. Terus...," belum selesai Roy bicara, Pian sudah menyikutnya dulu setelah melihat perubahan ekspresi dari gadis itu.

"Ap-apa yang l-lo bilang tadi Roy?" tanya Andrea dengan wajah terkejutnya.

"Si Devon jadian sama Fila, barusan. Di kelas lo, rame banget yang liat tadi," sambung Roy dengan antusiasnya.

Andrea merasakan tenggorokannya tercekat, dadanya seperti dihantam beton. Hatinya membeku seketika, terlihat jelas raut wajah yang memerah padam. Bukan menahan amarahnya, tetapi menahan untuk tidak menangis seketika. Telinganya seolah langsung tidak mendengar apapun, hanya ada suara Roy yang mengatakan Devon jadian dengan Fila, itulah kalimat yang selalu terngiang ditelinganya.

B U C I NTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang