Tak ada rasa (6)

2 1 0
                                    

Aline diam. Ia terjebak dalam pandangan mata biru di depannya. Jantungnya berdetak, kencang, makin kencang. Pipinya serasa hangat.

Matanya memejam. Ingin ia nikmati momen itu. Sesekali ia menggerakan kepala menanggapi usapan jemari kokoh itu.

"Pergilah. Aku akan menunggumu," Aline berkata. Senyum mengulas di bibirnya. Hazarel membalas senyum itu...

------------------------

"Ayah, belum tidur?" tanya Aline ketika masuk ke kamar ayahnya dan menemukan ayahnya masih belum lelap.

Aline mendekat ke ranjang. Ia duduk di sisi ranjang. Ia lalu memijat-mijat tangan laki-laki separuh baya itu.

"Aline, berapa umurmu?" tanya Robert pada putrinya.

"23, Yah."

"Kau sudah dewasa. Harusnya kau sudah menikah, my pumpkin."

Aline tersenyum. Hampir ia menangis mendengar Robert masih memanggilnya dengan nama itu. My pumpkin. Robert selalu memanggil Aline dengan julukan itu. Mungkin sejak Aline masih bayi.

"Sayang, kau bahagia?"  tanya Robert. Tangannya menggenggam jemari Aline.

Aline tidak menjawab. Ia tak tahu harus menjawab apa. Ia tak punya jawaban. Ia tak tahu apakah dia bahagia atau tidak. Apakah ia harus berbohong pada ayahnya?

"Maafkan ayah, my pumpkin. Ayah tidak bisa membahagiakanmu dan adikmu. Andai ibumu masih berada di sini, ayah ...." Robert tak kuasa meneruskan kalimatnya. Air matanya muncul dari sumbernya. Suara sesenggukan terdengar. Ia terus mengusap pipi yang sudah dialiri tangisnya.

Aline juga ingin menangis. Tapi tak boleh. Ia tak boleh menangis. Ia menguatkan hati untuk tidak menangis.

Ia berbaring di sisi ayahnya. Ia memeluk dada Robert. Ia ingin sekali menenangkan kegelisahan Robert.

Di atas sana,
Hazarel menatap hologram yang muncul di depannya. Ingin rasanya ia berada di kamar Robert. Ingin rasanya ia memeluk tubuh gadis yang baru dia kenal beberapa jam lalu itu. Ingin rasanya ia membiarkan Aline menumpahkan tangis di dadanya.

"Hei, malaikat tak punya rasa. Malaikat hanya punya tugas. Malaikat hanya punya ketaatan melaksanakan tugas hingga tuntas." Gabriel berada di belakang Hazarel. Tangan Gabriel merangkul pundak rekan kerjanya itu. Ia juga menyaksikan layar hologram di depannya.

"Sejak kapan kau di sini?" tanya Hazarel pada Gabriel.

"Sejak gadis itu masuk ke kamar ayahnya," jawab Gabriel.

Hmmm lumayan lama juga. Pikir Hazarel.

"Kenapa kau memanggilku? Aku tidak punya tugas mencabut nyawa sekarang. Hingga besok pagi," tanya Hazarel langsung pada Gabriel.

Gabriel menoleh pada Hazarel. Matanya mengamati wajah Hazarel. Ia lalu berjalan ke depan menembus hologram yang sedang berhenti, layaknya layar video yang sedang dalam mode paused.

"Aku diperintahkan Almighty untuk memanggilmu. Almighty memintaku menyampaikan peringatan padamu," jawab Gabriel setelah membalikkan tubuhnya menghadap Hazarel.

Dua malaikat berwajah memikat itu saling berhadapan. Di tengah mereka, hologram masih menyala.

"Soal?" tanya Hazarel, singkat.

"Tugasmu. Kau adalah malaikat. Kau tak punya rasa, apalagi rasa pada manusia. Kau tak punya nafsu, hanya ketaatan untuk mengabdi pada Almighty," kata Gabriel.

Setelah menyampaikan pesan, Gabriel menghilang. Ruangan di mana Hazarel berdiri pun, yang tadinya putih, kembali hitam. Hologram di depannya juga menghilang.

Hazarel berdiri dalam diam. Ia tahu Almighty telah memperingatkannya. Ia tahu untuk apa ia ciptakan.

Tapi ia tak pernah tahu, bagaimana sikapnya tak dingin lagi saat berada di dekat Aline. Apakah ini adalah rasa seperti yang dimiliki oleh manusia. Apakah ini nafsu seperti yang diciptakan kepada manusia.

Hazarel adalah malaikat pencabut nyawa. Karakternya begitu dingin saat melaksanakan tugasnya. Ia tak pernah merasa kasihan saat mencabut nyawa manusia di depannya. Bahkan ketika manusia itu menangis, meraung, atau memohon, nyawa manusia itu harus dicabut. Itulah takdir.

Tapi karakter itu tak berlaku untuk Aline. Bila Almighty menugaskannya mencabut nyawa Aline, kenapa tak langsung saja. Kenapa harus memberi informasi kematian pada Aline dan memberikan kesempatan mengabulkan permintaan Aline sebelum mati.

"Apa maumu, Almighty?"...

(Bersambung)

Utusan LangitWhere stories live. Discover now