34. Bukti

118 20 0
                                    

Gedoran pintu terdengar begitu keras dan menakutkan. Semua orang yang ada di dalam, mendadak takut. Tidak ada yang berani membukakan pintu tersebut.

Seseorang di luar sama terus memukul pintu mereka seakan ingin menghancurkan pintu tidak bersalah itu. Lama-lama suara teriakan datang bersamaan dengan pintu yang masih tergedor. Menambah ketegangan dari pemilik rumah bersama wanita yang ada di sana.

"Siapa itu?" Di antara seisi rumah yang ketakutan. Ada satu orang yang dengan tenang keluar dari kamarnya dan menanyakan pelaku yang mengganggu waktu istirahat keluarganya di rumah.

"Kang Taeji!! Keluar kau!!!"

Taeji berseru senang mendengar namanya dipanggil. Sudut bibirnya tertarik menandakan dirinya sudah mengetahui siapa yang membuat kegaduhan itu. "Dasar tidak tau aturan." Ucap Taeji dengan santai.

Pria itu dengan santai berjalan ke arah pintu. Hendak membuka pintu yang terkunci tersebut, tapi tangannya tertahan karena appa-nya menahan dirinya untuk membuka pintu tersebut. Namun bukan Taeji namanya jika mendengarkan peringatan orang tuanya.

Tanpa pikir panjang, Taeji memutar kunci itu dan membukakan pintu pada orang yang sudah menunggu-nunggu dirinya. "Selamat da-"

Belum sempat Taeji menyelesaikan sambutannya, Jihoon sudah melayangkan sebuah pukulan di wajah pria tersebut. Memberikannya beberapa pukulan lagi sampai Taeji tidak bisa berbicara sedikitpun. Keluarga Taeji berteriak ketakutan melihat anak laki-lakinya dipukul bertubi-tubi tanpa bisa membalas. Sang ayah hanya bisa melihat, tanpa bisa membantu dengan tulang renta yang tidak mampu lagi untuk berjalan sekalipun.

Setelah puas membuat wajah Taeji babak belur, Jihoon menarik kerah pria itu. Mendudukan diri di atas perut Taeji dan melayangkan tatapan benci penuh kemarahan. "Apa yang sudah kau lakukan?!"

"Apa yang sudah ku lakukan? Harusnya aku yang bertanya itu padamu." Jawaban Taeji mendapatkan hadiah pukulan kembali dari Jihoon.

"Cepat katakan!!" Teriak Jihoon. Mencekik kerah pria itu hingga dirinya kesulitan untuk mengambil nafas. Apalagi dengan Jihoon yang sengaja menduduki perut Taeji dan menekan dadanya dengan sikut.

Napas Taeji terputus-putus. Appa Taeji diam-diam mengambil sebuah hiasan terdekat, lalu melangkah perlahan mendekati Jihoon.

"Jangan mendekat. Aku tidak akan menyakiti anak anda jika dia mengakui perbuatannya." Ucap Jihoon. Masih sopan untuk orang tua yang tidak tau kebengisan anaknya. "Mundur. Aku hanya punya urusan dengan Taeji."

Jihoon menatap tajam mata Taeji kembali. Senyuman yang masih bisa ditunjukan Taeji membuat Jihoon menekan salah satu tulang rusuk pria itu. Menambah ringisan yang keluar dari bibir pria itu.

"Tidak ku sangka seorang Woozi Seventeen berani datang dan memukul orang awam yang tidak tau apa-apa. Kau tidak ada bukti menuduhku menyebarkan info yang tidak-tidak."

Jihoon tersenyum sinis. "Ucapanmu membuatku yakin kau yang menyebarkan semua berita bohong itu."

Mereka bicara dengan suara yang kecil. Menyembunyikan informasi satu sama lain yang tidak diketahui keluarga Kang. Jihoon berusaha keras untuk menahan diri.

Salah satu kesalahannya adalah dia menyerang Taeji tanpa persiapan. Dia dikontrol oleh emosi. Tidak ada yang mengantarnya. Tidak ada yang mengetahui kepergiannya. Semua Jihoon lakukan karena inisiatif sendiri. Jika sampai Taeji membuka mulut soal penyerangan ini, maka habislah riwayat grup mereka.

"Aku tidak berbohong. Kau sendiri sudah tau jika berita itu adalah kebenaran. Lalu untuk apa ditutupi? Semua orang berhak tau kebenarannya. Kebenaran tentang Jira yang tidak pantas menjadi idol."

MelodyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang