9. Spesial

205 29 8
                                    

Jira bergerak malas menuju pintu. Berat rasanya untuk beranjak dari kasur. Bukan karena nyaman atau gaya gravitasi yang besar, tapi karena dia belum terbiasa tidur di kasur barunya itu. 

Semalam dia baru bisa tidur mungkin jam tiga pagi. Saat Jihoon benar-benar pulang ke dorm-nya.

Mungkin karena itu juga Jira baru bisa tidur dini hari. Pria itu terus menunggunya hingga terlelap tidur. Duduk di samping kasur Jira. Menatapnya lekat-lekat. Bahkan sesekali Jira merasakan Jihoon mengusap kepalanya.

Bagaimana bisa dia langsung tertidur jika Jihoon terus-terusan membuat jantungnya tidak berhenti bekerja?

Selama Jihoon belum pulang pun, Jira hanya bisa menutup matanya dan terus pura-pura tertidur. Sambil mengatur wajahnya agar tidak memerah setiap kali merasakan hembusan nafas Jihoon.

Hanya dengan membayangkan Jihoon dipagi hari saja sudah cukup membuat wajahnya kembali panas. Jira bergegas membasuh wajahnya terlebih dahulu, sebelum membukakan pintu pada orang yang mengetuk-ngetuk pintunya sejak tadi.

Pagi-pagi begini siapa yang bertamu? Padahal aku kan baru pindah.

Jira seketika menghentikan gerakan mengeringkan wajahnya. Sadar akan kenyataan yang baru teringat. Belum ada yang tau jika dia pindah ke sini. Hanya dia sendiri dan..

Belum apa-apa, jantung Jira kembali tidak tenang. Jira langsung berlari menuju pintunya. Mengintip dari lubang kecil itu dan sebisa mungkin melihat orang yang ada di balik pintu.

Kelegaan muncul ketika menemukan orang lain yang ada di seberang sana. Tapi tidak sedikit ada rasa kekecewaan. Jira tidak mengerti kenapa jadi seplin-plan ini.

Jira menekan password pintunya. Menyambut kedatangannya demgan membukkan pintu selebar mungkin. Senyumnya dia kembangkan. Orang tersebut pun langsung bergelayutan di lehernya dengan pelukan erat.

Sesak.

"Yak! Jangan kencang-kencang. Kau ini sangat berat." Pekik Jira. Karena tercekik dengan pelukan yang kencang itu.

"Andwaeyo. Kau tidak tau seberapa khawatirnya aku?? Aku kira kau diculik Woozi entah ke mana." Balasnya cepat, tanpa jeda untuk bernafas.

Jira menghela nafas dengan sisa udara yang ada di indera penciumannya. Pelukan Hwang Li sungguh kuat. Bahkan selalu kuat sampai rasanya ingin membunuh Jira. Belum lagi dengan tubuh Hwang Li yang lebih besar dan tinggi daripada dirinya. Jira jadi terlihat seperti kerdil jika disampingkan dengannya.

"Kita masuk dulu. Nanti banyak yang lihat." Kata Jira lagi. Berusaha melepaskan pelukan itu. Hwang Li mengerucutkan bibirnya sesaat lalu kembali memberikan senyum cerahnya pada Jira. 

"Kenapa kau tidak memberitahuku jika sudah pindah rumah? Aku tadi ke rumahmu dan sepi. Dikunci lagi." Tanya Hwang Li. Sebelum Jira sempat menawarkan duduk atau minum sekali pun. Orangnya sendiri juga sudah sibuk melihat keadaan rumahnya sekarang. Dengan tangan mendorong koper.

"Kenapa kau bawa koper?" Tanya Jira balik. Belum menjawab pertanyaan Hwang Li.

"Kebiasaan." Serangnya. "Jawab dulu pertanyaanku, baru kau yang tanya. Nanti kalau aku lupa sama pertanyaanku sendiri bagaimana?"

Jira hanya tertawa. "Ne~" Lalu mengiyakan dengan nada panjang. Namun belum juga memberikan sebuah jawaban.

Tangannya masih sibuk mengambil sebuah air yang ada di kulkas. Jihoon juga yang mengisi kulkas ini dengan air. Katanya barang-barang lainnya akan segera dia belikan. Tapi sebelum Jihoon membelikannya, Jira yang harus lebih dulu mengisi semua keperluannya.

Jira memberikan botol air itu pada Hwang Li, lalu berkata, "Tadi kau tanya apa?" Tanya Jira ulang. Sebenarnya dia ingat, cuma ingin menggoda Hwang Li saja.

MelodyWhere stories live. Discover now