15 •• Kontes model majalah

10.6K 754 13
                                    

•••
Semakin ke sini, aku semakin sadar. Semakin kamu menjauh, aku merasa semakin kehilangan. Namun kini, kesadaranku sudah tidak ada artinya apa-apa. Karena kamu, sudah benar-benar pergi jauh.
•••

"Asemm banget! gue hampir telat  deh!" Andrea uring-uringan tidak jelas sendiri. Ia hampir saja telat ikut kontes, kalau saja Vita tidak menelponnya. Beruntungnya ia, sampai di tempat kontes belum terlihat batang hidung Vita.

"Ini beneran nggak sih gue diikutin kontes kaya' gini? banyak bener yang ikut?"  ucap Andrea sambil melirik ke peserta kontes yang antri untuk melakukan pendaftaran. Kalau ia tafsir, sudah ada sekitar seratusan orang yang hadir.

"Mana yang hadir cowoknya cakep-cakep gini. Kalau ceweknya..., masih cantikan gue sih," Andrea meneliti wajah-wajah yang menghadiri kontes itu.

Banyak perempuan yang lebih tinggi darinya. Kira-kira 3 cm an lebih dari Andrea yang hanya mempunyai tinggi 168 cm. Perempuan itu kebanyakan berdandan tebal, tidak seperti Andrea yang berdandan natural tetapi flawless.

Saat Andrea menengok ke sebelah kanannya. Matanya terkunci ke arah cowok yang memakai hem setengah siku abu-abu.

"What! ngapain tuh cowok di sini? jangan-jangan ngintilin gue?" tunjuk Andrea pada dirinya sendiri. Ia lalu menggelengkan kepalanya.

Tiba-tiba, ada yang menepuk bahu Andrea sedikit kencang. Hal itu membuat Andrea sedikit kaget dan berteriak.

"Apa sih lo! ehhhh..., Kak Vita, maaf kak, kirain siapa tadi," Vita yang melihat tingkah Andrea itu hanya menggelengkan kepalanya pelan.

"Ngapain lo kaya' ketakutan gitu?" tanya Vita kepada Andrea yang sedari tadi celingukan mencari Arka. Ya, lelaki yang ia lihat tadi adalah Arka. Andrea yang ditanya seperti itupun hanya terkekeh kikuk.

"Kak, ini beneran apa aku mau diikutin kontes kaya' gini? kok yang ikutan banyak banget?"

"Ya kalau nggak beneran, ngapain kakak repot-repot daftarin kamu ikutan kontes, yaudah kita masuk, soalnya lo udah gue daftarin dua hari yang lalu, jadi lo dapat antrian ke-10," Andrea lalu mengikuti Vita yang memasuki tempat itu.

Walaupun Vita belum terlalu mengenal Andrea sepenuhnya, ia sudah menganggap gadis itu seperti adiknya sendiri. Kebetulan, Vita yang masih kuliah semester enam itu satu tempat dengan Levin. Andrea baru mengetahui itu setelah tiga hari yang lalu, ketika ia dan Vita hangout bareng.

"Lo duduk di sini dulu, nanti nama lo bakal dipanggil. Ini soalnya udah sampai peserta nomer delapan. Tenang aja, lo nggak usah gugup, tetep rilex, dan yakin lo bakal kepilih,"

"Thanks kak, kakak udah baik banget sama aku," Vita tersenyum melihat wajah Andrea yang sendu itu.

Seharusnya, mamanya lah yang mendukungnya di sini, atau paling tidak Levin yang mengantarnya. Andrea tau, dia hanya bermimpi untuk mendapatkan semua itu. Nyatanya, mereka sama sekali tidak peduli dengan keadaan Andrea.

Miris memang, gadis yang berumur delapan belas tahun sudah harus bekerja sendiri. Memenuhi kebutuhannya sendiri.

"Peserta nomer sepuluh!" Andrea bergegas masuk ke dalam setelah mendapat panggilan itu.

~BUCIN~

Terik matahari tidak menyurutkan semangat gadis itu. Keringat yang bercucuran di sekitar dahi dan pipinya tidak menghentikan semangatnya menjalani hukuman itu.

B U C I NTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang