Di Bangku Kuning (1)

8 0 0
                                    

Sumber foto: wikiwand.com

----------------------------------------------------------

Di bangku kuning (1)

Ombak biru menderu. Angin bertiup. Gemerisik daun terdengar. Di bangku berwarna kuning, Aline duduk dalam diam. Bibirnya terkatup. Matanya memandang lurus ke arah laut.

Senja berwarna oranye seolah tak bisa mengubah suasana hatinya yang gelap. Rambutnya tergerai tertiup angin. Tangannya bersedekap seolah menahan sejuknya angin yang mengelus pundak telanjangnya.

"Boleh aku duduk di sini?" Sebuah tanya memaksa Aline mengalihkan pandangan ke sumber suara. Seorang pria mengenakan kemeja putih dan jins biru. Rambutnya cepak layaknya prajurit. Hidungnya mancung. Bibir tipisnya mengulas senyum.

Aline lalu mengembalikan tatapannya ke laut. "Bangku lain banyak yang kosong."

"Hmmm. Tapi pemandangan dari bangku ini lebih indah." Sepasang mata biru itu melirik pandangan ke arah yang sama dengan Aline.

Aline menarik napas sekali lalu membuangnya tegas. Ia lalu menggeserkan pantatnya ke kanan.

"Terima kasih." Pria itu lalu duduk di sebelah Aline. Ia melihat Aline yang masih berekspresi dingin dan bersedekap.

"Kedinginan?" tanya pria tersebut. Aline tak menjawab.

"Iya," jawab Aline hanya dalam hati. Jawaban itu tak meluncur dari mulutnya.

Sesaat, suasana hangat menyelimuti tubuhnya. Aline merasakan itu. Bahkan kehangatan menyentuh hatinya. Aline berkedip lalu tersenyum tipis.

"Apa maumu?" Aline bertanya pada pria di sebelahnya. Aline sadar pria itulah pembawa kehangatan tersebut.

"Mendekatimu," jawab pria itu. Aline tersenyum tanpa mengalihkan pandangannya.

"Untuk apa?" tanya Aline lagi.

Pria itu diam. Sedetik, dua detik, sepuluh detik. Pria itu mengubah posisi duduknya menghadap Aline. Ia lalu tersenyum pada Aline.

"Mencabut nyawamu," ....

(Bersambung)

@January 2020

Utusan LangitWhere stories live. Discover now