11 » Sand Siblings and The Begining of Chūnin Exam

640 41 17
                                    

Aku mengetuk-ngetukan pena ke dagu, menatap penuh perhatian ke arah daftar belanjaan yang ada di tanganku.

Hari ini hari kamis, yang itu artinya besok hari jumat, hari yang telah ditetapkan sebagai 'Bonding Day' bagi tim 7 setiap minggunya. Jumat kemarin kami sudah mengacau ditempat Sasuke, dan Jumat ini adalah saatnya tempatku yang dikacaukan. Maka dari itu aku memutuskan untuk berbelanja bahan-bahan mentah makanan, merasa yakin kalau hanya dapur yang disibukkan, apartemen itu masih akan berdiri sampai di penghujung hari.

Jadilah, aku sudah membeli beberapa sayuran dan buah-buahan, daging ayam dan selusin telur, dan bahan bahan lain untuk memanggang kue. Aku yakin Sakura akan dengan senang hati membagi resep Ayam Karaage pedas manis ibunya, dan sebagai gantinya aku akan memberinya resep Pai Apel Mama.

"Boss, apa masih banyak yang ingin kau beli!?"

Suara rengekan bernada tinggi membuyarkan lamunanku. Aku menoleh ke belakang, melihat tiga minion yang sedang kesusahan berjalan sembari membawa tas-tas belanjaan di kedua tangan. Jika kalian pikir itu karena paksaanku, maka tolong jauhkan itu dari pikiran kalian karena mereka lah yang memaksa ikut dan membantu membawa belajaan nya.

Tim Konohamaru, tiga anak kecil yang punya hero worship kepada Naruto (atau dalam kasus ini; aku), selalu mengikutiku setiap aku memiliki waktu senggang. Entah itu dalam wujud memata-matai dibawah batu berbentuk kotak, mengajak bermain ninja, atau sekedar mengunjungi untuk menceritakan hari-hari mereka di Akademi.

Aku tidak keberatan, sih. Itu artinya aku punya tiga anak untuk dijadikan kelinci percobaan terhadap resep-resep kue dan makanan ku. Sejauh ini mereka belum pernah keracunan, bahkan mereka punya favorit masing-masing (Moegi dengan permen Apel Karamel, Udon dengan kue Jahe, dan Konohamaru dengan Panekuk Vanila).

"Maaf, ya. Tapi aku harus mengambil pesanan di Toko Kue Inaba," aku terkekeh begitu mendengar mereka mengeluh keras-keras. "Begini saja, kalian pergi duluan ke apartemen ku. Saat aku pulang nanti, aku akan menanyakan satu pertanyaan tentang apa yang kalian pelajari hari ini di Akademi. Yang berhasil menjawab boleh memilih menu makan siang, caphice?"

"Caphice!" Mereka menjawab secara serempak. Awal-awal aku menggunakan kata itu, mereka kebingungan. Karena, yeah, tidak ada yang tahu slang dari Italia disekitar sini.

"Kami tunggu, ya, Naruto nee-chan!" Kata Moegi sembari berjalan menjauh.

"Jangan lama-lama, boss!" Konohamaru ikut menyahut.

"Iya! Kalian perhatikan jalan kalian, jangan sampai menabrak orang saat aku tidak ada!" Aku menjawab. Tak ada yang mau insiden tabrak-menabrak dengan Kankuro terjadi tanpa ada aku untuk menginterupsi, kan?

"Wah, wah, siapa yang tahu kalau Naruto punya insting keibuan?"

Aku menoleh pada suara yang terkesan malas itu, dan menemukan Shikamaru yang berjalan dengan kedua tangan dimasukkan ke saku celana dan wajah penuh senyuman miring. Aku memutar bola mataku.

"Memangnya kenapa kalau aku punya insting keibuan? Kau terkesan, Pineapple?" Aku bertanya, dengan nada main-main.

"Sejujurnya? Itu aneh," katanya ringan, sembari mengangkat kedua bahunya. "Kau ini kan anak berisik yang suka mengerjai orang. Itu seperti kau sudah berubah."

"Dengan gaya hidup shinobi seperti ini, waktu lima bulan adalah waktu yang cukup lama untuk seseorang bisa berubah," jawabku, mengikuti gesturnya. "Atau mungkin, sifat itu memang sudah ada dalam diriku. Dan butuh jutsu gila dari Mizuki untuk memicu nya."

"Dan dalam waktu lima bulan itu juga kau berubah menjadi lebih bijak dan poetik," Shikamaru menggumam, namun masih bisa ku dengar.

"Yeah, yeah, cukup tentangku. Bagaimana dengan tim 10? Maaf, ya, terakhir kali kita bertemu tak berjalan begitu baik." Aku terkekeh, mengingat kejadian dua minggu yang lalu.

To Be Naruto [DISCONTINUED]Where stories live. Discover now